49. TROPHY

7.1K 1.3K 17
                                    

Ternyata memiliki anak bukan hanya membawa kebahagiaan untuk mereka. Namun, juga beriringan dengan kesulitan yang mereka rasakan. Musesa, yang sudah lima hari ini berada di rumah begitu membawa cerita-cerita baru. Selama di rumah sakit segalanya berada didalam kendali, karena Trophy memiliki kesempatan untuk mengurus dirinya sendiri dan perawat mengurus anaknya untuk banyak bagian. Musesa yang baru lahir lebih banyak diurus di ruangan bayi saat di rumah sakit, itulah mengapa Opy tidak kesulitan menjalani segalanya. Namun, begitu mereka datang di rumah sendiri ... pertanyaan mulai muncul disela kantung mata mereka yang tertimbun dengan banyak aktivitas. Khususnya menyangkut anak mereka. Kenapa semuanya terasa berat?

Benar jika ternyata banyak pasangan yang mengalami masalah dan keluhan-keluhan berat dari bibir mereka mengenai anak-anak. Namun, dulu saat Opy masih kecil dan diurus oleh orangtuanya, semua keluhan tak pernah muncul dari bibir mereka. Atau memang Opy tidak mengetahuinya karena Karyna dan Dave tak mau anak-anaknya mendengar dan melihatnya? Atau memang tidak seburuk itu bagi mami dan papinya dalam mengurus anak-anak mereka? Apa Opy saja yang lemah dalam mengurus anaknya yang masih bayi?

"Ar, apa kamu pernah berpikir bahwa kita sangat kelelahan mengurus Esa sendirian?" tanya Opy membuat pembahasan dengan suaminya.

Ardi menatap istrinya dengan sedikit kerutan di dahinya. Tentu saja banyak keluhan yang terjadi dengan perubahan di dalam rumah mereka. Namun, untuk Ardi sendiri, dia tidak pernah menyangka akan ditanyai oleh istrinya semacam ini.

"Ya, tentu saja lelah, Opy. Apa yang kamu coba sampaikan ke aku?"

"Aku ... sepertinya butuh bantuan nanny. Aku nggak bisa mengurus Esa sendirian dan kamu yang lebih banyak mengurus pekerjaan."

Meski tak jelas apa yang sebenarnya Ardi kerjakan, karena Opy hanya tahu suaminya bekerja sebagai pejabat kampus di Singapura. Namun, suaminya itu sangat sibuk. Apalagi semenjak Alini izin kembali ke Indonesia setelah Musesa lahir, semuanya menjadi mendadak berantakan.

"Oke. Aku akan hire pengasuh untuk membantu kamu mengurus anak kita." Meskipun jasa pengasuh di sana sangatlah mahal, Ardi akan tetap melakukannya untuk sang istri. Dia tahu perjuangan Opy tidak sedikit, dan dirinya sendiri lebih sering ketiduran karena lelah bekerja. Setidaknya ini bisa mengurangi rasa bersalahnya karena terlalu sering membiarkan istrinya bekerja sendiri untuk mengurus anak mereka.

*

Tristan yang semula biasa saja ketika bersama Alini, kini malah semakin sering melamun sendirian. Bukan hanya Trophy yang sering mendapati hal tersebut, tapi juga Ardi. Mereka berdua suka kebingungan mendapati sikap aneh Tristan yang seringnya tak fokus ketika diajak bicara. Bahkan pernah suatu ketika, saat Opy menitipkan Esa pada Tristan karena suaminya sedang berada di Singapura dan nanny belum datang karena belum jam-nya, Esa hampir tersedak karena tangis dan Tristan melamun entah kemana. Diri pria itu tidak berada di sana.

"Ar, aku mau kamu tanyain ke Tristan dia itu kenapa. Aku nggak bisa minta bantuannya untuk ngurus Esa waktu nanny belum datang! Dia selalu nggak fokus sewaktu kerja. Kayaknya ada yang kebawa sama Alini sampai dia bengong terus begitu."

Ardi melipat koran paginya dan mengangkat gelas teh-nya. "Apa yang terbawa menurut kamu?"

"Hatinya udah dibawa sama Alini aku rasa," jawab Opy yang membuat Ardi langsung menyemburkan teh yang ia baru saja sesap.

"Apa, Sayang? Kamu bilang apa?"

Opy menghela napasnya panjang. "Kamu nggak peka sama hubungan mereka, ya? Tristan melindungi adik kamu lebih dari seorang teman. Apalagi adik dan kakak! Nggak banget itu! Tristan suka sama Alini. Apa kamu nggak bisa melihatnya?"

Bukan tidak bisa melihatnya. Hanya saja Ardi sengaja mengalihkan pikiran dari semua kemungkinan itu. Dia memberi sugesti pada pikirannya sendiri, bahwa tidak akan ada hubungan antara Tristan dan adiknya. Meski memang tak perlu dibicarakan, gestur Tristan yang berbulan-bulan menemani Alini jelas berbeda. Sayangnya Ardi terus berusaha menyangkal.

"Nggak mungkin, Opy. Alini punya kekasih di Jakarta."

"Nggak menutup kemungkinan kalo Tristan suka sama Alini, kan?"

Ardi menatap istrinya dengan wajah sangat syok. "Sama seperti aku ke kamu waktu itu?"

"Apa, Ar?"

Tersadar akan ucapannya yang mulai melantur pada masa lalu sebelum memiliki Opy, pria itu menggeleng dan bertanya, "Menurut kamu kita harus apa kalau jawaban Tristan memang seperti perkiraanmu?"

"Berangkatkan dia ke Jakarta."

Ardi terbelalak semakin lebar. "Ke Jakarta? Buat apa?"

"Buat kasih kesempatan bagi Tristan untuk menyatakan perasaannya."

"Kalau Alini nggak menerimanya?"

"Biar waktu yang bicara. Yang penting mereka tahu isi hati satu sama lain. Kamu memangnya tahu isi hati Alini? Bisa aja dia juga menyimpan rasa untuk Tristan."

Ardi tidak tahu apa-apa. Termasuk takdir yang sangat rahasia dan tidak terduga, seperti dirinya yang mendapatkan Opy sekarang.

"Gimana, Ar?"

"Ya. Aku akan bicara dan jika Tristan memang memiliki rasa untuk Alini, aku akan berangkatkan dia ke Jakarta. Mengejar cintanya."

Wajah Opy terlihat begitu senang. "Dan itu artinya rumah ini akan semakin sepi, Sayang." Ardi memberikan pemikirannya.

Keduanya terdiam, dan tidak ada yang dibahas lagi meski Opy memang ingin berkata bahwa dirinya rindu keluarga dan ingin menunjukkan pada papi maminya mengenai Musesa, cucu mereka yang lucu sudah terlahir selamat dan lengkap ke dunia. 

HE WANTS TO FIX ME / TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang