17. LAZUARDI

8.8K 1.5K 40
                                    

Pada hari kedelapan Gibran menikmati masa-masa berada di ruangan perawatan, pada akhirnya dia meminta pulang karena rasa bosan. Setelah membuat banyak orang lalu lalang menyempatkan waktu untuk menjenguknya--baik itu tulus atau hanya untuk mencari muka--kini Gibran tidak lagi menginginkan atensi hanya untuk meramaikan suasana kamar saja. Lagi pula, seberapa banyak dia berpura-pura, tetap akan terlihat juga.

"Kakek bosan." Kata Gibran dengan lancar.

Begitu lancar hingga tidak sadar bahwa dia adalah pria tua yang sakit berhari-hari hingga membuat kedua cucunya menjadi pihak yang paling aktif dan lelah untuk menemaninya.

"Udah pengen pulang?" tanya Alini dengan lebih semangat.

Gibran mencibir cucu perempuannya itu. "Seneng? Kakek nggak perlu kamu temenin lagi. Kalian memang seneng, kan, kalo nggak capek-capek nungguin kakek. Iya, kan?"

Ardi mendesah dengan kebosanan yang melebihi sang kakek. Jika Gibran begitu bosan dengan suasana rumah sakit, maka Ardi sangat bosan karena sudah cukup lama tidak menemui Trophy.

"Kakek, mari kita pulang. Karena kakek udah bosan di sini, nggak ada alasan untuk tetap bayar tagihan rumah sakit, kan?" ucap Ardi.

Gibran berbaring miring, membelakangi kedua cucunya yang selalu salah untuk menanggapi kemauan serta ucapan pria tua itu. Semakin tua, semakin ada saja tingkahnya.

"Kakek punya banyak uang untuk bayar tagihan di sini. Nggak akan bikin kakek miskin dalam sekejap."

Ardi memberikan kode pada adiknya untuk membereskan pakaian Gibran ke dalam tas yang sudah dibawa ketika kakeknya masuk rumah sakit. Alini dengan sigap dan tenang menyiapkan segala benda untuk dibawa kembali pulang.

Membiarkan Gibran mengoceh sendiri, Ardi mengurus tugasnya untuk membayar seluruh tagihan rumah sakit dan meminta kursi roda untuk kakeknya disediakan dengan cepat. Semuanya tidak membutuhkan persetujuan lama dari dokter karena memang Gibran sudah membaik sejak hari keenam berada di sana.

Ketika dipikirkan lagi, Gibran ini pada dasarnya suka sekali mencari perhatian. Jika tidak masuk rumah sakit, maka kakeknya itu tidak akan ditemui oleh anak-anak dan cucunya. Kasihan. Gibran yang kesepian. Pria tua itu tidak jauh berbeda dengan cucunya.

Begitu kembali, Alini sudah menyongsong tas dan Gibran yang merengut bak anak kecil. Ya, pria itu kembali menjadi anak kecil. Banyak mau, tapi tak pernah bisa dimengerti apa maunya.

"Salahin mas Ardi, tuh! Aku nggak ikutan, Kek." Kata Alini membuat Ardi menatap bingung adiknya.

"Kenapa?" tanya Ardi.

Tiba-tiba saja Gibran melemparkan buah apel menuju cucu lelakinya itu. Dengan seluruh rasa kesal, semua makanan yang diberikan para penjenguk dilemparkan pada Ardi.

"Kek! Aduh, sakit!" Ardi mengaduh melindungi kepalanya, sedangkan tubuhnya tidak bisa dia lindungi dari serangan brutal Gibran.

Alini tertawa di tempatnya, melihat bagaimana Ardi menjadi sasaran amuk kakek mereka.

Begitu tidak lagi ada benda atau makanan yang dilempar, Ardi-pun bertanya. "Ini apaan, sih?" Kenapa kakek marah-marah?"

Gibran melengos. Tak mau menatap Ardi. "Alini, antar kakek pulang. Jangan suruh anak itu yang urusin kakek. Dia pasti pengen buru-buru kembali ke Singapura untuk menemui perempuan yang dia cinta."

Alini yang ditatap Ardi hanya bisa menaikkan kedua bahunya. Tak mau menambahi apa pun. Sebab satu yang Alini mau, membawa kakeknya itu kembali pulang ke rumahnya sendiri.

*

Gibran sudah berada di istananya yang megah sekaligus senyap. Tidak ada penghiburan selain kemegahan tempat tinggalnya dan segala isinya. Ardi untuk satu malam tidur di sana menemani sang kakek dan bersiap pamit keesokan hari guna kembali pada rutinitasnya lagi.

Alini sendiri mengatakan akan menginap juga di Sana begitu urusannya selesai. Sekaligus membawa koper berikut tas yang akan dia bawa untuk mengikuti sang kakak ke Singapura.

"Mas Ardi," panggil Alini.

"Apa?" Ardi mau tidak mau terganggu dengan aktivitas bermain game online-nya.

Umur tak pernah menjadi patokan bahwa sikap kekanakan akan hilang. Buktinya Ardi, dia tetap menikmati waktunya dengan bermain game bersama teman-teman virtualnya. Tak peduli usianya sudah hampir mencapai kepala empat.

"Tidur bareng, yuk! Di depan TV. Bareng kakek." Ajak Alini begitu ceria.

Sontak saja Ardi menghentikan gerakan jemarinya. Isi kepalanya dipaksa untuk bekerja, mengingat lagi kisah lalu. Dimana Gibran menjadi sosok penyelamat bagi mereka dan memberikan figur pria menggantikan ayah mereka sendiri. Termasuk tidur bersama di depan TV.

"Kakek mau? Dia nggak boleh tidur di bawah, selain encok, nanti masuk angin, Al."

Alini menggelengkan kepalanya yang berada di daun pintu. "Nggak di bawah. Kakek di sofa bed. Kita yang di bawah. Pokoknya nggak usah ribetin tempat tidur! Kita habisin malam ini bikin kakek seneng."

Dalam hati Ardi berkata, bukan hanya kakek yang senang tapi mereka berdua juga, yang masa kecilnya diisi oleh sosok Gibran.

/Besok ketemu Opy, yuk!/

HE WANTS TO FIX ME / TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang