Gedoran dari pintu yang membuat Opy dan Alini tak bisa bicara dengan leluasa lagi itu sangat mengganggu. Siapa saja akan marah dengan ketukan bar-bar semacam itu. Sayangnya, seorang Lazuardi tak mau tahu untuk berhenti mengganggu kenyamanan pemilik unit. Bukan hanya itu, bisa saja pemilik unit lain yang ada di sekitar Opy marah karena merasa terganggu juga. Jadi, dengan kesal Opy berdiri dan membukakan pintu tanpa perlu mengecek lagi siapa pelakunya.
"Kamu nggak kenapa-napa, kan?" Begitulah pertanyaan Ardi yang pertama muncul begitu Opy membukakan pintu.
"Maksudnya?" balas Opy bingung.
Saat itulah Ardi memanfaatkan kesempatan untuk masuk dan tidak membiarkan adiknya lari dari tatapan tajam pria itu. Opy berdiri di belakang tubuh Ardi yang menjulang. Pria itu sedang berkacak pinggang menatap Alini dengan kesal.
"Aku udah bilang, jangan kelewatan, Al!"
Alini berdiri dan menatap kakaknya sedikit kesal. "Aku nggak ngapa-ngapain! Aku justru dapetin info penting di sini. Kamu udah hamilin perempuan, Mas! Tapi kenapa malah nggak tanggung jawab!?"
Bukan hanya Ardi yang terkejut. Opy juga. Tak mengira bahwa Alini akan dengan terbukanya membahas ini secara langsung. Opy kira gadis itu akan membahasnya nanti, ketika keadaan lebih tenang. Apalagi Ardi pasti syok karena hal ini. Dia bukan pelaku utama, tapi perannya di mata orang lain yang tak mengerti kondisi tersebut tentu saja Ardi yang menjadi tersangka utama.
"Kamu—"
Opy menenangkan Ardi dengan menyentuh lengan pria itu. Memberikan tatapan seolah Opy yang harus menjelaskan ini pada Alini.
"Alini, saya mohon. Ini keputusan saya, bukan kakak kamu. Jangan paksa kakak kamu bertanggung jawab sekarang. Karena saya nggak mau. Kami akan memutuskannya ketika Kami rasa semuanya tepat."
Alini terlihat ingin membalas ucapan Opy. Namun, Ardi membentaknya. "Berhenti ikut campur!"
Hal itu sangat memalukan bagi Alini. Karena Ardi melakukannya di depan Opy yang bukan keluarga mereka. Ardi membentaknya di depan orang lain dan itu membuat Alini sangat kesal.
"Terserah!"
Gadis itu memutuskan untuk pergi dari sana bersama dengan wajah bersungut-sungut kesal yang kentara sekali.
"Apa kamu nggak terlalu berlebihan membentak Alini begitu?" tanya Opy yang merasa tak enak hati sendiri.
Dia harus menyaksikan kejadian di mana kakak beradik bertengkar. Sedangkan Opy saja selama ini menghindari hal semacam itu dengan cara kabur dan bersembunyi di negara orang. Hanya untuk menghindari pertengkaran dengan saudaranya.
"Dia memang harus dibentak, Trophy. Karena sudah keterlaluan ikut campur." Ardi menatap Trophy dengan cemas. "Apa kamu akan cerita jujur mengenai anak yang kamu kandung ke Alini?"
Opy menggeleng pelan. "Aku nggak mau Alini justru membuka fakta ini ke keluarga kalian nantinya. Aku nggak mengelak ketika dia kira aku hamil karena kamu."
Ardi mengembus napas lega. Itu yang dia inginkan. Semakin tak ada yang tahu mengenai hubungan Draka dan Opy, itu semakin bagus.
"Apa pun yang terjadi, jangan pernah menjelaskan ke Alini soal anak yang kamu kandung. Biarkan semua orang mengira anak kamu adalah anakku."
"Kenapa?" Opy tidak bisa menghentikan bibirnya untuk bertanya demikian. Kenapa Ardi mau untuk melakukan semua ini? "Kenapa kamu melakukan semua ini untuk aku dan anakku?"
Ardi menatap lekat pada Opy. Ini momen yang sangat serius diantara mereka. Ardi tidak akan mengelak lagi.
"Karena aku sudah mengagumi kamu sejak lama. Sayangnya, kesempatan lebih dulu mengenalkan kamu dengan Draka. Jadi, ini satu-satunya kesempatan aku untuk bisa memperjuangkan kamu. Bonusnya saya dapat anak yang nantinya akan mengidolakan saya, Trophy."
Ada beberapa bagian yang membuat Opy sukar menerima sikap Ardi. Namun, benar. Anaknya akan membutuhkan sosok yang bisa diidolakan kelak. Jika Opy terus sendiri, kemungkinan besar dirinya ditemukan oleh Draka akan semakin besar. Maka dari itu, Opy harus menerima Ardi untuk kenyamanan dan keamanan kelak.
"Aku memikirkan ini."
Ardi menunggu dengan cemas apa yang akan Opy katakan. Tidak ada yang bisa menebak isi pikiran perempuan seperti Trophy yang tentu saja sudah mengalami banyak cobaan atas dirinya sendiri. Pelik adalah bagian cara berpikirnya.
"Lalu, apa yang kamu pikirkan untuk semua itu?" Ardi bertanya.
"Aku akan mencobanya bersama kamu."
Jawaban itu membuat Ardi membekap mulutnya sendiri dengan kepalan tangannya. Karena rasa bahagia dan lega menghampirinya seketika.
"Kamu ... serius?"
Trophy mengangguki. "Tapi aku nggak ingin langsung kamu nikahi."
Ardi memahami itu. "Itu juga sebenarnya harus kamu tahu. Aku memiliki masalah dengan pernikahan." Ardi berkata jujur.
"Terus kenapa kamu sempat memaksa menikahi aku?" Sontak saja Opy langsung bereaksi.
"Karena aku nggak mau kamu lari lagi. Aku ingin bersama kamu, meski harus melawan ketakutanku untuk menikah."
Opy menggelengkan kepala. "Lupakan dulu soal menikah. Mari kita buat hubungan saling mengenal untuk meretas ketakutan masing-masing. Sampai saatnya tiba, baru kita membicarakan soal menikah."
Ardi setuju dengan itu. Dia dengan bahagia memeluk tubuh Opy. "Terima kasih, Trophy."
Semoga dengan ini jalan mereka bisa lebih mudah dengan bertumpu satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
HE WANTS TO FIX ME / TAMAT
General Fiction{Tersedia e-book di google playbook untuk versi lengkap seperti versi buku. Di Wattpad tersedia bab tamat versi Wattpad.} Trophy Aglaea harus merasakan kecewa dan rasa sakit yang begitu panjang karena hancurnya kepercayaan akan hatinya dihanguskan...