Memulai menjalani hubungan, sama dengan mulai membangun rencana bersama. Meski semula Trophy tidak mau untuk benar-benar berhubungan dengan keluarga Goshen. Rasanya Opy tidak bisa terus seperti itu. Tidak berhubungan dengan siapa pun bukan jaminan hidupnya akan tenang. Apalagi ketika anaknya lahir dan bertanya siapa ayahnya kelak. Sekarang Opy tak perlu pusing memikirkan jawabannya, karena ada Lazuardi yang bisa menjadi sosok itu.
Hari ini Alini juga memutuskan pulang. Katanya, tugas yang diemban sudah selesai. Meski Opy tidak tahu apa tugas gadis itu, dia tetap mengantar kepulangan Alini bersama Ardi ke bandara. Menyaksikan gadis itu benar-benar berangkat dalam penerbangannya dan bukan melakukan hal lain.
Ya, siapa tahu saja Alini masih nekat untuk memata-matai kakaknya hingga tak mau pulang ke Indonesia.
"Sepertinya aku harus membeli mobil pribadi, bukan hanya menyewa saja." Ardi lebih dulu membuka pembicaraan.
Mereka di dalam mobil yang disewa oleh Ardi untuk mengantar adiknya tadi. Opy semula sibuk melihat pemandangan di luar kini menoleh pada Ardi.
"Aku kira ini sebenarnya memang mobil kamu, tapi kamu bohong biar aku kira kamu nggak punya kendaraan pribadi."
Ardi tertawa pelan. "Mana ada aku bohong soal hal seperti itu? Kalau aku punya aku akan bilang punya, nggak juga nggak. Aku selalu bicara apa adanya, Opy."
Trophy tiba-tiba saja merasa tercekat sendiri. Mengenai bicara apa adanya sama dengan mengatakan hal yang jujur. Itu yang dimiliki oleh Ardi, sedangkan Draka ... apa kejujuran yang pria itu miliki?
Seharusnya Opy memang tidak menyamakan semua anggota keluarga Goshen. Tidak semua brengsek seperti Draka. Tidak semua keluarga itu pencetus masalah. Jadi, yang harus Opy lakukan sekarang adalah memberikan pandangan lain serta kepercayaan bagi Lazuardi.
"Apa Alini minta pulang karena kamu marahi dia setelah aku pulang dari unit kamu kemarin?" Tidak tahu dari mana asalnya, tapi Opy memilih untuk membahas topik lain.
Walau sebenarnya diri Opy sendiri tahu bahwa adanrasa bersalah karena sempat menolak Ardi di garis pertama. Juga menilai pria itu buruk sebelum mengenalnya seperti ini. Trophy menyadari kesalahannya itu, karena semakin dia sering bersama Ardi, semakin banyak sikap si pria yang positif. Opy merasa cocok berada di dekat Ardi yang memiliki pembawaan tenang dan santai.
"Nggak sama sekali. Alini diam setelah kamu pulang. Aku ajak makan malam untuk keluar dia nggak mau. Sepertinya selama di kamar dan kita bicara, dia merenung sendiri."
Kelebihan Ardi memang pada sifat santainya. Pria itu tidak peduli dengan penilaian yang lain. Tidak kunjung menikah bukan Ardi yang kebingungan, tetapi justru adik perempuannya yang sibuk ikut campur supaya Ardi segera memiliki pasangan. Sifat santai itu juga yang ingin Opy miliki. Dimana dia tidak ingin terbebani dengan pemikiran orang lain. Opy ingin menjalani segalanya seperti Ardi menjalaninya. Terlepas itu adalah bentuk ketakutan Ardi terhadap pernikahan, Opy perlu belajar santai seperti Ardi.
"Sepertinya Alini lebih dewasa dari usianya."
"Sama seperti kamu. Kalian itu jarak usianya nggak berbeda jauh. Kamu sepantaran dengan, ehm, Draka. Dan Alini hanya berbeda beberapa tahun dari mantan kamu itu. Kalian sama-sama dewasa dalam berpikir, terlalu sering berpikir sampai lupa untuk lebih mengalir."
Trophy menatap ke depan. "Siapa yang nggak terpaksa dewasa, kalau aku harus hamil dengan kondisi begini? Laki-laki yang menghamili aku itu suami kembaranku, mereka punya janji sebelum aku menjadi pengecoh diantara mereka untuk bersama." Trophy tanpa sadar membuka dirinya begitu banyak pada Ardi tanpa sungkan.
"Apa kamu menyesal?" tanya Ardi dengan hati-hati.
"Menyesal untuk apa? Mengenal Draka? Atau menyesal karena hamil anak Draka?"
Ardi mengemudi dengan fokus yang tidak terbagi. Dia bisa bicara serius dengan Opy sekaligus menancap gas.
"Keduanya. Mana yang kamu sesali?"
Opy menggeleng. "Nggak ada. Aku hampir nggak menyesali apa pun. Kayak ... yaudah. Semuanya memang sudah pasti terjadi begini."
"Yakin? Kamu nggak menyesali apa pun dengan kondisi ini?"
Trophy meyakinkan Ardi dengan anggukannya. "Mulanya sedih, nangis nggak kira-kira. Tapi waktu Aku nangis sama sekali nggak ada penyesalan. Aku hanya rapuh, sendirian, dan sedih. Dalam kondisi sadar, aku memang nggak menyesali apa-apa. Yang ada di pikiranmu cuma kesedihan juga kecemasan mengenai anak ini."
Ardi tidak memberikan tanggapannya langsung. Kepalanya memikirkan sesuatu, dimana kadar kekuatan hati Opy memang tidak diragukan lagi.
"Sini," kata Ardi membuka tangan kirinya.
"Apa?" sahut Opy tidak mengerti.
"Tangan kamu. Sini, jadikan satu genggaman dengan tangan ini."
Opy menatap tangan itu dan sisi wajah Ardi bergantian. "Buat apa?"
"Buat memberikan kamu kesadaran, bahwa mulai sekarang ada seseorang yang bisa kamu jadikan teman untuk berbagi kesedihan dan kecemasanmu."
Opy boleh langsung menggenggam tangan itu, kan? Karena hatinya yang lembut sekaligus kuat itu sedang merasakan sensasi baru akibat semua perhatian Lazuardi.
KAMU SEDANG MEMBACA
HE WANTS TO FIX ME / TAMAT
General Fiction{Tersedia e-book di google playbook untuk versi lengkap seperti versi buku. Di Wattpad tersedia bab tamat versi Wattpad.} Trophy Aglaea harus merasakan kecewa dan rasa sakit yang begitu panjang karena hancurnya kepercayaan akan hatinya dihanguskan...