Tristan duduk di atas matras yang tersedia di halaman dekat kamarnya berada. Berhadapan dengan taman kecil yang selalu menjadi view disetiap kamar yang ada di rumah tersebut. Ardi memang tak pernah suka tinggal dengan rumah yang tak memiliki sisi alam. Itu sebabnya mansion mahal yang didapatkan Ardi ini tetap mendapatkan perombakan sana sini hingga bisa benar-benar menjadi rumah impian yang Ardi mau. Meski pria itu pernah berkata tak mungkin baginya tinggal di sana selama kakeknya masih ada dan tak memiliki istri bermata hijau atau biru.
Sekarang, pria itu seperti mendapatkan semua yang berkebalikannya. Calon istri yang tidak bermata hijau maupun biru, kakeknya masih hidup meski dengan beberapa kondisi, juga rumah ini tetap bisa ditempati oleh Ardi bersama pasangannya. Oh, jangan lupakan calon anak mereka yang pasti lucu.
"Tristan," panggil Lazuardi yang mendatanginya langsung dengan pakaian rapi.
"Kak? Mau ke mana malam-malam begini?" tanya Tristan yang sangat heran dengan pria dewasa itu.
Ardi melemparkan kunci mobil pada Tristan dan langsung melihat jam di pergelangan tangannya.
"Aku ada urusan. I have to flight, sekaligus sebisa mungkin mengurus legalisasi pernikahan aku dan Trophy."
Tristan menghela napasnya dalam. "Terbang ke Singapura? Indonesia?"
"Singapura."
"Nggak bisa diwakilkan? Ini baru dua hari kakak sampai Hawaii. Kakak yakin manusia normal dengan perjalanan pesawat yang bolak balik begini?"
Ardi tertawa kecil dengan ucapan Tristan. "Private jet punya kakek nggak akan nganggur selama kekasih hatiku ada di sini dan aku harus mengurus pekerjaan di Singapura."
Gelengan itu tak bisa Tristan tahan. Dia berdiri dengan segera dan mengambil jaketnya saja. Ardi sudah memberi kode agar dirinya mengantar pria itu saat ini juga. "Oh, ya! Gimana soal calon istri kakak?"
"Dia kelelahan. Tolong beritahu Trophy besok ketika dia bangun. Jangan buat dia stres setelah tahu aku pergi sebentar ke Singapura."
Tristan mengeluh dengan gumaman, "Gimana nggak stres calon ayah dari anaknya hobi terbang dari satu negara ke negara lain seolah bukan apa-apa!"
"Tristan, I hear you."
*
Keesokan paginya, Tristan mengurus semua urusan rumah dengan baik tanpa ada kendala sama sekali. Kendala itu datangnya dalam bentuk manusia cantik dengan wajah membengkak dan berminyak. Seperti kebanyakan orang yang akan berantakan setiap pagi, begitu pula Trophy yang masih mengucek matanya sembari memanggil nama Ardi keluar dari kamarnya. Baju tidur yang berantakan dan terbuka mmebuat Tristan memalingkan wajahnya sesegera mungkin. Jika ada Ardi, dia bisa terkena semburan api dari mulut pria itu.
"Ehm, Trophy." Membelalak, Opy segera menutupi dadanya dengan jubah tidurnya yang berjatuhan di lengannya tadi.
"Ardi ke mana? Aku mau Ardi," ucap Trophy dengan nada yang jelas sekali akan segera menangis.
Tristan tidak tahu cara apa yang harus dirinya lakukan untuk membuat tenang perempuan menangis. Jika melihat Opy yang terakhir kali histeris dan dipeluk oleh Ardi, maka Tristan tidak mungkin melakukan hal yang sama. Itu bukan hal yang bagus untuk dilakukan oleh Tristan.
"Kak Ardi sedang ada urusan sebentar. Segera hubungi dia saja, ya." Tristan tak ingin membuat Trophy bersedih. Dia akan membiarkan Opy untuk berbicara langsung pada Ardi dan menangis histeris tepat di telinga Ardi melalui sambungan telepon atau panggilan video agar bisa membuat Ardi kalang kabut sendiri.
"Urusan kerja?"
Tristan mengangguki dan terkejut dengan reaksi alami yang keluar dari mulut Trophy. "Shit! Dia nggak pamit sebelum pergi!"
Tristan tidak akan pernah menyangka bahwa ini yang keluar dari mulut Trophy. Perempuan itu bisa memasang wajah marah dan mengumpat dengan wajah polosnya itu. Sangat mengejutkan bagi Tristan yang hanya mendapati ekpresi kalem dan manja saja dua hari lalu.
"Sarapan, Trophy?" Tristan menawarkan. Tak ingin membiarkan Opy dalam kondisi hati yang kacau. Setidaknya makan pagi bisa mengurangi sedikit saja kemarahan perempuan hamil itu.
"Nggak. Tolong sampaikan ke Ardi, kalo dia nggak pulang-pulang, aku juga nggak mau makan!"
"Apa? Jangan pakai cara itu—"
"Pokoknya aku nggak mau makan kalo Ardi nggak pulang!"
Terkadang seorang Opy yang kalem juga mampu menjadi menyebalkan. Mungkin itulah yang membuat kembarannya merasa kalah eksistensinya karena Opy mampu menarik perhatian orang lain dengan caranya.
"Aku nggak ingin apa pun selain Ardi. Tolong sampaikan hal itu, Tristan. Aku nggak akan menghubunginya sendiri untuk bicara kecuali dia ada di depanku."
Opy berjalan kembali ke kamarnya. Meninggalkan Tristan yang melongo dan tidak mengerti harus melakukan apa. Membawakan makanan ke kamar Opy tetap tidak akan disentuh oleh perempuan keras kepala seperti Opy. Membiarkannya tak disediakan makanan juga akan berdampak dengan kandungannya, bisa-bisa Ardi marah padanya jika tahu Tristan tidak mengurus dengan cukup baik.
"Ya ampun! Aku harus punya pasangan sendiri daripada terlibat dengan pasangan mabuk asmara begini."
KAMU SEDANG MEMBACA
HE WANTS TO FIX ME / TAMAT
Narrativa generale{Tersedia e-book di google playbook untuk versi lengkap seperti versi buku. Di Wattpad tersedia bab tamat versi Wattpad.} Trophy Aglaea harus merasakan kecewa dan rasa sakit yang begitu panjang karena hancurnya kepercayaan akan hatinya dihanguskan...