Saat putrinya terbangun keesokan paginya, Ardi merasakan pelukan erat dari anak itu. Seolah tak ingin ditinggalkan oleh Ardi apa pun ceritanya. Untung saja Opy sudah lebih dulu bangun dan sibuk mengurusi pekerjaan pagi. Meski memang Ardi tidak mengizinkan Opy melakukan pekerjaan berat mengingat kehamilannya, Opy tetap sibuk meminta asisten rumah tangga mengurus ini dan itu. Esa juga sepertinya sengaja menghindari mamanya.
"Dada," panggil anak itu.
"Kenapa, Princess?"
"Dada papanya Eca, lait?" tanya anak itu mengubah ekspresi Ardi.
Apa-apaan? Kenapa bahasa yang digunakan putrinya membuat Ardi mendadak waspada? Padahal biasanya menggemaskan, tapi kenapa sekarang berbeda?
"Iya. Kenapa putri ayah tanya begitu?"
"Nyapa onti Ely biyang Delaka minya panggiy Eca 'ayah' ke Delaka, Dada? Delaka capa?"
Ardi berdeham singkat sebelum menjawab anaknya. Dia ingin jawaban yang muncul mudah dipahami dan tidak melukai Musesa.
"Draka itu nama ayahnya Arro," jawab Ardi pelan.
"Nyapa Eca suluh panggiy ayah Alo ayah? Why Eca yave two Dada?"
Tak pernah Ardi mengharapkan pertanyaan ini muncul saat Esa masih begitu kecil. Usia Esa masih tiga tahun, mana bisa Musesa mengerti segala hal? Apalagi keberadaannya yang memang memiliki dua ayah.
"Musesa punya satu Dada, dan Dada Esa ada di sini, bersama Esa dan menemani Esa. Yang ada dua itu adalah status panggilan aja. Esa selamanya punya satu Dada. You don't have to worry about it, My Princess."
Tanpa Ardi perkirakan Musesa menitikkan airmata tanpa suara. Jika biasanya Esa akan menangis dengan suara yang menggelegar maka sejak semalam tangisan itu berupa airmata yang menetes di pipi dan efeknya lebih dahsyat menghujam dada Ardi.
"Eca yakut, Dada ... Eca nda mo yave two Dada! Eca yave yu, Dada. Eca wuf yu cooooo much!"
Lazuardi sungguh ingin mengumpat pada siapa pun yang membuat putrinya ketakutan begini. Namun, Ardi tak lepas dari kesalahan ini. Dia hanya bisa menjanjikan dirinya untuk selalu ada di dekat putri dan istrinya. Sudah menjadi risiko bagi Ardi yang harus tangguh menjalani segalanya. Ini tanggung jawabnya.
"Ssstt, Musesa. Stop crying. Nggak ada yang akan kamu panggil ayah selain, Dada."
"I wuf yu, Dada. Eca nda mo yang yain."
Mengecup kening putrinya berulang kali, Ardi membalas dengan tenggorokan yang terasa begitu sakit karena menahan tangis dan harus dipaksa bicara. "I love you too, Princess."
Bagi orang lain status ayah kandung mungkin sangat dipertaruhkan dan akan dibutuhkan ketika putri mereka besar nanti. Namun, bagi Ardi dia memiliki hak paling tinggi sebagai ayah yang sebenarnya bagi Musesa. Bahkan jika ada hukum yang mengabaikan itu, Ardi akan melawannya. Musesa adalah putrinya.
*
Sudah banyak hal fatal yang terjadi dan itu semua menyangkut Musesa. Ujungnya adalah Esa yang tidak mau bertemu orang lain dan hanya bisa dibujuk oleh Ardi. Eksistensi Ardi tidak diragukan lagi sebagai ayah yang amat Musesa sayangi. Bahkan untuk bertemu dengan kakek dan neneknya, Musesa tak bersedia mulanya.
"Dia marah?" tanya Dave mencoba sepelan yang ia bisa agar cucunya tidak tersinggung.
"Bukan marah, Pi. Lebih tepatnya dia ... takut. Jauh sedikit dari Dada-nya, dia bakal uring-uringan." Opy yang menjawab karena Ardi menggendong Musesa yang enggan lepas sebentar saja.
"Papi nggak tahu kalo kalian datang waktu itu. Saudara kamu kebetulan juga datang karena mami kalian yang minta. Banyak yang harus mereka bicarakan, tapi saudara kamu salah mengartikannya."
Karyna sendiri duduk terdiam dan kecewa pada dirinya sendiri karena memiliki andil membuat cucunya begini.
"Selalu ada salah paham diantara wanita, Pi. Aku, mami, dan Ery. Kami bertiga memang selalu mengalami fase salah paham yang panjang."
Memutuskan pembicaraan yang penuh dengan ketegangan itu, mereka mendengar suara lain yang langsung membuat kepala Musesa tegak dan penasaran.
"Musesa!"
Arro berlari mencari gadis yang ia sukai ke dalam rumah Ardi dan Opy. Semua orang di sana keheranan dengan kedatangan Arro.
"Arro? Ke sini sama siapa? tanya Opy.
"Sendiri, Tante Opy. Tadi dianterin sopir bunda."
Fokus Arro langsung beralih pada Musesa yang masih berada di gendongan Ardi. Anak itu mendongak dan langsung bertanya, "Esa kenapa digendong? Esa nggak kangen Arro?"
Mata Ardi melebar dan tanpa sadar dia menguatkan kedua tangan untuk menjaga putrinya tetap dalam gendongannya. Seperti pacar yang cemburu, Ardi membalas pertanyaan Arro itu.
"Esa lagi nggak mau main. Esa cuma mau sama Dada-nya."
Arro menatap Esa setelah mendengar jawaban Ardi. Anak itu tidak mempan diberi balasan nyinyir dari Ardi, yang ada Arro malah memastikan sendiri jawabannya dari Esa.
"Esa cuma mau sama Om Adi?"
"Adi? Dada Eca namanya Aldi, Yazualdi, Alo. Janan calah panggiy."
Senyuman Arro langsung berkembang. Dengan adanya balasan dari Musesa berarti gadis kecil itu tak ada masalah dengan Arro.
"Dada kamu bohong, Sa. Kamu turun, dong. Yuk, main!"
Lazuardi tak tahu, apakah dendam dengan anak kecil yang bisa menyaingi keberadaannya di mata putrinya adalah dosa? Ardi tidak takut dengan Draka, tapi Arro ... dia harus membuat pagar yang tinggi agar Musesa tak mensejajarkan nama Ardi dan Arro di hati gadis kecil itu. Ardi tak kau setara, Ardi ingin namanya di atas Arro di hati putrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HE WANTS TO FIX ME / TAMAT
General Fiction{Tersedia e-book di google playbook untuk versi lengkap seperti versi buku. Di Wattpad tersedia bab tamat versi Wattpad.} Trophy Aglaea harus merasakan kecewa dan rasa sakit yang begitu panjang karena hancurnya kepercayaan akan hatinya dihanguskan...