79 LAZUARDI
Tempat dimana yang paling aman adalah rumah. Tempat paling nyaman juga rumah. Tempat yang menyenangkan untuk dihabiskan bersama anggotanya jelas adalah rumah. Semua itu menjelaskan bahwa rumah bukan tempat biasa yang bisa dijadikan ajang permainan. Ardi suka dengan hal yang selalu terjadi di rumah, itu adalah alasan yang sangat ia butuhkan untuk bertahan di dalam rumah. Tentu saja bukan rumah seperti yang ia miliki bersama kedua orangtuanya. Itu sebabnya Ardi tidak akan menciptakan rumah untuk keluarga kecilnya seperti yang ia miliki bersama mama dan ayahnya.
"Senengnya lihat mereka akur begini, ya, Ar." Opy mengucapkan hal itu tepat di telinga Ardi yang belum bisa melepaskan pandangan dari Musesa dan Arro yang sedang bermain bersama.
Keduanya tidak melakukan apa-apa selain duduk berdua di ayunan dan saling berhadapan. Tentu saja Esa dan Arro saling bicara, tapi Ardi dan Opy tak bisa mendengar jelas apa yang keduanya bagi.
"Memangnya ada kemungkinan mereka nggak akur?" Ardi balik bertanya.
"Ada. Dengan Esa adalah putri kita, dan Arro yang anak Ery ... besar kemungkinan mereka nggak akan akur andai aja mereka sama-sama perempuan."
Menoleh pada istrinya yang turut mengamati kedua anak itu bermain bersama, Ardi paham bahwa mereka sedang membahas analogi mengenai hubungan Opy dan Ery yang kacau. Ini memang tidak akan bisa dipastikan kapan bisa selesai. Meski Ardi mencoba memaksa istrinya itu untuk bercerita pada keluarganya, tetap saja tak langsung saat ini, detik ini, untuk membukanya.
"Papi dan mami kamu tidur siang?" tanya Ardi mengalihkan pembicaraan. Ia tak mau membahas hal yang memang tak ingin dibahas. Opy dan Ery adalah hubungan persaudaraan yang rumit. Sedangkan Ardi selalu akur dengan Alini.
Bicara Alini, pria itu menjadi ingat bahwa sudah lama sekali mereka tak bertemu. Padahal Ardi dan Opy juga tidak sebentar kembali ke Indonesia. Kenapa mereka tak bertemu? Lagi pula, kemana Alini yang dulu hobinya mengganggu waktu yang Ardi punya?
"Hm. Lagi tidur siang, capek karena Esa masih nggak mau dibujuk."
Ardi mengangguk. "Aku mau hubungi Alini," ungkap Ardi tiba-tiba saja.
Opy yang mendengar keinginan suaminya itu langsung terperangah. "Kenapa? Ada masalah yang mau kamu bicarakan sama Alini?" tanya Opy.
"Kamu itu aneh, My Opium. Emangnya ada kakak adik yang saling menghubungi saat ada masalah aja? Aku mau nelepon Alini karena aku kangen dan mau tahu kenapa dia nggak pernah main dan telepon aku asal kayak dulu. Udah lama banget aku nggak denger kabarnya. Yang ada malah aku kirim pesan sama Tristan doang. Padahal yang adik kandungku Alini bukan Tristan."
Gimana, nih? Bisa menjadi masalah besar jika Ardi mengetahui bahwa Alini sudah tak sendiri dan sibuk dengan kegiatannya sebagai ....
"Kamu menyembunyikan sesuatu, Opium?" tebak Ardi tanpa bisa Opy persiapkan reaksi yang baik sebelumnya.
"Hah?!" Gugup menguasai Opy. "Aku ... nggak nyembunyiin apa-apa. Aku justru bingung kenapa kamu bisa kepikiran hal begitu?"
"Ya, karena kamu selalu ganggu waktu aku nelepon Tristan. Kamu juga selalu menghalangi aku buat nelepon Alini dengan berbagai macam alasan. Aku sangat penasaran kenapa Alini nggak datang ke rumah kakek waktu kita datang. Ada apa sebenarnya? Aku nggak mau sesuatu terjadi dengan Alini dan aku yang paling terakhir untuk tahu."
Kamu nggak terakhir, kok. Keluarga kamu yang lain juga belum tau, Ar.
Sungguh suara-suara yang muncul di dalam pikiran Opy tak bisa diungkapkan begitu saja. Opy tahu bagaimana berada di posisi Alini, itu sebabnya Opy menjaga rahasia yang ingin Alini sampaikan saat perempuan itu siap untuk mengatakannya pada sang kakak.
"Ar, aku tiba-tiba pengena sesuatu, deh." Semoga aja yang ini mempan.
Opy akan menggunakan bayi dlaam kandungannya untuk mendapatkan apa pun yang ia mau. Sama seperti dulu saat mengandung Musesa.
"Loh? Kamu mau apa? Kenapa nggak bilang dari tadi? Kamu bikin aku bingung tanpa persiapan!"
Lazuardi dan sifatnya yang selalu suka mempersiapkan segalanya sangat tidak suka jika ada permintaan dadakan, tapi mau untuk tetap melaksanakannya. Meski cerewetnya bukan main-main.
"Kamu sabar, dong! Adek bayinya juga nggak mau sesuatu yang dipersiapkan, maunya dadakan, jangan marahin aku!" Kali ini Opy membalasnya dengan ketus.
Menggaruk pelipisnya, Ardi akhirnya mengalah. Dia sudah pasti kalah debat dengan ibu hamil yang emosinya bisa langsung berubah.
"Yaudah, iya. Kamu bilang mau apa?"
Berpikir sejenak, Opy mencari-cari objek yang bisa dicarikan oleh suaminya dengan sedikit tingkat kesulitan. Sungguh, Opy memang tidak sedang menginginkan apa-apa, dia ingin suaminya terdistraksi dari pembahasan mengenai Alini yang sedang berjuang juga guna mempersiapkan diri.
"Cariin aku singkong yang lumer itu, loh. Yang ada rasa cokelat sama keju. Yang singkongnya empuk," ujar Opy.
"Beli di mana aja, kan?"
Karena ditanya demikian, maka Opy menggunakannya sebaik mungkin. "Oh, nggak boleh sembarangan beli. Pokoknya kamu harus beli di deket mini market itu, loh. Yang sering kita lewatin pas mau periksa si baby."
"Aduh, My Opium. Itu daerah rawan macet, mana tempatnya juga seberang jalan dari arah berangkat. Ribet kalo ..." Ardi tidak bisa melanjutkan alibinya karena Opy sudah menatapnya dengan tajam. Persis Esa jika merajuk dan sulit dibujuk. " ... oke-oke. Aku beli. Tunggu di rumah, ya."
Bergerak cepat, Ardi mengecup kening serta bibir Opy sebelum pergi untuk membelikan pesanan istrinya yang sedang hamil. Opy yang melihat itu tersenyum. "Indahnya punya suami yang bucin banget kayak kamu, Ar."
Iya. Dunia perbucinan memang indah dan menyenangkan bagi yang menjalankan.
KAMU SEDANG MEMBACA
HE WANTS TO FIX ME / TAMAT
Ficción General{Tersedia e-book di google playbook untuk versi lengkap seperti versi buku. Di Wattpad tersedia bab tamat versi Wattpad.} Trophy Aglaea harus merasakan kecewa dan rasa sakit yang begitu panjang karena hancurnya kepercayaan akan hatinya dihanguskan...