Seorang gadis bersurai panjang dengan paras ayu melangkah keluar dari sebuah mansion mewah. Senyumnya yang senantiasa mengembang menambah paripurna wajahnya yang terpahat begitu sempurna. Tinggi dengan berat badan yang porposional menjadikan apapun outfit yang gadis itu kenakan menjadi terlihat begitu pas.
Baru beberapa langkah keluar dari pintu mansion, ponsel gadis itu berdering. Membuatnya menghentikan langkah dan segera merogoh sling-bag untuk mengambil ponselnya. Sejenak gadis itu melihat nama pemanggil yang terpampang di layar ponsel, kemudian menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan itu.
"Selamat pagi, pak Reihan!"
"Selamat pagi, mbak Livia. Saya cuma mau menyampaikan, nanti siang mbak Livia diminta pak Yudhis datang ke kantor. Bisa, kan?"
"Emangnya ada apa ya, pak? Ada yang penting?"
"Datang saja dulu, mbak. Nanti juga mbak Livia tau!"
"Oh, oke! Setelah pemotretan saya langsung ke kantor, ya!"
"Terimakasih, mbak Livia. Selamat pagi!"
"Pagi!"
Gadis itu mengakhiri panggilan dari Reihan, asisstan Yudhistira Mahadana, kemudian memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas. Ya, dia Livia Aninda, brand ambassador produk konveksi milik Mahadana Corporate.
"Kenapa ya, pak Yudhis manggil gue ke kantor dia? Jarang-jarang dia manggil gue ke kantor kalo bukan buat perpanjang kontrak kerja. Tapi kan, baru bulan kemaren kontrak gue diperpanjang," gumam Livia penasaran.
"Apa ada sesuatu yang penting? Atau..."
Seketika senyum Livia mengembang dengan wajah bersemu kemerahan, "Atau jangan-jangan pak Yudhis mau ngajakin gue makan siang bareng di kantor?"
"Aaah, akhirnya perjuangan gue nggak sia-sia selama ini!" Livia kegirangan "Akhirnya pak Yudhis suka sama gue!"
"Sebelum ke kantor nanti, gue ke salon dulu, deh. Biar gue makin cantik terus pak Yudhis makin kepincut sama gue!"
Livia melanjutkan langkahnya dengan hati berbunga-bunga menuju mobil kemudian melajukan kendaraan roda empatnya itu meninggalkan halaman luas mansion tempat tinggal keluarganya itu.
****
Citra baru saja memasuki gedung kantor Mahadana Corporate ketika netranya menangkap soksok yang tak asing baginya berdiri di depan meja resepsionis. Dia menyipitkan mata, mencoba meyakinkan diri jika yang dilihatnya memanglah orang yang dia kenal. Setelah yakin dengan penglihatannya, Citra segera menghampiri orang itu.
"Livia!"
Merasa namanya dipanggil seseorang, gadis yang berdiri di depan meja resepsionis itu menoleh dan seketika terbelalak mendapati Citra kini berdiri tepat di sampingnya.
"Citra?! Ng-ngapain lo di sini?!" tanya Livia tergagap.
"Harusnya gue yang tanya, lo ngapain di sini?" Citra balik bertanya
"Suka-suka gue, lah! Hidup-hidup gue ini. Kepo banget sih lo!" sewot Livia.
"Gue nggak mau ngepoin lo. Cuma heran aja ada lo di sini. Bukannya lo seharusnya bantuin om Arthur di Perwmmmppphh..."
Livia langsung membekap mulut Citra untuk menghentikan kalimat gadis itu. Dengan cepat Citra melepas bekapan tangan Livia dan langsung menatap gadis di hadapannya dengan tatapan nyalang.
"Apa-apaan sih lo?!" kesal Citra.
Livia menarik lengan Citra dan mendekatkan mulutnya ke telinga Citra lalu berbisik, "Jangan pernah bilang ke orang-orang kantor ini kalo kita punya hubungan sodara, terlebih sama pak Yudhis dan pak Reihan. Kalo sampe lo beberin semuanya, gue nggak segan-segan bikin perhitungan sama lo!"
KAMU SEDANG MEMBACA
BATAS
RomanceCitra tak pernah menyangka masa lajangnya akan berakhir lebih cepat dari perkiraanya. Pernikahannya dengan CEO tampan dan kaya raya seketika merubah hidupnya. Disaat semua orang membayangkan kehidupan mewah yang akan Citra dapatkan, tapi justru Citr...