Bab 47

542 56 8
                                    

Hari ini Kirana sudah diijinkan pulang dari rumah sakit. Kondisinya sudah jauh lebih baik, walaupun wajahnya masih terlihat sedikit pucat. Ada sedikit perasaan senang, tapi lebih banyak Kirana merasa takut. Takut menghadapi hal-hak yang tidak diinginkannya terjadi setelah dirinya keluar dari rumah sakit ini.

Baju-baju sudah masuk ke dalam koper. Tadi seorang perawat membantu mengemasnya. Biaya rumah sakit pun sudah diurus oleh asisten Cakra. Kirana hanya tinggal melangkah keluar dari kamar rawatnya. Tapi sudah hampir satu jam istri Cakra Bagaskara itu tidak juga beranjak meninggalkan ruang pesakitan.

Selain perasaan takut, dia sedang menanti sang suami untuk menjemputnya. Kirana sudah mengirim pesan pada Cakra, mengabarkan kalau hari ini dia sudah bisa pulang ke rumah dan akan menunggu Cakra datang. Namun sepertinya keinginan Kirana itu terlalu tinggi. Setelah apa yang terjadi padanya dan Cakra kemarin, masih pantaskah dia berharap Cakra menghampirinya hari ini?

Baru Kirana akan mendial nomor ponsel Cakra, saat seorang pria tengah baya yang dikenalnya sebagai supir keluarga Perwira, masuk ke kamar rawatnya dengan senyum ramah. Gadis itu memandang heran sosok yang kini berdiri tak jauh darinya itu. Untuk apa supir itu ke sini?

"Selamat pagi, nyonya Kirana. Saya diminta tuan Cakra untuk menjemput nyonya dan mengantarkan sampai ke mansion," ujar sang sopir, secara tidak langsung menjawab rasa keheranan di benak Kirana.

"Memangnya Cakra kemana? Kenapa bukan dia yang jemput saya?" tanya Kirana.

"Tuan Cakra sedang menemui mbak Citra di mansion utama."

Kirana tertawa miris dalam hati. Apalagi yang diharapkan setelah semua masalah yang ditimbulkannya? Berharap Cakra memaafkannya? Melupakan semuanya dan tetap menjaga jarak dari Citra demi dirinya? Mimpi saja kau Kirana!

Setelah menghela nafas panjang demi mengurangi beban yang tiba-tiba membuat dadanya penuh sesak, Kirana berdiri lalu mulai beranjak meninggalkan kamar rawat, diikuti sang sopir yang berjalan di belakangnya sambil menyeret koper milik sang nyonya. Sampai di depan rumah sakit, mata Kirana langsung terpaku pada mobil sang suami yang terparkir di lobi.

"Apa dia bener-bener nggak mau ketemu sama gue lagi?" gumam Kirana sarat kekecewaan.

"Silakan masuk, Nyonya!" pinta sopir keluarga Perwira setelah membukakan pintu untuk Kirana.

Tanpa babibu, Kirana segera masuk dan membiarkan sopir tengah baya itu menutup pintunya.

"Pak, kita ke rumah Livia dulu, ya!" pinta Kirana saat sang sopir sudah memasuki mobil.

"Tapi, kata tuan Cakra..."

"Cuma sebentar. Ada yang perlu saya bicarakan sama Livia."

"Baik, Nyonya!"

Setelahnya, mobil mewah itu melaju meninggalkan pelataran rumah sakit dengan kecepatan sedang.

****

"Kamu jahat, Citra! Sumpah, kamu bener-bener jahat!"

Citra menatap sosok di depannya sendu. Wajahnya menunjukkan raut penyesalan yang begitu besar. Mata bungsu Perwira itu pun mulai berkaca-kaca kala melihat orang yang sedang berdiri berhadapan dengannya kini menatapnya dengan penuh amarah.

"Maaf, Nis. Gue bener-bener minta maaf!"

Ranis Calandra, pagi tadi dia mendapat kabar mengejutkan dari sahabatnya, yang tak lain adalah orang yang kini tengah duduk di tepian tempat tidurnya sendiri. Citra bilang, dia akan pergi ke luar negeri untuk beberapa waktu lamanya dan melimpahkan tanggung jawab di kantor Ganesha advertising kepadanya.

BATASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang