Bab 36

480 56 25
                                    

Livia itu cantik, semua orang mengakui dan mengagumi itu. Apapun yang dikenakannya akan terlihat bagus, pas, dan mewah meskipun itu hanya barang murahan sekalipun. Kecantikannya seolah tanpa celah. Di tambah penampilannya yang perfeksionis membuat wajahnya mempunyai nilai jual yang tinggi. Bukan berlebihan kalau Livia menjadi orang yang banyak diminati untuk jadi model iklan produk milik beberapa perusahaan ternama.

Tapi hari ini ada yang berbeda. Penampilan Livia tak serapih biasanya. Wajahnya kuyu dan matanya sembab seolah baru habis menangis. Rambutnya hanya dikuncir asal. Bajunya pun hanya mengenakan kaos dan celana jeans saja. Dari caranya keluar mobil yang serampangan, bisa ditebak Livia tengah dalam kondisi yang kurang baik.

Livia berjalan cepat memasuki lobi Mahadana Corporate. Segera saja dia menghampiri meja resepsionis. Kehadiran brand ambassador Mahadana corporate itu sedikit membuat sang resepsionis mengernyit heran. Tentu saja dengan penampilannya yang terlihat sedikit kacau. Tapi tetap dia harus mengenyahkan rasa keponya dan menyapa dengan senyum ramah adalah tugasnya.

"Selamat pagi, Mbak Livia. Ada yang bisa saya bantu?" tanya resepsionis itu.

"Pak Yudhis ada di ruangannya, kan?" tanya Livia tak sabaran.

"Hari ini pak Yudhis sedang tidak bisa di ganggu. Mbak Livia bisa kembali besok," info sang resepsionis.

"Kenapa? Kenapa nggak bisa diganggu? Saya mau ketemu sama pak Yudhis. Tolong bilang ke beliau kalo saya mau ketemu!" pinta Livia.

"Apa mbak Livia sudah membuat janji?"

"Saya nggak harus membuat janj. Dia suami sepupu saya. Itu berarti saya adalah kerabatnya. Cepat bilang kalo saya mau ketemu!" Livia mulai meninggikan suaranya.

"Mohon maaf, Mbak Livia, siapapun itu, meskipun keluarga pak Yudhis sekalipun, kalau belum membuat janji dengan Pak Yudhis, tidak bisa sembarangan menemui beliau," ujar resepsionis.

"Tapi saya harus ketemu dia. Pak Yudhis harus menjelaskan soal pembatalan kontrak kerja saya. Dia nggak boleh memutuskan sepihak seperti ini. Saya nggak ada salah apapun. Tolong, tolong bilang ke pak Yudhis, saya ingin kejelasan soal ini!" Livia memohon.

Ya, pagi tadi e-mail resmi milik perusahaan Mahadana corporate mengiriminya pesan. Dalam pesan itu mengatakan bahwa perhari ini Livia tidak lagi menjadi brand ambassador produk milik keluarga Mahadana itu, tanpa alasan yang jelas. Tentu Livia tidak terima. Dan di sinilah dia, di kantor milik Yudhistira Mahadana untuk meminta penjelasan.

"Sekali lagi saya minta maaf, ini permintaan pak Yudhis sendiri, Mbak Livia. Kami tidak berani berbuat hal yang menentang perintah atasan kami,"

Livia mengusap wajahnya kasar. Dia tahu, memohon sampai mulut berbusa pun tidak akan membawanya bertemu dengan Yudhis. Tapi model cantik itu juga butuh penjelasan. Minimal dia tahu, apa yang menyebabkan Yudhis memutus kontrak kerjanya.

"Citra.."

Satu nama itu begitu saja melintas di ingatan Livia. Nama yang diyakini Livia pasti ada sangkut pautnya dengan kemalangan yang tengah dialaminya.

"Brengsek!"

Dengan cepat Livia berjalan keluar kantor Mahadana corporate lalu melajukan mobilnya meninggalkan parkiran dengan kecepatan lumayan tinggi.

****

BRRRUUK!

Citra hampir terpelonjak kaget kalau saja dia tidak punya kontrol diri yang bagus.

"Ranis! Bisa nggak, jadi cewek itu yang lemah lembut dikit? Kalo gue kena serangan jantung gimana?!" omel Citra

Ranis mendengus sembari mendudukkan diri di depan meja kerja Citra. Jari telunjuknya mengetuk-ngetuk tumpukan dokumen yang tadi di bantingnya di atas meja kerja sang sahabat sekaligus atasannya itu.

BATASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang