Bagian 33

440 47 18
                                    

Citra mengerjapkan matanya yang baru terbuka. Netranya mengerling mengamati situasi sekitar. Suasana kamar itu masih temaram karena tirai jendela belum dibuka, tapi Citra tahu kalau matahari sudah terbit di luar sana.

"Udah pagi," gumam Citra dengan suara serak khas orang bangun tidur.

Perlahan gadis itu mencoba mendudukkan diri. Tangan kanannya sejenak memijit kening yang terasa sedikit berdenyut nyeri.

"Gue kenapa?" tanya Citra bermonolog. "Kenapa pusing begini?"

Dia mencoba mengingat kembali apa yang terjadi pada dirinya semalam sebelum jatuh tertidur. Seingatnya, setelah makan malam Lala datang ke kamarnya membawakan teh camomile kesukaannya lalu dia tidak ingat apapun lagi setelah meminum minuman itu.

"Apa yang udah Lala masukin ke minuman gue? Dia sengaja ngasih gue obat tidur apa gimana?" Citra mendengus sebal.

Baiklah, dia akan menanyakan hal itu langsung pada Lala nanti. Sekarang Citra butuh menyegarkan diri untuk menghilangkan pening yang menderanya. Baru Citra menurunkan kaki dari ranjang dan hendak beranjak, dia tertegun ketika matanya menangkap sosok yang beberapa waktu ini dihindarinya tengah tertidur di atas sofa.

"M-mas Yudhis?" bisiknya. "K-kenapa dia..."

"Mbak Citra serahkan semuanya sama Lala! Saya pasti bisa bikin mas Yudhis kembali tidur di kamar sama mbak Citra!"

Kata-kata Lala kemarin pagi tiba-tiba terngiang di kepalanya. Ah, sekarang Citra mengerti. Pasti ini ulah Lala. Dan obat tidur dalam teh camomile itu juga pasti bagian dari misi yang disebutkan pelayan muda itu.

"Astaga, Lala ada-ada aja!" Citra menggeleng-gelengkan kepalanya.

Belum juga berpindah tempat, tatapannya kini malah bersiborok dengan manik hitam milik sang suami. Mata laki-laki itu masih menyipit, pertanda dia baru saja terbangun.

Tiba-tiba Citra dilanda panik. Dia bingung harus bersikap bagaimana. Harus minta maaf? Oh, ayolah, dia tidak tahu-menahu soal rencana Lala ini. Atau pura-pura tidak tahu? Sepertinya itu pilihan yang paling mungkin untuk saat ini.

"M-mas, kamu... Ngapain kamu di sini?" tanya Citra dengan wajah yang dibuat setenang mungkin.

"Tanya aja sama pelayan kesayanganmu itu, apa yang udah dia lakuin sampai saya bisa tidur di sini!" Jawab Yudhis sewot sembari merubah posisinya menjadi duduk.

"Siapa? Lala? Emangnya Lala ngapain? Mana mungkin dia berani nyuruh-nyuruh kamu, apalagi sampe nyuruh kamu tidur di sini!" Citra sangsi, hanya akting, dia jelas tahu memang Lala yang merencanakan semua ini.

Yudhis menaikkan sebelah alisnya, "Jadi kamu pikir saya datang sendiri ke kamar ini dengan suka rela begitu?"

Citra mengendikkan bahunya, "Aku tidur. Mana aku tau apa yang terjadi semalem!"

Yudhis menghela nafas kasar lalu berdiri dan berjalan mendekati pintu.

"Asal kamu tau, semalam pelayanmu itu bilang kamu sakit. Dia minta saya buat..."

"Kamu khawatir aku sakit? Lalu kamu jagain aku semaleman?" potong Citra dengan mata membulat.

"Jangan kepedean!" Yudhis mendengus. "Semalem aku cuma mau mastiin aja. Kalo kamu kenapa-kenapa, saya juga yang repot. Tapi pelayanmu itu malah ngunciin pintunya dari luar!"

Kening Citra berkerut, "Pintunya kekunci?"

"Iyalah! Kalo enggak, saya nggak mungkin...."

Cklek!

Yudhis meraih knop pintu kamar, ingin membuktikan kalau memang benda persegi panjang itu benar-benar tidak bisa dibuka karena terkunci dari luar. Tapi yang terjadi, pintu terbuka saat Yudhis menarik gagangnya, membuat Yudhis terpaku ditempat.

BATASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang