Bagian 13

567 54 0
                                    

Citra merenggangkan otot-otot badannya dengan mata yang masih terpejam. Nikmat mana yang mampu kalian dustakan, saat bangun tidur dan bisa mengeliat dengan leluasa di kasur.

Tunggu! Kasur?

Seketika matanya terbuka lebar. Citra sangat ingat, semalam dia tidur di sofa atas permintaan Yudhis, dengan dalih pria itu ingin merasakan tidur di kasur? Entahlah, sikap pemimpin Mahadana Corporate itu sungguh aneh semalam.

Tapi, apa ini? Kenapa dia bisa berpindah tempat? Apa semalam dia ngelindur lalu jalan ke tempat tidur? Atau Yudhis yang...

Citra mengerlingkan pandangannya dan atensinya langsung terfokus pada Yudhis yang baru saja keluar dari kamar mandi sudah dengan penampilan rapi. Perhatian Citra teralih pada rambut Yudhis yang masih basah, seketika pikiran Citra bergerilya ke sana-sini.

Merasa diperhatikan, Yudhis langsung menghadiahi Citra tatapan super sinisnya sembari beranjak menuju lemari pakaian.

"Kenapa ngeliatin saya kaya gitu?" tanya Yudhis.

Citra diam, masih terpaku menatap Yudhis, hal yang semakin membuat Yudhis mengerutkan keningnya heran.

"Saya tau saya ganteng. Tapi nggak usah segitunya juga. Tatapan seperti itu bikin orang risih!" omel Yudhis sembari membuka lemari dan sibuk dengan isi di dalamnya.

"B-bapak yang mindahin saya ke kasur?" tanya Citra tanpa memperdulikan perkataan Yudhis sebelumnya.

"Siapa lagi kalo bukan saya?" jawab Yudhis jujur.

"J-jangan - jangan.... Jangan-jangan semalem bapak....."

"Jangan mikir macem-macem!" sahut Yudhis. "Saya mindahin kamu ke kasur biar kamu nggak kedinginan. Kalo sampe kamu kenapa-napa, nanti saya juga yang repot!"

"Bapak nggak ngapa-ngapain saya, kan?"

Yudhis menyeringai, "Emangnya kenapa kalo saya ngapa-ngapain kamu? Kamu kan udah sah jadi istri saya!"

Citra menelan salivanya. Memang benar Citra sudah menjadi istri Yudhis. Tapi untuk masalah ranjang seperti itu, bukankah harus ada persetujuan dua belah pihak untuk melakukannya?

"B-bapak kenapa lancang?!" pekik Citra tiba-tiba. "Harusnya bapak ijin sama saya dulu sebelum bapak ngelakuin itu sama saya!"

Astaga, gadis itu sangat baperan. Sedikit bermain-main, boleh, kan?

"Buat apa harus ijin? Kamu itu udah jadi milik saya, jadi apapun yang mau saya lakuin ke kamu, udah nggak perlu lagi ijin sama siapapun!"

Mata Citra seketika memanas, tangannya meremas selimut yang masih menutup sebagian kakinya. Dengan kuat Citra menyibak selimut itu kemudian beranjak menghampiri Yudhis. Gadis itu menatap suaminya dengan tajam.

"Katanya nggak akan ngelakuin itu tanpa ada rasa cinta. Tapi nyatanya apa, hah?!"

Air yang bergumul di pelupuk mata Citra mulai turun membasahi pipinya. Yudhis seketika mematung, tak menyangka reaksi Citra akan seperti itu. Padahal dia hanya berkata bohong, bermaksud menggoda Citra saja. Bagaimana jika Yudhis benar-benar melakukannya? Melihat Citra yang nampak kecewa, Yudhis tidak tega juga.

"Kamu baperan amat, sih, jadi orang?"

Citra mengapus cepat air yang melair di pipinya lalu menatap nyalang, "Maksud bapak apa? Saya nggak boleh marah gitu, atas perlakuan bapak ke saya ini? Ini namanya pelecahan!"

"Mana ada, suami ngapa-ngapain istrinya bisa disebut pelecehan? Bukannya udah kewajiban seorang istri untuk melayani suami?"

"Tapi itu kalo keduanya sama-sama mau! Kita belum saling setuju untuk itu! Walau kita suami istri, harus ada kesepakatan kalo mau berbuat yang seperti itu!"

BATASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang