Livia Aninda tengah fokus pada layar laptop di depannya. Dia tampak sangat serius memperhatikan sesuatu di sana, terlihat dari kerutan kening serta wajah seriusnya. Sesekali jemarinya bergerak untuk menggerakkan kursor ke bawah dan ke atas.
"Dugaanku bener!" gumam Livia tak beralih fokus.
Livia menghela nafas lalu menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi yang didudukinya, "Apa pak Yudhis tahu kalo mobil itu dari Samudera travel? Apa ini juga alasan pak Yudhis nggak mau kerja sama dengan Perwira Company? Karena kecelakaan mobil itu?"
Livia diam sejenak, memikirkan dan merangkai segala hal yang dia ketahui.
"Itu masuk akal. Kalo bukan karena hal yang besar, mana mungkin perusahaan seperti Mahadana Corporate menolak kerja sama dengan perusahaan Opa!" terka Livia.
Mata Livia tiba-tiba membulat kala teringat sesuatu, "Tapi kan, pak Yudhis menikah sama Citra. Apa mungkin dia bermaksud mencari tahu lebih lanjut tentang kecelakaan itu lewat Citra? Atau... Balas dendam?"
"Kalo bener dia menikah sama Citra karena mau bales dendam, ini bener-bener sesuatu yang buruk!" Livia menghela nafas lelah.
"Tapi... Dia nggak tahu siapa pengendaranya, kan?" Livia menggigiti bibir bawahnya. "Dia pasti nggak tahu. Nggak mungkin dia tahu!"
"Gue harus lakuin sesuatu sebelum..."
Cklek!
Pintu ruangan terbuka dan menampilkan sosok Arthur yang sudah berpakaian lengkap dengan jasnya. Sama halnya seperti Livia, laki-laki tengah baya itu kaget melihat eksistensi sang putri di ruang kerjanya. Livia segera berdiri dari tempat duduknya.
"Livia? Ada apa kamu pagi-pagi begini masuk ruang kerja Papa? Apa ada yang kamu butuhin?" tanya Arthur.
"P-papa, Livia..." Livia bingung harus beralibi apa.
Sibuk memikirkan alasan, Livia sampai tidak menyadari kalau Arthur sudah melangkah ke arahnya dan sekarang berhenti tepat di samping gadis itu sambil menatap layar laptopnya yang terbuka. Seketika Arthur kaget melihat apa yang terpampang di depannya.
"Livia, kamu... "
"P-papa, Livia bisa jelasin. L-Livia cuma..."
"Kenapa kamu buka file ini?" tanya Arthur menyelidik.
"Pa, itu.... Livia cuma pengen memastikan sesuatu."
"Apa yang harus dipastikan?"
"I-itu... Mobil itu.. A-aku..."
"Cukup, jangan dibahas lagi!" pinta Arthur sembari menatap putrinya. "Apapun yang kamu lihat atau temui di luar sana, yang berhubungan dengan kecelakaan itu, tetaplah bersikap seolah kamu nggak tau apa-apa!"
Livia mengangguk ragu, "L-Livia ngerti, Pa!"
Sejenak hening menyapa. Arthur kembali terpaku pada latar datar di depannya, sedangkan Livia mencuri pandang takut-takut pada papanya.
"Pa, apa rahasia itu akan tetap terjaga?" tanya Livia. Terselip nada cemas dalam kalimatnya.
"Kalo nggak ada yang buka suara, semua akan aman terjaga!" jawab Arthur sembari mendudukkan diri di kursinya.
"Tapi, Pa, gimana kalo ada orang yang masih nyari kebenaran tentang kecelakaan itu? Gimana kalo keluarga korban nggak terima sama keputusan polisi waktu itu?" tanya Livia beruntun.
"Kasusnya udah lama ditutup. Jadi, jangan dibahas lagi, Livia! Lupakan itu! Papapun sedang berusaha untuk melupakannya," ujar Arthur.
Meski berusaha disembunyikan, Livia masih bisa melihat gurat kecemasan di wajah sang Papa. Berusaha melupakan katanya? Livia yakin pria itu tidak akan pernah bisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
BATAS
RomanceCitra tak pernah menyangka masa lajangnya akan berakhir lebih cepat dari perkiraanya. Pernikahannya dengan CEO tampan dan kaya raya seketika merubah hidupnya. Disaat semua orang membayangkan kehidupan mewah yang akan Citra dapatkan, tapi justru Citr...