Bagian 14

502 51 3
                                    

Yudhis menatap sendu nisan di hadapannya. Tertulis dengan jelas di atasnya nama Dewa Mahadana. Ya, itu makam papi Yudhistira Mahadana.

Tangan Yudhis mengusap ukiran nama orang yang sudah hampir tiga tahun ini meninggalkan dirinya dan Indy.

"Maafin Yudhis, Pi!" gumam Yudhis.

"Maaf karena Yudhis malah menikahi orang yang udah bikin papi pisah sama mami dan Yudhis."

"Awalnya Yudhis bener-bener nggak tau kalo dia orangnya. Makanya Yudhis setuju untuk melamar dan menikah sama dia, atas permintaan mami."

"Andai Yudhis tau sedari dulu, Yudhis nggak akan biarin mami deket sama dia. Dan Yudhis nggak harus menikah sama dia."

Yudhis menghela nafas panjang. Menjeda sejenak kalimatnya untuk mengatur nafas yang tiba-tiba terasa sesak, seperti ada beban yang menekannya.

"Jujur, saat ini Yudhis nggak tau harus gimana, Pi. Apa Yudhis harus seneng karena bisa nurutin permintaan mami, atau harus bersedih karena Yudhis udah menikahi orang yang jadi penyebab papi kecelakaan malam itu?"

"Dia, Citra Maharani, saat ini adalah satu-satunya orang yang bisa membuat mami kembali tersenyum, setelah bertahun-tahun mami sedih karena kehilangan papi. Yudhis nggak tau gimana reaksi mami kalo tau sumber kebahagiaannya itu adalah orang yang sama yang jadi sumber keterpurukannya selama beberapa tahun terakhir ini."

"Yudhis sendiri juga nggak tau, harus seperti apa Yudhis bersikap ke dia. Haruskah Yudhis menerima dan membuka hati untuk orang yang udah bikin keluarga Yudhis hancur? Atau malah, ini adalah kesempatan buat Yudhis membalas semua perbuatan dia di masa lalu?"

Yudhis sejenak memejamkan matanya sembari mengatur ritme detak jantung yang mulai menaikkan frekuensi debarannya. Sesaat setelah dirinya kembali tenang, Yudhis kembali mengusap ukiran nama sang papi.

"Sekali lagi, maafin Yudhis, Pi!"

****

Mobil Ranis memasuki halaman kantor Mahadana Corporate. Setelah memarkir kendaraannya, Ranis turun lalu sedikit merapikan baju agar tidak terlihat kusut. Setelah menutup pintu mobil, Ranis mulai melangkah menuju gedung kantor milik Yudhistira Mahadana itu.

Baru beberapa langkah, netra Ranis menangkap soksok yang sangat familiar baru turun dari mobil sedan mewah. Seketika langkah Ranis terhenti lalu berbelok menuju orang yang dikenalnya itu.

"Siang, pak Yudhis!" sapa Ranis.

Yudhis langsung menoleh sembari menutup pintu mobilnya. Agaknya laki-laki itu sedikit kaget dengan keberadaan Ranis di sana.

"Kamu kok di sini? Ada urusan apa?" tanya Yudhis.

"Saya mau ketemu pak Reihan. Mau minta pak Reihan buat isiin schedule fitting baju sama pemotretan, pak!" jawab Ranis.

Kening Yudhis berkerut, "Bukannya itu semua tanggung jawan Citra? Terus kenapa kamu yang ngerjain itu?"

"Citra minta tolong ke saya buat gantiin ke sini hari ini, Pak. Cuma hari ini aja, kok. Kan, hari ini dia masih off!" jelas Ranis.

"Terus Citranya kemana?"

"Tadi katanya, Citra mau ke Gula-Gula Bakery, Pak!" jawab Ranis.

"Ke Gula-Gula Bakery? Mau ngapain? Ketemu sama klien?" tanya Yudhis beruntun.

"Bukan," Ranis menggeleng. "Citra mau ketemu sama Nenanya, Pak!"

BATASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang