Bab 49

871 58 6
                                    

Hari ini matahari bersinar malu-malu. Ramalan cuaca mengatakan, hujan akan mengguyur kota Singapura sore ini. Sepertinya itu benar. Awan-awan mendung mulai menggantung menutup birunya langit siang itu.

Citra menikmati pemandangan kota pandat penduduk itu dari balik kaca kamar apartemennya. Ah, bukan. Apartemen Candra lebih tepatnya. Sudah hampir satu jam gadis itu diam berdiri di sana. Sesekali nona Perwira itu menghela nafas panjang dengan mata yang tak pernah beralih ke arah lain.

"Bosen!" gumam Citra mengeluh.

Bagaimana tidak bosan? Sudah satu bulan Citra berada di negara ini, selama itu pula Citra tak banyak berkegiatan. Dia tidak pernah pergi dari apartemen kecuali kalau Candra mengajaknya makan malam di luar.

Candra sendiri sejak tiba di Singapura, dia langsung disibukkan dengan berbagai urusan bisnisnya yang sempat tertunda akibat kepulangannya ke Indonesia kemarin. Dia jadi tidak punya banyak waktu untuk menemani Citra. Citra pun hanya bisa maklum. Dia sadar, pekerjaan Candra yang menumpuk di sini, secara tidak langsung juga disebabkan olehnya. Tapi...

Ayolah, Citra bukan orang yang betah berdiam diri. Selama satu bulan ini, untuk menghilangkan bosan, Citra akan berjalan-jalan mengitari apartemen, makan siang di kafetaria bawah, atau mencoba berinteraksi dengan tetangga yang kebetulan sedang lewat. Candra melarangnya keluar dari gedung, takut hilang, katanya. Namun itu semua tak cukup menghilangkan bosannya.

Beberapa hari ini, Citra mulai merecoki Ranis dengan meneleponnya setiap lima belas menit sekali, hanya untuk menghilangkan bosan. Dia tidak akan berhenti sebelum Ranis mengeluarkan omelan panjangnya. Citra bisa membayangkan tampang kesal Ranis saat mengomel, pasti sangat mengibur kalau bisa melihatnya secara langsung.

Tapi hari ini Citra tidak bisa mendapat hiburannya. Nomor ponsel Ranis sedari pagi tidak aktif. Membuat Citra kesal, tapi juga merasa cemas. Tidak biasanya Ranis menonaktifkan ponselnya. Dia tidak pernah bisa hidup tanpa ponsel. Tapi kenapa dengan hari ini? Apa itu karena Citra? Saking kesalnya diteror tiap saat oleh Citra, Ranis langsung membanting ponselnya hingga hancur berkeping-keping? Oke, itu berlebihan!

Tetap saja, ini bukan kebiasaan Ranis sekali. Citra berteman dengan gadis itu sudah sangat lama, bahkan dari mereka masih batita. Tentu Citra sangat tahu bagaimana tabiat dan kebiasaan sahabatnya itu.

Ting! Tong!

Bel apartemen berbunyi. Citra menoleh ke arah pintu dengan dahi berkerut. Selama dia tinggal di sini, belum pernah ada tamu yang berkunjung kecuali kurir pengantar makanan. Dan Citra tidak merasa memesan makanan hari ini.

Candra sendiri tidak pernah menemui tamu di apartemen pribadinya. Kalau ada yang ingin bertemu, sepupu Citra itu pasti menyuruh orang itu ke kantor atau bertemu di tempat lain. Lalu, siapa yang berkunjung?

"Apa Candra? Ngapain dia pulang jam segini?" monolog Citra.

Citra baru akan beranjak membukakan pintu, kalau saja dia tidak ingat sesuatu.

"Candra, kan, tau password pintunya. Ngapain dia mencet bel segala?" heran Citra. "Apa bukan Candra?"

Segera saja Citra meneruskan langkahnya lalu membukakan pintu apartemennya dengan cepat. Gadis itu langsung terbelalak ketika mendapati orang yang sedari tadi di cemaskannya kini sudah di depan pintu.

"Ranis!" pekik Citra sembari berhambur memeluk sang sahabat. "Lo bikin gue khawatir, tau nggak?!"

Ranis terkekeh sembari melepas pelukan Citra, "Kenapa? Karena HP gue nggak aktif? Kan, di pesawat nggak boleh main HP!"

"Tetep aja, lo harusnya ngabarin gue dulu kalo mau ke sini!" omel Citra.

"Kan, gue mau ngasih surprise!"

BATASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang