Bagian 29

374 35 6
                                    

Seharusnya Citra sudah tahu hal ini akan terjadi cepat atau lambat. Yudhistira Mahadana, sejak awal pernikahan laki-laki itu memang sudah bersikap ketus pada Citra. Tapi setelah dirinya pulang dari rumah sakit, sang suami semakin dingin terhadapnya.

Nyatanya Citra belum terlalu mempersiapkan diri walau dia tahu sejak awal. Pikirannya banyak menerka tentang perubahan sikap Yudhis itu. Apakah dia ada berbuat salah pada suaminya? Atau perubahan ini ada kaitannya dengan peristiwa di masa lalu keduanya?

Seperti yang sudah dikatakan Santi, dua hari setelah Citra keluar dari rumah sakit, Arnesh Perwira mengadakan jamuan makan malam di kediamannya sebagai wujud rasa syukur atas kesembuhan Citra dan kehamilan Kirana. Hanya jamuan kecil-kecilan yang mengundang keluarga dan kerabat dekat saja.

Citra sedang dalam perjalanan ke sana bersama Yudhis. Indy tidak bisa ikut karena ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkannya. Jadilah kini pasangan suami istri itu duduk berdua di dalam mobil sang CEO dengan berselimut keheningan.

Tak ada yang berinisiatif memulai pembicaraan. Yudhis yang tidak ingin banyak bicara pada Citra. Juga Citra yang takut untuk sekedar mengatakan sepatah kata. Jadilah perjalanan mereka hanya diiringi suara deru AC dan suara halus mesin mobil mewah itu.

Drrrtt drrrttt drrrtt

Dering ponsel milik Citra memecah hening. Segera si empu merogoh benda persegi tipis di dalam tasnya dan menerima panggilan masuk itu segera, takut mengusik seseorang di sampingnya.

"Ya, Can?"

....

"Gue udah di jalan."

....

"Iya, bentar lagi nyampe."

.....

"Oke. Bye!"

Citra mengakhiri sesi panggilannya. Melirik sekilas pada Yudhis, lalu menghela nafas.

"Dari Candra. Dia ngasih tau kalo acaranya udah mau dimulai," info Citra tanpa menunggu ditanya.

Yudhis sendiri memilih tetap bungkam dan tak memberikan tanggapan apapun. Citra pun tak ingin meributkan keterdiaman Yudhis. Biarkan saja. Dengan Yudhis mau datang ke acara keluarganya saja, Citra sudah sangat bersyukur. Itu berarti laki-laki yang berstatus sebagai suaminya itu masih menghargai keluarganya. Iya, kan?

Yudhis menambah kecepatan laju mobilnya. Tidak ada 15 menit mereka sudah sampai di tempat tujuan yang ternyata sudah ramai. Keduanya turun dari mobil lalu mulai beranjak masuk. Sebelum mereka melangkah melewati pintu utama, Yudhis menghentikan langkahnya, membuat Citra ikut berhenti dan menatapnya keheranan.

"Kenapa, Mas? Ada yang kelupaan?"

Yudhis menoleh, menatap Citra dengan tatapan yang membuat gadis itu merasa kurang nyaman, datar dan tajam.

"Saya datang ke sini atas permintaan Mami. Karena Mami nggak ada di sini, jadi jangan harap saya akan beramah tamah di dalam sana!" ujar Yudhis.

Citra tertegun sejenak. Ada rasa sakit yang seketika muncul akibat perkataan sang suami. Tapi dia memilih mengesampingkan perasaan itu lalu mengangguk, "Aku ngerti. Kamu mau ke sini pun aku udah berterimakasih!"

"Dan satu lagi, saya nggak bisa lama-lama berada di acara seperti ini. Jadi, kamu tau apa yang harus kamu lakuin, kan?"

Sekali lagi Citra mengangguk paham, "Nanti aku ijin Papi buat pulang lebih awal!"

Setelah mendengar jawaban Citra, Yudhis berpaling lalu lanjut melangkah masuk dengan gaya angkuhnya. Sedang Citra yang membuntut di belakang kini menghela nafas pasrah.

BATASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang