Bagian 8

569 44 0
                                    

'A-apa Citra yang....' Yudhis benar-benar di antara rasa percaya dan tidak percaya. 'aitu nggak mungkin Citra, kan?'

'Citra itu orang yang bertanggung jawab sama semua yang dia lakuin. Apa mungkin dia orangnya? Atau dia punya sodara yang lain selain pak Cakra?' batin Yudhis bertanya-tanya.

"Yudhis, kamu kenapa?" tanya Indy yang seketika membuyarkan lamunan Yudhis. "Kamu pucat, kamu sakit?"

"Oh, e-enggak, Mi!" Yudhis menggeleng. "Cuma agak capek sedikit. Mungkin karena kemaren sempat lembur, banyak kerjaan."

"Kamu bener-bener pekerja keras, ya, Yudhis!" puji Santi.

Yudhis hanya tersenyum kecil untuk menanggapi pujian Santi. Pikirannya tengah terombang-ambing, membuat moodnya jadi anjlok seketika. Atensinya kini beralih pada Citra yang ternyata juga tengah menatapnya.

"Citra, kalo boleh tau kamu itu berapa bersaudara?" tanya Yudhis.

"Saya cuma dua bersaudara sama kak Cakra, Pak!" jawab Citra jujur.

Kepala Yudhis semakin berdenyut, 'J-jadi, bener, Citra orangnya! Dia yang udah bikin papi meninggal!' batinnya.

Yudhis mengusap wajahnya sembari mengatur nafasnya yang seketika menyesak. Yudhis benar-benar diberi kejutan spektakuler.

Hari ini memang benar-benar hari istimewanya. Hari dimana dia melamar orang yang sudah menyebabkan papinya kecelakaan dan meninggal.

"Memangnya kenapa, Pak? Ada yang ngaku-ngaku jadi adik atau kakak saya?" tanya Citra dengan wajah polosnya.

"Oh, enggak!" Yudhis tersenyum kecil. "Cuma tanya aja, kali ada saudara yang lain, yang belum saya kenal!"

"Kamu perhatian banget sama Citra," bisik Indy pada sang putra semata wayang.

"Cuma pengen tau aja, Mi! Nggak salah, kan?"

"Enggak, dong! Mami malah seneng kamu bisa kenal Citra lebih jauh lagi," Indy mengusap bahu Yudhis lembut.

'Yudhis bahkan udah tau dia lebih jauh dari yang mami kira. Dia dulu nggak sebaik yang kita kenal sekarang, Mi!' batin Yudhis.

"Apa kabar, Pak Yudhistira Mahadana?" sapa Cakra saat dirinya sudah berdiri tak jauh dari tempat Yudhis duduk.

Yudhis berdiri dan segera menghampiri Cakra untuk berjabat tangan, "Kabar saya sangat baik, Pak Cakra Perwira!"

Sembari bersalaman, dua orang pimpinan perusahaan multinasional terbesar di Jakarta itu saling mengunci pandangan. Tapi tak lama Cakra lebih dulu menarik tangan dan memasukkan keduanya ke dalam saku celana.

Cakra menaikkan sebelah alisnya, "Jadi anda, orang yang berani melamar adik kesayangan saya?"

Yudhis menyeringai sinis, "Kenapa harus nggak berani? Saya nggak pernah takut sama apapun dan siapapun!"

"Anda sangat percaya diri sekali, ya!" balas Cakra tak kalas sinis.

"Saya memang sangat percaya dengan diri saya sendiri!"

Andai Cakra tidak ingat harus menjaga sikap di depan tamu, ingin sekali dia mengeluarkan sumpah serapah atas kesombongan tuan muda Mahadana itu. Lebih lagi, laki-laki di depannya itu adalah calon suami adiknya. Dia harus pandai-pandai menahan emosi agar tidak membuat Citra malu dan sedih.

BATASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang