Bagian 21

664 52 7
                                    

Yudhis baru bangun tidur ketika netranya tak mendapati soksok Citra berada di dalam ruang kamarnya. Mata Yudhis mengerling pada sudut ruangan. Pintu kamar mandi kamarnya terbuka, pertanda Citra tidak juga berada di dalamnya.

Tangan pria itu kemudian terulur untuk meraih ponsel yang tergeletak di atas nakas tak jauh dari tempat tidur. Dilihatnya jam yang terpampang di layar ponselnya.

"Masih jam 6. Kemana cewek itu?" gumam Yudhis dengan suara serak khas orang baru bangun tidur.

Yudhis segera beranjak dari tempat tidur dan berjalan keluar kamar. Tujuan utamanya ruang makan. Biasanya Citra akan ada di sana menemani maminya sarapan kalau pagi. Bukan Yudhis mencari karena khawatir, hanya memastikan saja gadis itu baik-baik saja.

Sejak semalam sikap Citra begitu berbeda, tidak seperti biasanya. Citra yang dikenal Yudhis begitu cerewet dan selalu kelebihan energi untuk sekedar mendebatnya. Tapi semalam yang terlihat, gadis itu begitu murung dan lebih pendiam. Bukan apa, Yudhis hanya aneh saja dengan perubahannya.

Langkah Yudhis berhenti di depan meja makan, tapi netranya tak menangkap presensi orang yang dicarinya. Hanya Ada Indy yang duduk sendirian sembari sibuk dengan sandwich-nya.

Merasa ada seseorang yang memperhatikan, Indy pun menoleh. "Udah bangun, Dhis?"

"Pagi, Mi!" sapa Yudhis sembari mendudukkan diri berseberangan dengan Indy.

"Pagi!" balas Indy. "Sarapan?"

Yudhis mengangguk, "Iya, Mi!"

Yudhis mengerlingkan pandangannya, memastikan adakah sosok lain di sekitar mereka. Tapi hasilnya nihil, Citra tidak ada di sana. Atensinya pun kembali pada sosok  wanita tengah baya di depannya.

"Mami ada liat Citra nggak? Tadi Yudhis bangun, Citra udah nggak ada di kamar," tanya Yudhis.

"Udah berangkat setengah jam lalu," jawab Indy, lalu melahap sandwich yang telah dia potong kecil-kecil.

"Berangkat?" kening Yudhis berkerut. "Berangkat kemana, Mi?"

"Ya, ke kantornya, dong!" terang Indy. "Katanya dia harus prepare buat kerjaan pagi ini, makanya dia harus berangkat lebih awal."

'Oh, iya! Kan, hari ini ada pemotretan buat iklan di kantor Mahadana. Tapi, bukankah ini terlalu kepagian?' batin Yudhis.

"Emangnya Citra nggak pamit sama kamu?" tanya Indy.

Yudhis menggeleng, "Enggak. Mungkin dia nggak enak mau bangunin Yudhis tadi."

"Mami lihat kayanya komunikasi antara kamu sama Citra itu kurang, loh, Dhis! Padahal komunikasi itu sangat penting dalam suatu hubungan, apalagi pernikahan!" ujar Indy.

"Kok mami bisa mikir begitu?"

"Kemaren pagi kamu juga berangkat kerja tanpa pamit sama Citra, kan?"

"Kok Mami bisa tahu?"

"Citra tanya ke Mami!"

"Tumben!" cibir Yudhis. "Biasanya dia nggak pernah nanya-nanya Yudhis mau kemana!"

"Sebenernya dia cuma mau tanya, kamu biasa nyimpen kertas kosong dimana. Buat ngerjain kerjaan dia katanya!" terang Indy.

"Terus?"

"Terus mami suruh aja Citra nyari ke ruang kerja kamu!"

"Apa?!" Yudhis terbelalak. "Mami nyuruh Citra masuk ke ruang kerja Yudhis?"

Indy menatap putranya heran, "Memangnya kenapa? Kan, Citra istri kamu!"

"Y-ya, iya, tapi..."

'Apa Citra nemuin sesuatu di ruang kerja gue? Apa jangan-jangan ini ada kaitannya sama perubahan sikap Citra semalem?' tanya Yudhis dalam hati.

BATASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang