Bagian 31

422 42 10
                                    

Yudhis menghampiri Indy yang tengah menikmati sarapannya di ruang makan, mencium pipi sang Mami, lalu duduk di samping wanita tengah baya itu.

"Pagi, Mi!" sapa Yudhis sembari mencomot roti isi yang masih utuh dari atas piring Indy.

"Nyenyak tidurnya?" tanya Indy tanpa beralih fokus dari roti di tangannya.

Yudhis yang sedang menikmati sarapannya, menghentikan gerakan mengunyahnya sejenak sembari menatap Indy. Ada yang aneh dengan nada suara maminya. Dingin dan sedikit... Ketus? Ah, atau hanya perasaan Yudhis saja?

"Citra tadi berangkat ke kantornya pagi-pagi banget. Kayanya nggak sempet pamit sama kamu. Dia buru-buru tadi," info Indy tanpa ditanya.

"Oh!" Yudhis hanya membalas singkat lalu kembali menikmati rotinya. Mengabaikan pertanyaan-pertanyaan yang sempat muncul di kepalanya tadi.

Indy melirik Yudhis sekilas, "Mami nggak habis pikir sama kamu, Dhis! Gimana bisa kamu bikin Citra sampe nangis kaya semalam? Siapa yang ngajarin kamu ninggalin istrimu yang lagi sedih begitu? Papimu dulu bahkan nggak akan tega bikin Mami cemberut!"

Yudhis mendengus sembari meletakkan rotinya di atas piring di depannya, "Jadi, dia ngadu sama Mami?"

Seketika Yudhis mendapat tatapan tajam dari Indy, "Apa-apaan sikapmu itu?"

"Mi, sebaiknya Mami nggak usah ikut campur. Ini urusan Yudhis sama Citra, jadi..."

"Jadi kamu pengen Mami lihat menantu kesayangan Mami setiap hari nangis gara-gara anak Mami? Kamu berharap Mami diem aja saat rumah tangga anak Mami lagi nggak baik-baik aja? Kamu pikir Mami bakal biarin kamu dengan sikap arogansimu itu dan nyakitin seorang wanita?" cecar Indy.

"Mami nggak tahu letak masalahnya! Mami juga nggak akan ngerti gimana rasanya ada di posisi Yudhis!" Yudhis menaikkan nada bicaranya, emosinya sedikit terpancing.

"Mana bisa Mami tahu dan ngerti kalo kamu nggak cerita apapun ke Mami? Kamu kira Mami cenayang?"

Yudhis menghela nafas mencoba menenangkan diri, "Udahlah, Mi! Yudhis lagi nggak mau bahas apapun, terutama soal Citra."

"Setahu Mami, kamu itu orang yang paling berkomitmen dan bertanggung jawab setelah Papi kamu. Tapi kenapa sekarang kamu keras kepala begini? Apa ini yang bikin kamu susah dapet pacar dulu sebelum nikah?" omel Indy.

"Mi, stop!"

"Kamu yang harus berhenti sama sikapmu itu, Yudhis! Mami nggak suka kamu menyakiti hati seorang wanita, siapapun itu!" tegas Indy.

"Tapi dia lebih dulu nyakitin kita jauh sebelum ini, Mi!"

Kening Indy berkerut dalam, "Apa maksudmu? Citra pernah menyakiti kita? Bahkan kita baru kenal kurang dari sebulan sebelum pernikahan kalian!"

Astaga, Yudhis hampir saja kelepasan. Emosinya hampir meluap karena Indy terus membela orang yang dia pikir telah merenggut nyawa kepala keluarga Mahadana dan membuat Yudhis serta Indy terpuruk dalam kesedihan. Baiklah, Yudhis harus segera mengakhiri perdebatan ini sebelum mulutnya kembali berulah akibat otaknya yang sedang tak lurus.

Yudhis berdiri sembari sedikit membenahi jasnya, "Yudhis berangkat, Mi!"

"Yudhis, kamu belum jelasin ke Mami..."

"Lain kali Yudhis jelasin, ini bukan waktu yang tepat!" sahut Yudhis.

Indy mendengus, "Terserah kamu aja! Yang jelas, Mami mau kamu segera baikan sama Citra! Kasihan dia sampe nangis sesenggukan semalem karena bertengkar sama kamu. Dia kayanya ngerasa bersalah banget sama kamu!"

"Nanti Yudhis pikirin! Yudhis pergi!"

Yudhis pun segera melenggang pergi. Dia sepertinya butuh segelas kopi untuk menenangkan diri.

BATASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang