Bagian 23

436 38 0
                                    

Menjadi putri bungsu dari keluarga terkemuka dan kaya raya, tentu membuat hidup seorang Citra Maharani Perwira selalu dilimpahi kasih sayang, kemewahan, dan kebahagiaan.

Semua orang menyayangi Citra. Kakek, nenek, Nena, papa, mama, kakak, hingga sang sepupu, semua memperlakukan Citra bak peri kecil yang harus selalu dijaga. Mereka tak membiarkan Citra sakit atau terluka baik fisik maupun batin.

Citra selalu dimanjakan, dengan mudah mendapatkan apa yang dia mau. Dia sama sekali tidak pernah dibentak atau dipukul. Tidak pernah merasakan kesedihan yang berlarut, ketakutan hingga trauma, atau tertekan akibat suatu keadaan yang menyudutkannya. Dia hanya boleh bahagia.

Semua berubah setelah Citra dinikahi oleh Yudhistira Mahadana, seorang CEO muda dari perusahaan yang tak kalah besar dari milik keluarganya. Bukan karena Yudhis memperlakukannya dengan tidak baik. Tapi alasan dibalik pernikahan mereka, mengharuskan Citra untuk selalu terlihat baik-baik saja, terutama di depan keluarganya.

Cakra dan Candra, dua laki-laki beda usia itu adalah garda paling depan yang akan mati-matian melindungi Citra. Pernikahan Citra yang sangat mendadak agaknya membuat dua orang itu menaruh curiga, untuk itu Citra harus bisa meyakinkan dua orang yang begitu protektif padanya itu kalau dia akan bahagia dengan pernikahannya.

Kenyataannya kebahagiaan itu seakan hanya bualannya belaka.

Selain alasan Yudhis yang menikahinya atas permintaan maminya, juga alasan Citra menerima lamaran Yudhis demi keutuhan rumah tangga sang kakak, fakta yang baru saja diketahui oleh Citra, membuat gadis itu benar-benar merasakan takut dan tertekan.

Penyebab papi Yudhis celaka hingga meninggal adalah salah satu mobil yang disewakan di travel milik papanya--entah siapa yang mengemudikannya. Dan lebih buruk lagi, mobil itu diatas namakan dirinya. Citra takut, dirinya yang akan dituduh dan dihukum atas perbuatan yang tidak dilakukannya.

Citra seharusnya bisa meminta bantuan Cakra maupun Candra untuk membantunya membuktikan kalau dia tidak bersalah. Tapi kembali lagi pada alasan kenapa Citra mau menikah dengan Yudhis yang tidak mencintainya. Lebih dari itu, nama baik keluarganya dipertaruhkan kalau-kalau terjadi sesuatu yang buruk pada rumah tangganya.

"Ngelamun lagi!"

Celetukan Ranis menyentak Citra yang tengah melamun di balik meja kerjanya.

"Sejak jadi istri orang, lo kenapa jadi sering ngelamun, sih?" tanya Ranis sembari mendudukkan diri di depan meja kerja Citra. "Nggak mungkin mikirin duit belanjaan yang kurang, kan? Suami lo kan orang kaya!"

Citra mendengus, "Emangnya orang ngelamun itu harus tentang duit?"

"Ya, abisnya, lo ngelamun udah kaya ibu-ibu mikir utangan!"

Citra tak membalas perkataan Ranis. Lagi-lagi Citra kembali hanyut dalam lamunannya, hingga membuat Ranis berdecak kesal.

"Woy!"

Citra berjengit kaget, lalu menatap tajam pada sang asisten, "Apaan, sih, Nis?!"

"Lo itu yang apaan! Hobi banget ngelamun? Kenapa? Lagi ada masalah?" cecar Ranis.

Citra menghela nafas, seketika menyadari sikapnya yang mengundang curiga.

"Nggak ada!" Citra menggeleng. "Cuma lagi pengen ngelamun aja!"

"Ngelamun kok dipengenin!" cibir Ranis. "Baju brand LP keluaran terbaru, tuh, dipengenin!"

Citra hanya melirik sinis saja, tak berniat membalas cibiran Ranis.

"Serius, deh, Cit! Lo kenapa akhir-akhir ini makin sering ngelamun, sih?" kali ini Ranis memasang wajah serius.

"Mikirin kerjaan!" sahut Citra sekenanya.

BATASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang