Bagian 24

408 34 6
                                    

Cakra Bagaskara duduk tenang di balik meja kerjanya, tapi tidak dengan pikirannya. Terlihat dari rahangnya yang mengeras, tangan kirinya yang mengepal di atas meja, serta tatapannya yang menajam, menandakan anak sulung dari pemilik Samudera travel itu tengah menahan luapan emosinya.

Apa yang baru saja disampaikan pemuda yang kini duduk di sofa ruangannya dengan santai, sungguh membuatnya terkejut. Rahasia yang bertahun-tahu sudah ditutupnya rapat-rapat nyatanya mulai tercium bau bangkainya, apalagi oleh seseorang yang amat sangat dijaganya selama ini.

"Nggak mungkin Citra nanyain itu kalo nggak ada pemicunya. Pasti ada seseorang yang nyinggung masalah itu, sampe dia keinget lagi!" terka Cakra.

Atensinya beralih pada lawan bicaranya, "Menurut lo gimana, Can?"

Adi Candra Sanjaya, dia benar-benar menemui Cakra untuk meminta pendapat tentang Citra yang memintanya menceritakan mengenai kecelakaan yang sempat menyinggung nama gadis itu beberapa tahun lalu.

Dia sudah berjanji pada sepupu perempuan kesayangannya itu, tentu dia akan menepatinya kalau itu memang tidak akan berdampak buruk pada banyak orang, termasuk Citra sendiri. Untuk itu Candra memerlukan pertimbangan Cakra sebagai salah seorang yang mengetahui perihal kecelakaan itu.

"Kalo lo tanya gue, gue rasa sejak awal Citra memang perlu tau semuanya. Dulu gue pernah saranin ini ke lo, tapi lo tolak dengan alasan takut Citra kepikiran. Tujuan gue, buat menghindari kejadian begini ini, Bang!" ujar Candra.

Cakra menghela nafas panjang, "Gue takut kalo Citra tau semuanya, dia bakal ngorbanin dirinya sendiri, Can. Lo tau sendiri gimana dia!"

Candra sedikit merenung. Apa yang dikatakan Cakra memang ada benarnya. Citra dengan pemikiran absurdnya, bisa saja menyerahkan dirinya sendiri. Apalagi itu berkaitan dengan keluarga yang amat dikasihinya.

"Jadi, lo bakal ceritain semuanya ke Citra?"

Candra mengangguk, "Dengan begitu, gue jadi bisa tanya lebih jauh tentang alasan dia nanyain kejadian itu. Dia nggak akan ngomong kalo kita nggak mancing dia buat cerita!"

Cakra mengangguk setuju, "Apa perlu kita minta pendapat ke om Arthur juga? Gimanapun, dia lebih banyak turun tangan waktu itu."

"Gue rasa itu perlu. Citra nggak akan berhenti di kita. Seandainya cerita gue nanti nggak cukup memuaskan, pasti dia bakal cari tahu ke sumber yang lain."

Cakra menghela nafas sembari menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, mencoba menghilangkan ketegangan di hatinya.

"Jadi, kapan lo bakal cerita ke Citra?" tanya Cakra selanjutnya.

Candra berpikir sejenak, "Lebih cepat, lebih baik!"

***

Perwira Travel, perusahaan yang menyewakan jasa transportasi yang sudah berdiri lebih dari tiga puluh tahun lamanya. Namanya sudah sangat besar dan terpercaya dengan banyak armada yang disewakan, mulai dari city-car hingga bus-bus besar yang bisa membawa puluhan orang.

Didirikan oleh tuan Perwira yang seharusnya diturunkan pada putra kandung satu-satunya, Arnesh Perwira. Namun karena sang putra memilih mengelola travel rintisannya sendiri, dan lebih banyak membantu perusahaan sang istri, tuan Perwira meminta sang anak angkat, Arthur Perwira, untuk memegang travel itu.

Arthur sendiri adalah anak dari adik perempuan tuan Perwira. Kedua orang tua Arthur meninggal akibat kecelakaan saat dia masih kecil. Karena sang ayah anak tunggal, tidak ada keluarga yang bisa merawat Arthur dari pihak mendiang ayahnya. Jadilah tuan Perwira, yang merupakan kakak dari ibunya, dengan tangan terbuka menerima dan merawatnya.

BATASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang