***
Pagi harinya,
Pagi hari yang begitu cerah, matahari yang bersinar begitu terang, dan bunyi kendaraan yang sangat berisik. Pagi ini Adel barusaja berangkat ke sekolahnya, dan tanpa menunggu waktu lama, akhirnya dia sudah sampai di sekolahnya.
Omong-omong soal tadi malam, malam itu Arkan mengantarnya pulang sampai depan rumah tanpa masuk kedalam dengan alasan nggak enak sama tetangga. Adel juga tidak mengerti kenapa Arkan bisa sebaik itu, apalagi dari caranya, Arkan benar-benar lembut kepadanya, ah sudahlah tidak penting juga membahas ini.
Adel baru saja memarkirkan mobilnya diparkiran khusus mobil. Dan ketika dia membuka pintunya, di sampingnya itu sudah ada lelaki berambut cepak yang baru juga keluar dari mobilnya.
Mereka berdua saling menatap satu sama lain. Mata Adel langsung membelalak terkejut ketika melihat orang itu.
"Lo?" beo Adel.
Iya, lelaki itu adalah lelaki yang kemarin menimpuk kepalanya menggunakan bola volly tanpa mau meminta maaf.
Lelaki yang kerap dipanggil Darka itu, dia hanya memutar bola matanya malas melihat wajah Adel. Darka juga tidak menanggapi ucapannya.
Namun disaat Darka ingin pergi, Adel sudah dulu mencegahnya dengan cara memegang pergelangan tangannya. Refleks Darka kaget dan langsung menepis kasar tangan Adel.
"Kening lo luka?" tanya Adel disaat tidak sengaja melihat ada goresan luka yang cukup lebar dikening pemuda itu.
"Bukan urusan lo!" bentak Darka dengan sorot mata yang dingin.
"Bentar." jedanya sambil membuka kembali pintu mobilnya dan mengambil satu plester dan juga satu kapas kemudian menutup pintunya kembali. "Nih." sambungnya sembari menyodorkan plester dan kapasnya.
"Nggak butuh." tolak Darka ketus.
"Gue tahu lo butuh, udah ambil aja. Kalau nggak diambil, luka lo bisa infeksi."
Darka tidak menanggapinya, dia malah melangkahkan kakinya, namun sebelum dia melangkah lagi-lagi Adel menahannya dan menarik lengannya sehingga posisi mereka kini sangat dekat.
Tanpa babibu Adel langsung membersihkan luka itu menggunakan setetes air botol punyanya dan mengelap bekas darahnya dikening Darka dengan hati-hati.
Sedangkan Darka, lelaki itu diam tak berkutik. Dia malah menatapi wajah Adel secara inci. Entah kenapa jantungnya malah berdegup begitu kencang karena perlakuan Adel.
"Lo itu sama banget seperti Arkan. Dingin, nggak mau minta maaf ketika salah, dan selalu sok kuat," ucap Adel sambil menempelkan plesternya ke kening Darka. "Nanti setelah lo di rumah, lo bisa copotin plesternya dan kompres pakai air panas." sambungnya.
"Kenapa lo nggak jadi Dokter aja?" tanya Darka tiba-tiba.
"Hah?" beo Adel tidak mengerti.
"Lo nggak cocok jadi seorang pelajar, tapi lo lebih cocok jadi Dokter yang sok tahu."
Setelah mengatakan itu, Darka langsung beranjak pergi meninggalkan Adel. Sedangkan Adel, dia hanya menghela nafasnya kasar. Dasar pemuda kasar, pemuda itu persis sekali seperti Arkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARKAN [END]
Teen Fiction[Series story of Rajendra family] (Bisa dibaca terpisah) [FOLLOW SEBELUM BACA] Bagi Arkan, Adel adalah pengganggu. Bagi Adel, Arkan adalah pelindung. Arkan yang tidak suka diusik, dan Adel yang suka mengganggu Arkan setiap saat. Saat malam itu A...