Bab 22

7.6K 777 58
                                    

***

Sekarang Arkan sudah di tangani oleh para Medis rumah sakit. Arkan dimasukan kedalam ruang ICU karena keadaannya yang memang benar-benar darurat, bahkan Dokter juga sempat bilang kalau tekanan darah nya menurun akibat pengeluaran darah yang cukup banyak.

Sedangkan Adel, ia hanya bisa menangis dan terus berdoa agar Arkan bisa baik-baik saja. Dia tidak akan mau jika Arkan meninggalkannya begitu saja, tidak pokoknya dia tidak mau itu terjadi.

Adel duduk di kursi panjang bersama keempat temannya Arkan yang terus memasang dengan muka gelisah dan cemas.

Edo dan Putra saling menatap satu sama lain setelah melihat ke arah Adel yang sekarang masih saja menangis dengan sesegukan. Putra pun berjalan menghampiri nya.

"Del, udah. Kalau lo terus-terusan nangis seperti ini, kita nya juga ikut khawatir," ucap Putra.

Adel mendongak dengan mata sembab. "A-arkan bakal baik-baik aja, kan?"

"Iya, gue yakin dia baik-baik aja. Lo tahu kan Arkan itu orangnya gimana? Dia nggak akan selemah ini, dia pasti bisa lawan semua rasa sakitnya."

"Tapi gue nggak yakin... G-gimana kalau ternyata Arkan nggak kuat? Terus dia lebih memilih menyerah dibanding--"

"Del, kalau lo bicara seperti itu, sama aja lo nyumpahin Arkan buat mati." suara nya sedikit membentak dan tegas, dan yang mengucapkan itu adalah Rasyid.

Mereka saling menatap ke arah Rasyid. Rasyid yang sedaritadi hanya melipat kedua tangannya didepan dada dengan ekspresi nya yang datar.

"Gue nggak nyumpahin dia mati." elak Adel tak terima.

"Ck, nggak mau ngaku."

"Syid, udah. Nggak usah bikin keadaan makin rumit, lebih baik lo tutup mulut lo dibanding buat keributan disini." pungkas Putra.

"Lo ngebela dia?"

"Gue nggak ngebela, tapi gue hanya memperingatkan lo."

"Gue nggak butuh di peringatin."

Akbar yang melihat Putra dan Rasyid saling berceloteh, akhirnya dia menghela nafasnya kasar. "Bisa diem nggak?!" pekiknya.

Keduanya pun langsung terdiam mendengar bentakan dari Akbar. Mereka memandang aneh ke arah pemuda itu, sedaritadi pemuda itu terus memasang wajah dingin yang tidak seperti biasanya.

Aneh sih memang, tapi mereka juga tidak tahu apa sisi sebenarnya yang dimiliki oleh Akbar, apalagi tentang hubungan mereka dengan Adel.

Dan beberapa jam sudah berlalu. Akhirnya sang Dokter pun keluar dari ruangan nya yang langsung menarik perhatian mereka semua, Adel yang awalnya sedang bersandar sambil terus meneteskan air matanya, dia pun ikut langsung berdiri menghampiri sang Dokter.

"Dok, gimana keadaan Arkan?" tanya Adel dengan wajah panik.

"Dia masih belum sadar, tetapi kami sudah mengeluarkan peluru yang berada di tubuhnya itu. Dan sepertinya pasien ini orang yang kuat sampai bisa melawan semua rasa sakitnya," jelas Dokter memberitahu.

"Tapi dia baik-baik aja?" tanya Putra.

"Alhamdulillah, berkat izin Tuhan pasien bisa melewati semuanya dan baik-baik saja. Walaupun tadi dia sempat kekurangan darah, tapi untungnya pihak rumah sakit masih tersedia golongan darah untuk si pasien ini." jedanya sambil tersenyum ramah. "Mungkin kalian bisa menunggu dia sampai sadar kembali, tetapi untuk soal lukanya mungkin akan sembuh dengan waktu yang cukup lama." sambungnya.

ARKAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang