Semester dua terasa jauh lebih menegangkan karena semua beban tugas akhirnya mulai berdampak padaku, terutama Hermione. Setiap malam, tanpa absen, aku selalu duduk di sudut ruang rekreasi dengan beberapa meja dipenuhi buku-buku, grafik Aritmancy, kamus-kamus Rune, diagram-diagram muggle sedang mengangkat barang-barang berat, dan bertumpuk-tumpuk catatan panjang. Untung saja aku masuk ke dalam asrama yang nyaris seluruh penghuninya lebih mementingkan pelajaran dan nilai, setidaknya kami semua bisa saling memahami satu sama lain betapa menyebalkan jika ada yang mengganggu di tengah-tengah mengerjakan tugas.
Terkadang Hermione sering mengeluh padaku mengenai kebisingan yang diciptakan oleh anak-anak Gryffindor di saat ia sedang membaca buku-bukunya, dan tentu saja itu membuat konsentrasinya buyar. Ia sangat berharap perpustakaan buka selama 24 jam penuh, karena hanya di tempat itu ia bisa dengan tenang menyelesaikan tugasnya. Sebaliknya, Harry lebih disibukkan dengan latihan Quidditch karena porsi latihannya ditingkatkan menjadi lima kali seminggu, itu artinya dia hanya punya dua malam untuk mengerjakan semua tugasnya.
Saat ini keadaan di ruang rekreasi terlihat begitu tenang, murid-murid tahun ke lima dan ke tujuh berkumpul di satu titik, mereka sedang fokus mempersiapkan ujian OWL dan NEWT. Sedangkan aku duduk di tempat biasa bersama beberapa murid kelas satu dan dua mengelilingiku. Dengan serius, mereka mengerjakan essay-nya setelah aku selesai menjelaskan tentang beberapa tumbuhan sihir dan bagaimana cara merawatnya.
Memandang wajah polos mereka, setidaknya membuatku merasa terhibur hingga kemudian aku teringat akan tugas-tugasku sendiri yang belum kusentuh. Aku menyingkirkan karangan Arithmancy dan terjemahan Rune ke meja lain, menunggu tinta-nya mengering sebelum menggulung rapi perkamen itu. Kini saatnya aku menulis karangan Telaah Muggle, yang mana aku harus menjelaskan ‘mengapa Muggle memerlukan listrik?’
“Apa itu listrik dan kenapa muggles membutuhkannya?” gumamku sambil menopang wajah dengan salah satu tangan. Seperti biasa, Telaah Muggle membuatku harus memutar otak untuk mencari jawabannya lalu kepalaku akan berakhir pusing karena tak kunjung menemukannya.
“Mungkin karena mereka tidak bisa menggunakan sihir.” Celetuk Julian, anak kelas satu berdarah campuran, namun sejak lahir ia tinggal di dunia sihir.
“Pendapat yang bagus, Julian.” Kata-ku sambil tersenyum menatapnya. “Aku akan memikirkannya kembali.”
“Mereka menggunakan itu untuk menerangkan rumah dengan lampu, dan menyalakan semua benda-benda elektronik.” Sahut Violet, anak kelas dua keturunan muggle.
“Benarkah? Lalu apa itu benda-benda elektronik Violet?”
“Benda-benda yang hanya berfungsi jika diberi listrik.” Jawab Violet.
“Seperti, televisi, radio, perapian listrik, lampu, telepon.” Sambung Jake, murid kelas dua keturunan muggle juga. Beberapa di antara itu telah kudengar sebelumnya dari Hermione dan Harry, salah satunya telepon, mereka menggunakan benda itu untuk berbicara dengan seseorang yang berada di tempat lain. Kemudian televisi, benda itu menampilkan gambar-gambar bergerak namun aku belum sepenuhnya memahami cara kerjanya.
“Kelihatannya kaum muggle sangat bergantung pada listrik, lalu apa yang terjadi seandainya tidak ada listrik?” Tanyaku.
“Bisa dibilang begitu.” Jawab Diana, murid kelas satu berdarah campuran yang tinggal di dunia muggle sejak umur lima tahun. “Sepengalamanku, mereka memilih melakukan aktivitas yang tidak perlu menggunakan listrik, tapi tetap saja semuanya akan jauh lebih mudah jika ada listrik.”
“Terkadang aku mengeluh karena tidak bisa menonton tv.” Timpal Jake.
“Yeah, itu sangat membosankan.” Sahut Landon, murid kelas dua, kakak dari Diana. “Aku tidak bisa menonton Duck tales.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Belongs To Malfoy
Fanfiction15+ Ketika menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Hogwarts, semua yang Calla inginkan hanyalah memiliki teman dan menjadi murid berprestasi. Jatuh cinta adalah hal terakhir yang ia inginkan, bahkan itu tidak pernah sekalipun terlintas dalam piki...