“Kau sudah diizinkan keluar, Miller?” Sapaku, begitu melihat Ethan memasang jubah asrama Ravenclaw miliknya saat aku baru saja menginjakkan kaki di Hospital Wings. Lelaki itu berjengit kaget setelah mendengar suaraku, dan dengan ragu-ragu, ia memutar tubuhnya agar bisa melihat wajahku.
Aku menyunggingkan seutas senyum saat ia telah berdiri berhadapan denganku, mengabaikan kebingunganku selama tiga hari terakhir ini. Entah kenapa, Ethan selalu terlihat ketakutan saat aku berada di dekatnya. Padahal aku hanya berusaha mengobati luka-lukanya selama ia dirawat.
Ethan menelan ludah dalam-dalam, dan mengangguk kaku. “Madam Pomfrey sudah mengizinkanku keluar.”
“Tapi sepertinya luka-lukamu belum sembuh,” ia berjengit mundur saat aku memajukan tubuhku agar bisa mengamati luka-luka lebam di wajahnya.
“Ahh yaa... kelihatannya memang belum sembuh tapi rasa sakitnya sudah hilang,” jawab Ethan, cepat.
“Dan tentang cokelat pemberianmu—“
“Lupakan saja, kau bisa membuangnya.” Potong Ethan sebelum aku bisa mengatakan kalau seluruh cokelat itu langsung menghilang di hari yang sama dengan pertandingan Quidditch. “Aku pergi dulu, dan terimakasih telah merawatku.” Aku mengangguk dan lelaki itu berjalan keluar meninggalkan Hospital Wings yang kini telah kosong sepenuhnya.
Dengan perasaan bingung yang membuncah, aku membereskan tempat tidur yang sebelumnya digunakan oleh Ethan, mengganti seprai dan selimutnya dengan yang baru. Aneh sekali, seingatku dia tidak pernah berinteraksi dengan Draco. Tapi mengapa Draco menghajarnya seolah-olah ia telah melakukan kesalahan besar? Dan setelah kejadian hari itu, aku tidak pernah lagi melihat Draco dan teman-temannya di sekeliling Hogwarts bahkan di kelas sekalipun.
Astaga, aku merindukannya. Kalimatnya saat memintaku untuk mencari seseorang yang lebih baik darinya terus berdengung di otakku seperti segerombolan belalang. Seseorang yang lebih baik darinya? Apakah dia tidak tahu jika tidak ada yang lebih baik dari dia. Draco adalah lelaki terbaik yang pernah kukenal. Saat bersamanya, aku merasa utuh. Aku tidak takut akan terluka atau dimanfaatkan atau merasa kesepian, karena Draco akan selalu ada disana untuk mencintai dan melindungiku.
“Calla, sepertinya hari ini kau bisa menghabiskan waktumu dengan teman-temanmu.” Ucap Madam Pomfrey yang baru kembali dari ruangan Prof. McGonnagal.
“Apa tidak ada lagi yang bisa kulakukan disini untuk membantumu?” Madam Pomfrey mengambil alih seprai bekas yang baru saja ingin kulipat.
“Percayalah, kau sudah sangat membantuku dan aku merasa bersyukur sekali.” Ia menatapku dengan sorot teduh dan tersenyum lembut. “Tapi kau tidak bisa terus-menerus menghabiskan seluruh waktumu disini. Pergilah bersama teman-temanmu, kudengar Honeydukes mengeluarkan permen baru.”
Aku menghela napas dan tersenyum. “Baiklah, tapi kau harus memanggilku saat membutuhkan bantuan.”
“Pasti, sayangku.” Jawab Madam Pomfrey. “Aku tidak akan lupa impianmu yang ingin menjadi seorang healer.”
Saat aku beranjak pergi meninggalkan Madam Pomfrey di Hospital Wings, aku mendapati langit terlihat begitu gelap sore ini. Angin dingin yang menyentuh kulitku berhasil membuatku menggigil. Padahal seharusnya, bulan ini sudah memasuki musim semi, dimana suasana akan menjadi jauh lebih hangat dibanding bulan sebelumnya. Tetapi kini, hampir setiap hari langit diselimuti awan gelap, semakin menambah kengerian yang ada. Kengerian yang disebabkan oleh para pelahap maut.
Daily Prophet terus diisi oleh kabar ditemukannya tanda kegelapan, dan itu artinya seseorang telah dibunuh oleh para pelahap maut. Hampir setiap hari aku mengirimkan surat kepada orangtuaku meski mereka tidak langsung membalasnya. Aku khawatir karena mereka bekerja di kementerian, salah satu tempat yang berpeluang besar menjadi incaran para pelahap maut jika mereka ingin menguasai dunia sihir, lalu target berikutnya adalah Hogwarts. Dan Hogwarts telah menjadi tugas Draco.
![](https://img.wattpad.com/cover/256046607-288-k125238.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Belongs To Malfoy
Fanfiction15+ Ketika menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Hogwarts, semua yang Calla inginkan hanyalah memiliki teman dan menjadi murid berprestasi. Jatuh cinta adalah hal terakhir yang ia inginkan, bahkan itu tidak pernah sekalipun terlintas dalam piki...