Berita tentang Katie Bell yang terkena kutukan langsung menyebar ke seluruh sekolah setelah dia dipindahkan ke St. Mungo, Rumah sakit khusus penyakit dan luka-luka sihir. Berbagai cerita terus saja bermunculan, kebanyakan menduga-duga siapakah yang berniat mencelakai gadis malang itu. Dan selain kami berlima yang menyaksikan secara langsung kejadian hari itu, mereka tampaknya tidak tahu bahwa Katie bukanlah target yang disasar. Melainkan Profesor Dumbledore.
Selama beberapa hari terakhir, Ron dan Hermione selalu berpura-pura tuli setiap kali Harry menjelaskan teorinya bahwa Draco adalah Pelahap maut, dan dia juga lah yang memberikan kalung itu kepada Katie. Meski Hermione selalu mendelik menatapnya saat dia mulai mengangkat topik itu karena memikirkan perasaanku. Namun Harry tetap meneruskannya, karena ia ingin kami bertiga mempercayainya. Dan seperti biasa, aku hanya terdiam membisu, tidak ingin mereka mengetahui apa yang telah ku ketahui. Ditambah kini semuanya terlihat makin jelas, ucapan Draco malam itu, bahwa dia ditugaskan untuk membunuh seseorang. Tidak mungkin bukan kalau seseorang yang dimaksudnya adalah Profesor Dumbledore? Semakin aku berusaha menyangkalnya semakin itu terus memenuhi pikiranku.
Pagi ini, suasana sarapan begitu meriah. Anak-anak Slytherin mendesis dan mencemooh keras-keras ketika anggota tim Gryffindor berjalan memasuki Aula besar dengan memakai seragam Quidditch mereka. Harry yang duduk di depanku, terlihat tegang sekaligus bersemangat. Ia tak ingin kalah dalam pertandingan kali ini. Pertandingan Quidditch antar Gryffindor melawan Slytherin yang akan berlangsung setelah sarapan. Bukan hanya karena ini pertama kalinya, ia menjabat sebagai kapten tim. Namun, dia juga bertekad untuk mengalahkan Draco, meski ia masih belum bisa membuktikan kecurigaannya terhadap lelaki itu kepada kami bertiga. Ginny yang duduk di sebelah kanannya, terus membicarakan rencana cadangan yang telah ia susun semalaman. Sementara itu, Hermione yang berada di sebelah kirinya, terlihat begitu fokus membaca isi Daily Prophet.
Aku mendongak saat Ron—yang baru saja tiba—mengambil posisi duduk di sebelahku. Ia terlihat begitu tegang dan gugup, mengingat ini pertandingan pertamanya.
“Teh?” Harry bertanya. “Kopi? Jus labu kuning?”
“Apa saja,” Kata Ron murung, menggigit roti panggang dengan lesu. “Bagaimana?” Lanjutnya.
“Bagaimana apanya?” Tanya Hermione, meletakkan Daily Prophet ke atas meja.
“Pesta makan malammu."
“Sebenarnya agak membosankan.” Kata Hermione. “Slughorn juga mengadakan pesta natal, kita diundang dengan pasangan kita.”
“Kukira, kau akan mengajak McLaggen. Dia masuk klub Slug kan?” Ron mengulurkan tangannya untuk meraih roti panggang yang lain lalu melirikku. “Bagaimana denganmu? Siapa yang akan kau ajak?”
Ia tersenyum meledek, dan aku mendengus. “Awalnya aku berniat ingin mengajakmu, tapi Hermione...” aku tersenyum miring saat melihat Hermione mendelik ke arahku. “Ya, dia kelihatannya ingin sekali kau menjadi pasangannya di pesta itu. Jadi, mungkin, aku yang akan menggantikannya untuk pergi bersama McLaggen.”
“Benarkah?” Ron mengalihkan pandangannya pada Hermione yang langsung menundukkan wajah, pura-pura kembali menyibukkan diri dengan membaca Daily Prophet.
“Semoga sukses Ron.” Seru Lavender, menepuk bahu Ron sekilas. Dan kami berempat sekaligus anak-anak Gryffindor lain yang berada di dekat sini langsung menatapnya. “Aku tahu kau akan bermain bagus.” Ron hanya tersenyum canggung sebagai tanggapan sebelum gadis itu beranjak pergi ke meja lain, menghampiri si kembar Patil.
“Aku akan mundur.” Kata Ron, memajukan tubuhnya mendekati Harry. “Setelah pertandingan, McLaggen bisa isi posisiku.”
“Oh ayolah, apa kau sepesimis itu? Bahkan pertandingan belum di mulai.” Aku menenggak habis sisa jus labu kuning di gelasku.
![](https://img.wattpad.com/cover/256046607-288-k125238.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Belongs To Malfoy
Fanfic15+ Ketika menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Hogwarts, semua yang Calla inginkan hanyalah memiliki teman dan menjadi murid berprestasi. Jatuh cinta adalah hal terakhir yang ia inginkan, bahkan itu tidak pernah sekalipun terlintas dalam piki...