“Draco?” panggilku, masih mencoba untuk meyakinkan diriku jika itu benar-benar dia.
Draco berjalan mendekat ke arahku dengan perlahan. “Apa seseorang merindukanku?” Ia tersenyum miring. Dia terlihat begitu hangat dan tak asing, terlihat kokoh dan juga aman. Aku ingin berpegangan pada kemejanya, mengubur wajahku di lekuk lehernya dan tidak akan pernah membiarkannya pergi lagi. Dulu aku melihatnya sebagai seorang teman hingga kini aku tersadar bahwa aku mencintainya.
Aku tersenyum lalu merentangkan kedua tanganku. “Ya. Mendekatlah dan peluk aku.”
“Okay, love.” Draco berjalan-setengah berlari- mempersingkat jarak di antara kami, begitu ia berdiri di hadapanku, ia memelukku erat dan hanya itu yang kubutuhkan, kehangatan tubuhnya. Aku membalas pelukannya dengan melingkarkan tanganku lalu membenamkan wajahku di atas dada bidangnya.
Sebelumnya, aku tidak ingin jatuh cinta atau membutuhkan seseorang, aku benar-benar tidak menginginkan apapun. Tapi kemudian, dia muncul dan aku mulai menginginkan segalanya. Tidak ada orang lain yang bisa membuatku seperti ini, kecuali dirinya.
“Katakan... apa yang kau inginkan supaya kau memaafkanku.” Kata Draco sambil mengecup puncak kepalaku.
“Mungkin... aku hanya ingin menjadi milikmu.”
Draco sedikit memundurkan tubuhnya agar dia bisa melihat wajahku. “Kau sudah menjadi milikku, love.” Ia mengecup singkat ujung hidungku lalu tersenyum sambil menatap ke dalam mataku.
Aku menatap lekat-lekat senyuman, wajah dan bibirnya yang sangat kurindukan itu, mata abu-abu manis yang menatapku dan membuatku ingin terus bersamanya. Karena itu dia, yang mengisi kekosongan dalam diriku. Ini mengubah segalanya ketika aku tahu aku mendapatkanmu bersamaku.
“Aku suka saat kau bilang, aku milikmu.”
Draco kembali memelukku. "Kau milikku dan selamanya milikku." Ia membenamkan wajahnya di atas bahuku, membuatku merasa sedikit geli.
Tunggu sebentar! Jika Draco yang meletakkan perkamen itu ke dalam jubahku ... "Itu artinya kejadian waktu itu bukan mimpi?" Gumamku tanpa sadar dan ternyata Draco mendengarnya.
Lelaki itu melepaskan pelukannya. "Kejadian apa?"
Aku menggigit bibir bawahku, astaga ini sangat memalukan! Bisa kurasakan wajahku mulai memanas di bawah tatapan tajamnya. "Bukan apa-apa." Ucapku dengan suara yang terdengar lemah. Draco mengangkat sebelah alisnya, sial, auranya begitu mengintimidasi membuatku tanpa sadar melangkah mundur.
"Jangan paksa aku, darling." Matanya bergerak mengamatiku perlahan dari atas hingga ke bawah, tatapannya seolah-olah sedang menelanjangiku, membuat tubuhku menegang kaku.
Tak mau kalah, Draco terus melangkah maju setiap kali aku bergerak mundur menjauhinya. Hingga langkahku menemukan ujungnya disaat punggungku menabrak dinding. Membuat lelaki itu tersenyum licik karena mangsanya tidak bisa bergerak kemana-mana lagi.
"Jangan macam-macam Draco atau aku akan--."
"Legilimens." Ucapnya dan di detik itu juga, ia langsung memasuki pikiranku, menjelajahinya dan membaca sebagian memori yang baru saja terjadi akhir-akhir ini. Sekuat tenaga aku memfokuskan diri untuk menutupnya dengan Oclummency.
Kami berdua sama-sama tersentak saat Draco sudah keluar dari dalam pikiranku dan sialnya aku telat. Aku berusaha sekeras mungkin untuk tidak menatap wajahnya yang sedang setengah tersenyum. "Itu privasi!" Ucapku kesal.
"Well, well... tidak untukku, karena aku juga terlibat di dalamnya." Draco mencengkram lembut rahangku, mengangkatnya agar mata kami bertemu. "Itu bukan mimpi, sayang." Bisiknya di dekat telingaku, suara seraknya membuat tubuhku menggelenyar. "Aku bisa membantumu mengingatnya kembali."
KAMU SEDANG MEMBACA
Belongs To Malfoy
Fanfiction15+ Ketika menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Hogwarts, semua yang Calla inginkan hanyalah memiliki teman dan menjadi murid berprestasi. Jatuh cinta adalah hal terakhir yang ia inginkan, bahkan itu tidak pernah sekalipun terlintas dalam piki...