Draco kembali ke kamar seusai mandi, ia mengenakan pakaian yang lebih santai, celana hitam panjang dengan kemeja putih longgar sebagai atasan. Asrama nyaris terlalu panas setelah gigitan udara malam hari, dan melihat lelaki itu berjalan melintasi common room dengan rambut basahnya, semakin memperburuk keadaan. Selama itu, banyak tatapan memuja yang tertuju ke arahnya, tetapi Draco terlalu lelah untuk peduli dengan keadaan disekitarnya saat ini. Beberapa perempuan secara terang-terangan melayangkan tatapan menggoda yang dibalas lirikan sinis miliknya.
Draco menggulung lengan kemejanya saat berjalan mendekati ranjang, menatap lekat-lekat ke arah gadis yang kini terbaring tak sadarkan diri di atas sana. Ia terpaksa menggunakan mantera sihir, karena hanya itu satu-satunya cara agar gadisnya tidak terlibat ke dalam rencana Harry. Kini yang harus ia pikirkan adalah bagaimana cara menghadapi kemarahan gadis itu begitu dia terbangun. Draco tersenyum miring saat melihat rok yang sedikit tersingkap itu, dan ia mengagumi betapa lembutnya kulit yang tersembunyi di dalam sana.
Lelaki itu menarik selimut yang masih terlipat rapi di ujung tempat tidur untuk menutupi tubuh gadisnya. Lalu Draco mengusap rambutnya penuh kasih sayang dan mencium dahinya lama. Setelah itu, ia berjalan mendekati sofa, duduk bersandar disana sambil meletakkan kedua kakinya di atas meja. Kepalanya terasa berdenyut-denyut serta rasa lelah menyelimuti seluruh tubuhnya, ia tidak tahu kapan terakhir kali ia bisa tidur nyenyak atau tidak mencemaskan apapun setiap malamnya.
_
Aku terbangun dengan terkesiap untuk mendapati diriku terbaring di ranjang Draco Malfoy, selembar selimut tebal tertendang hingga membelit sekeliling kakiku. "Kenapa aku bisa ada disini?"
"Aku menggendongmu." Jawab Draco, ia masih bersandar disana dengan kedua mata terpejam.
"Tidak mungkin."
"Jelas sekali mungkin." Ia beranjak bangun dari duduknya. "Karena kau ada disini." Draco melirik tajam ke arahku, lalu meraih handuk untuk menggosok rambutnya yang masih basah.
Dia terlihat menawan dalam balutan pakaian itu, tapi aku tidak punya waktu untuk mengagumi keindahannya. Hal terakhir yang bisa kuingat adalah ruangan Umbridge dan kegelapan. "Tunggu... apa kau sedang mengurungku? Di kamarmu?"
"Kita bisa menganggapnya seperti itu."
Aku mengernyit bingung. "Tapi kenapa?"
"Karena aku tidak ingin kau pergi bersama Potter dan yang lainnya." Draco melempar handuknya dengan marah ke sofa.
Mendengar nama Harry disebut, aku langsung bergerak turun dari tempat tidur. "Aku harus membantu mereka Draco, teman-temanku dalam bahaya dan aku tidak bisa hanya berdiam diri disini." Ucapku lalu melangkah menuju pintu kamar yang berada tidak jauh dariku.
"Kau tidak bisa keluar dari sini semudah itu." Ia menarik kencang tanganku dari belakang, dan kini posisi kami saling berhadapan. Jantungku bergemuruh sementara Draco terus menatapku lekat-lekat. Kumohon, aku memohon tanpa suara.
Lelaki itu tampak tertegun. Kemudian memejamkan mata, dan aku tahu dia sedang menekan emosinya. "Tidakkah kau mengerti? Aku melakukan ini untuk melindungimu." Ia menggeram.
Aku melayangkan tatapan menyelidik. "Apa maksudmu? Apa kau mengetahui sesuatu?"
Bisa kulihat sesuatu bergerak menuruni tenggorokannya. Jelas sekali, ia tidak ingin mengatakan ini tapi demi memuaskan rasa penasaranku, mau tak mau, ia melakukannya. "Kementerian sedang diserang."
"Kau tau darimana Draco? Apa yang terjadi disana? Siapa yang menyerang kementerian?" Desakku panik sambil mencengkram kedua lengannya.
Draco menghela napasnya, terdengar begitu berat. "Pelahap maut." Jawabnya singkat tapi sukses membuatku terdiam membeku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Belongs To Malfoy
Fanfiction15+ Ketika menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Hogwarts, semua yang Calla inginkan hanyalah memiliki teman dan menjadi murid berprestasi. Jatuh cinta adalah hal terakhir yang ia inginkan, bahkan itu tidak pernah sekalipun terlintas dalam piki...