Aku terbangun di tengah keremangan kamar, sekilas pandanganku terasa kabur dan aku mencoba untuk memfokuskan diriku. Kamar itu, dengan nuansa hijau yang mendominasi membuatku mengernyit bingung, karena ini tidak terlihat seperti kamar asramaku. Mendadak kilasan-kilasan ingatan berkelebat di benakku, membuatku menyadari sesuatu, jika semalam aku menginap disini, di dalam kamar Draco.
Bisa kurasakan sebuah lengan melingkari tubuhku dari arah samping. "Selamat pagi." Suara serak khas bangun tidur itu terdengar dekat sekali membuat tubuhku merinding, seakan-akan suaranya menyentuhku di bagian yang sensitif.
Bukannya menjauh Draco justru semakin mengeratkan pelukannya, wajahnya disembunyikan di dalam lekuk leherku. Dan aku bisa merasakan detak jantungnya karena jarak kami yang hampir tak bercelah ini.
Aku menengok ke arah Draco, matanya terpejam, nafasnya bergerak teratur dan wajahnya melembut. Ini adalah hal terindah yang pernah kulihat. Dalam tidurnya, Draco sama sekali tak berdaya, ia lembut dan terlihat seperti anak kecil dengan rambutnya yang berantakan.
Saat aku berbaring bersamanya, rasanya seperti aku aman. Rasanya tidak ada yang bisa menyakitiku. Aku berada di bawah pelukan hangatnya. Merasakan otot-ototnya di sekitar tubuhku, lalu ia menarikku lebih dekat ke tubuhnya. Perasaan itu tak terlukiskan.
Ketika semua orang mengatakan itu perasaan terbaik yang pernah ada, mereka tidak bercanda. Karena pada saat itu, ketika kami berbagi panas tubuh, tidak ada tempat yang ku inginkan atau satu pikiran terlintas di benakku yang tidak melibatkannya. Saat Draco memelukku dekat dengan hatinya seperti ini, saat itulah aku menyadari bahwa dia benar-benar mencintaiku. Dan aku tidak ingin membiarkannya sia-sia.
"Draco bangun." Bisikku.
Draco mengerang, nafas hangatnya menggelitik permukaan kulitku. "Lima menit lagi kumohon."
"Jam berapa sekarang?! Kita harus ke kelas." Seruku mulai panik.
"Kita bisa membolos sekali ini saja."
"Bagaimana dengan tugasmu sebagai prefek?"
Draco menghela napasnya. "Ahh sial... kau benar."
Kelopak matanya terbuka perlahan, menampilkan mata abu-abu tajam miliknya yang berhasil menghipnotisku, membuatku tenggelam di dalamnya untuk beberapa saat. Hingga kemudian, Draco berguling dan kini posisinya berada di atasku, setengah menindih.
"Jangan macam-macam, kita tak punya waktu untuk ini."
Ia tersenyum miring. "Apa maksudmu dengan 'ini', love? Aku hanya ingin memberimu ciuman selamat pagi."
Draco mendekatkan wajahnya dan aku memejamkan mataku, bisa kurasakan bibir lembutnya mencium kedua pipiku, mencium kelopak mataku, mencium dahiku, mencium puncak hidungku dan yang terakhir bibirku. Ia menekannya cukup lama disana kemudian melumatnya dengan lembut dan memutuskan berhenti sebelum gairah berhasil menguasainya lagi.
"Kau menyukainya bukan?" Bisiknya di dekat telingaku. Ia mengangkat wajahnya dan menatapku. "Seluruh tubuhmu hangat, sayang... seakan menggodaku." Tangan Draco merayap ke bawah, meraba leherku.
Aku menutup wajah Draco dengan kedua tanganku karena tidak tahan dengan tatapannya yang membuatku memerah, Draco hanya tertawa kecil lalu menarik turun keduanya.
Suara ketukan di pintu berhasil mengalihkan perhatian kami. "Aku tidak ingin mengganggu kalian. Tapi kusarankan kau pergi sekarang selagi asrama sepi." Ucap Pansy.
Draco beranjak turun lalu membantuku untuk berdiri. "Pansy benar, lebih baik aku pergi sekarang." Aku berjalan mendekati sofa untuk mengambil jubahku yang semalam kuletakkan disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Belongs To Malfoy
Fanfiction15+ Ketika menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Hogwarts, semua yang Calla inginkan hanyalah memiliki teman dan menjadi murid berprestasi. Jatuh cinta adalah hal terakhir yang ia inginkan, bahkan itu tidak pernah sekalipun terlintas dalam piki...