Beberapa hari berikutnya terasa begitu hampa. Aku tidak merasa benar-benar hidup, hanya mengamati kehidupan dari balik jendela rumah sakit. Aku tidak banyak makan, tidak membalas surat dari mom bahkan nyaris tidak melakukan apapun kecuali tidur, satu-satunya pelarianku dari rasa pedih karena merindukan Draco.
Tetapi setidaknya aku bersyukur, karena teman-temanku selalu menyempatkan diri untuk mengunjungiku disini. Membuat pikiranku teralihkan dari Draco selama beberapa saat. Namun begitu semua berakhir, aku kembali ke dalam kehampaan.
Profesor Slughorn juga terkadang mendatangiku, ia terlihat bingung awalnya, karena aku tiba-tiba sakit padahal terakhir kali kami bertemu aku baik-baik saja, tidak menunjukkan satu pun gejala penyakit. Kemudian, dia tidak bertanya lagi dan memutuskan untuk memberikanku semua permen dan cokelat kesukaannya. Tetapi semua itu hanya tergeletak rapi di atas meja, kubiarkan Ron yang memakannya.
“Ini tidak bisa dibiarkan.” Kata Hermione, setelah sarapan mereka bertiga mendatangiku. “Kau benar-benar harus makan, bukan begini caranya hidup.”
“Maaf.” Jawabku datar. “Aku akan memaksakan diriku untuk makan nanti.”
“Tidak.” Kata Harry tegas. “Kau harus makan sekarang!”
“Lihat ini!” Ron mengangkat salah satu tanganku, menggulung naik lengan piyama. “Apa kau ingin menjadi mayat hidup?” Aku bisa melihat berat badanku berkurang dalam hitungan hari.
“Apa yang harus kami lakukan?” Tanya Hermione, tampak sedih.
Aku menggeleng lemah. “Tidak ada, terima kasih. Aku menghargai usaha kalian.”
“Cepatlah sembuh, atau kami terpaksa harus memberitahu hal ini kepada orangtuamu.” Kata Ron tak terbantahkan.
Aku melayangkan tatapan memohon ke arah Ron. “Kumohon jangan, aku tidak ingin membuat mereka cemas.”
“Ini tidak bisa dinegosiasikan, Calla.” Sahut Harry.
Setelah itu, mereka bertiga keluar karena waktu berkunjung telah habis, dan Harry juga harus mengadakan uji coba quidditch untuk menyeleksi masuk para pelamar yang mendaftar. Seleksi ini tidak bisa diundur lagi karena tim gryffindor harus menetapkan para pemainnya sebelum pertandingan Quidditch antar asrama di mulai. Untuk pertama kalinya, aku melangkah turun dari ranjang, menyeret diri ke jendela. Alih-alih berdiri tegak, aku merasa lunglai, seolah tak sanggup menopang berat tubuh sendiri. Sepertinya tubuhku ikut bereaksi untuk mengurangi rasa sakit di hatiku, tapi semua itu tak sedikit pun mengurangi rasa sakit ini, justru semakin memperburuk keadaan. Dan untung saja posisi tempat tidurku terletak di bagian paling ujung, dekat dengan jendela jadi aku tak perlu bersusah payah. Kuarahkan kedua tanganku untuk mencengkram teralis jendela agar aku bisa berdiri tegak.
Cuaca terlihat sangat mendung pagi ini, mengingatkanku pada hujan dan wajah Draco. Sekilas terpikir olehku bahwa dia tidak benar-benar menyatakan hubungan kami telah berakhir. Namun itulah yang dia maksudkan. Hubungan kami telah berakhir. Aku kembali membaringkan diri di tempat tidur, meringkuk di balik selimut. Konyol sekali, diam-diam aku mengharapkan kedatangannya di sini.
Satu jam kemudian, terdengar suara langkah sepatu mendekat. Namun aku mengabaikannya karena mungkin saja itu hanya murid lain yang sedang menjenguk temannya. Suara langkah itu terdengar lagi, kali ini semakin jelas. Kutarik selimut hingga menutupi kepalaku sepenuhnya, berpura-pura tidur karena aku tidak mau dibujuk untuk makan ataupun minum obat.
“Bagaimana keadaanmu nak?” Suaranya terdengar tidak asing, seperti milik Profesor Slughorn.
Demi kesopanan, aku mencoba untuk duduk. “Sama seperti sebelumnya, sir.” Jawabku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Belongs To Malfoy
Fanfiction15+ Ketika menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Hogwarts, semua yang Calla inginkan hanyalah memiliki teman dan menjadi murid berprestasi. Jatuh cinta adalah hal terakhir yang ia inginkan, bahkan itu tidak pernah sekalipun terlintas dalam piki...