Kelas PTIH

2.2K 321 15
                                    

Kelas pertama di mulai hari ini dan itu kelas yang diajar oleh Umbridge. Di tengah perjalanan menuju ke kelas, aku bertemu dengan Draco. Dia bilang, ia sudah menungguku disana, di tempat yang tak terlalu jauh dari pintu masuk asramaku. Melihat wataknya yang seperti itu, tidak ingin bergaul dengan murid selain dari Slytherin, aku pun menganggapnya wajar.

Kami berjalan bersama, lengan miliknya melingkari bahuku sehingga menghilangkan jarak di antara kami berdua. Suasana di sekeliling kami begitu sepi karena semua murid sudah berada di kelasnya masing-masing, serta tidak ada lagi kericuhan dari murid tahun pertama yang kebingungan mencari letak kelasnya, mereka semua berhasil menemukannya dengan bantuan Profesor McGonnagal dan para prefek.

"Bagaimana semalam?" tanyaku.

la langsung memahami pertanyaanku. "Mereka tak banyak bertanya dan terdiam mendengarkan penjelasan Pansy."

"Lalu apa yang kau lakukan?"

Draco menatapku. "Aku?" tunjuknya pada diri sendiri dan aku mengangguk. "Aku berjalan di belakang, memastikan tidak ada yang tertinggal." Jawabnya dengan nada bangga.

"Jadi, secara teknis. Kau tidak melakukan apapun?"

"Ohh... dear, kehadiranku disana itu sudah lebih dari cukup."

Aku mengernyit bingung, bertanya-tanya mengapa eksistensi Draco begitu penting disana. Ya, tentu saja keberadaannya sangat penting untukku tapi untuk murid lain khususnya murid tahun pertama yang bahkan baru pertama kali bertemu dengannya, kurasa itu berlebihan. "Dan kenapa begitu?" Tanyaku.

"Kau lupa apa julukanku? Mereka pasti senang bisa melihatku dari dekat di hari pertamanya."

"Eww... darimana sifat narsismu itu muncul?" Balasku dan Draco tertawa sebagai tanggapan.

Julukan Draco adalah pangeran Slytherin, setidaknya itu yang biasa kudengar atau mungkin dia punya julukan lain. Dia diberi panggilan itu karena sifatnya benar-benar merepresentasikan Slytherin asli dan banyak beredar reputasi negatif tentang dirinya. Walaupun sebagian besar tidak benar, Draco juga tak terlalu memperdulikannya, ia bersikap acuh dengan semua rumor itu.

Draco licik dan aku setuju dengan yang satu itu. Sangat ambisius karena selalu memastikan bahwa dia harus mendapatkan semua yang diinginkannya, serta merupakan salah satu murid berprestasi di Hogwarts. Tanpa dia sadari, dia memiliki cara berpikir layaknya seorang pemimpin sejati, tapi karena Draco sibuk memikirkan bagaimana caranya membuat Lucius bangga atau setidaknya ayahnya memujinya sebentar saja, ia jadi kurang memperhatikan potensi besar yang ada di dalam dirinya dan selalu berpikir bahwa ia tidak sehebat itu, ia lemah, pecundang dan tidak berguna.

Tak lupa satu poin yang paling mendukung, alasan mengapa dia diberi julukan itu, Draco memiliki paras di atas rata-rata. Rambut platina yang menjadi ciri khas seorang Malfoy, rahang kokoh dan mata abu-abu tajam ditambah bentuk tubuhnya yang proporsional diselimuti oleh otot-otot kencang dalam skala yang pas.

Mengingat fakta bahwa lelaki sempurna ini adalah milikku membuatku tersenyum. Meski Lucius menganggapnya masih memiliki banyak kekurangan atau dia bukan yang terpilih seperti Harry. Namun di mataku, dia tetap sempurna dan kuharap dia bisa bersinar dengan caranya sendiri.

"Aku rela mempertaruhkan apapun untuk bisa melihat senyum itu," ucap Draco dan aku mendongak agar bisa melihat wajahnya yang sedang tersenyum tipis.

"Jangan berlebihan Draco, kau bisa melihat senyumanku sebanyak yang kau inginkan." Jawabku.

Kami hampir tiba di kelas dan begitu telah mencapai pintu masuk. Aku berhenti berjalan, diikuti oleh Draco. Menatap ke arah Hermione, Ron dan Harry yang juga ikut berhenti berjalan, mereka bertiga datang dari arah yang berlawanan. Suasana di sekitar langsung menegang, tidak ada lagi sapaan hangat dan senyum persahabatan, ketiganya sama-sama menatap tidak suka ke arah kami berdua.

Belongs To MalfoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang