She pretends to ignore you,
But she really just miss you.
¥¥¥
Aku duduk sambil memeluk lututku di depan perapian, mencoba menghangatkan diri dari hawa musim dingin. Suasana disekitarku sepi dan hening karena semua penghuni asrama telah masuk ke kamarnya masing-masing. Meskipun tubuhku sangat lelah tapi aku tidak bisa tertidur, seberapa pun kerasnya aku mencoba, tetap saja aku tidak bisa. Jadi kuputuskan untuk pindah kesini agar tidak mengganggu teman sekamarku.
"Enyahlah dari pandanganku!"
Kalimat itu terus berputar di dalam pikiranku sepanjang malam. Mendengar itu keluar dari mulutnya sendiri membuatku hancur seketika. Beginikah rasanya saat aku memutuskan hubungan pertemanan kami? Beginikah rasanya ketika aku berjalan meninggalkannya? Semua orang bilang cinta itu menyakitkan, tapi itu tidak benar. Kesepian, penolakan, rasa iri, dan kehilangan seseorang itu lebih menyakitkan. Tanpa kusadari, Draco telah merasakan semuanya secara tidak langsung.
Pandanganku mulai panas dan memburam disusul dengan air mata yang jatuh begitu saja. Ini sungguh menyakitkan, aku tidak bisa menahannya lagi. Draco sudah terlanjur membenciku dan tidak ada lagi yang bisa kulakukan.
Tidak ada satupun yang bisa kujadikan tempat untuk bercerita, semuanya membenci Draco dan mereka akan mengataiku gila jika aku ketahuan menangisinya. Terutama Ron, dia pasti menganggapku sangat bodoh dan mengingatkanku tentang hal-hal kejam yang sudah dia lakukan kepada mereka bertiga agar aku membencinya.
Mereka pasti menyuruhku untuk melupakannya saja. Tapi bagaimana aku bisa melupakan seseorang yang tidak pernah menjadi milikku? Siapa yang harus kusalahkan jika aku telah menghancurkan hatiku sendiri?
Sudah hampir jam 3 pagi dan aku masih mencoba mencari tahu bagaimana semuanya berjalan begitu cepat. Rasanya seperti aku baru bertemu dengannya kemarin dan kemudian kita tidak pernah berbicara lagi, aku sangat membenci diriku sendiri karena telah menghancurkan segalanya.
Aku terus menangisinya hingga entah aku tertidur di jam berapa. Ketika Luna membangunkanku, rasanya kepalaku berdenyut-denyut karena tak cukup tidur, ditambah mataku yang membengkak. "Apa kau sakit?" Tanya Luna.
Aku menggeleng sambil berusaha untuk duduk lalu bersandar di kaki sofa. "Aku baik-baik saja hanya kurang tidur. Kau pergi saja duluan ke aula, aku akan menyusul."
Setelah kepergian Luna, aku mencoba berdiri meskipun rasanya sangat pusing setiap kali aku bergerak. Butuh waktu lama untukku mengganti piyama dengan seragam sekolah dan tak lupa jubahku.
Sepertinya acara sarapan sudah selesai saat aku tiba di aula, baru kali ini aku membenci letak asramaku yang berada di lantai teratas ditambah aku tidak bisa berapparate di dalam hogwarts. Benar-benar menyusahkanku.
Seluruh kelas ditiadakan hari ini karena semuanya sibuk mengurus turnamen kedua yang akan dilakukan besok. Jadi aku memutuskan pergi ke perpustakaan untuk menyendiri disana, duduk di bagian paling ujung ruangan agar tidak ada yang menggangguku. Hermione meminjamkanku salah satu buku karangan seorang muggle, dia menyebutkan sesuatu tentang sastrawan terkenal dan aku tidak paham apa maksud dari itu. Judul bukunya 'The Chronicles of Narnia'.
Bukunya lumayan tebal dan ceritanya terbagi ke dalam beberapa buku. Hermione hanya membawa buku pertamanya dan dia berjanji akan membawa buku lainnya nanti. Aku mulai membuka buku itu dan membacanya setelah mendapatkan posisi duduk yang nyaman. Berhubung hari ini tidak ada kegiatan belajar mengajar, suasana di dalam sini cukup sepi karena para murid lebih memilih untuk menyegarkan pikirannya di luar.
Mungkin untuk para muggle, alur ceritanya sangat tidak nyata dan sulit membayangkan bagaimana bentuk makhluk-makhluk aneh yang ada di dalam buku ini. Tapi bagiku yang sudah wajar dengan makhluk seperti itu, aku bisa dengan mudah memahaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Belongs To Malfoy
Fanfic15+ Ketika menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Hogwarts, semua yang Calla inginkan hanyalah memiliki teman dan menjadi murid berprestasi. Jatuh cinta adalah hal terakhir yang ia inginkan, bahkan itu tidak pernah sekalipun terlintas dalam piki...