Hari ini adalah hari terakhir pertemuan Dumbledore Army sebelum liburan natal dimulai. Harry harus memastikan kami semua berhasil menciptakan patronus yang sempurna. Kami hanya perlu membayangkan kenangan terindah yang kami miliki dan bagiku itu sangat mudah, karena setiap detik bersama dengan keluargaku adalah hal yang paling berharga. Mengingat saat dimana kami berkumpul di depan perapian setelah makan malam, berlindung dari badai salju yang menggila di luar sana. Aku bergelung di dalam selimut tebal sambil memeluk tubuh grandma dengan ibuku yang duduk di sebelahku, kami bertiga melihat kembali album foto lama. Saat dimana aku kecil dulu atau foto pernikahan kedua orang tuaku.
Rasanya hangat sekali berada di dekatnya, aroma tubuhnya yang lembut membuatku tenang. Lalu ayah dan grandpa yang baru kembali setelah sekian lama sibuk di dapur untuk membuatkan kami secangkir cokelat panas. Mereka sama-sama tidak bisa membuatnya tapi ayah memaksa dan mengajak grandpa untuk ikut bersamanya, walaupun sebenarnya ia malas sekali harus beranjak dari kursi goyangnya. Dan bisa dipastikan dapur mereka tinggalkan dalam kondisi berantakan.
"Ini percobaan ke berapa?" Tanya ibu sambil menyesap minumannya lalu mengernyit karena rasanya sedikit pahit.
"Sepuluh." Jawab ayah dengan nada bangga yang berhasil membuat grandpa menggelengkan kepalanya karena lelah melihat sikap anaknya.
"Dan kau merasa bangga dengan itu?" Tanya grandpa.
"Ya. Tentu, kenapa tidak?" Jawabnya lalu menyesap minuman hasil buatannya sendiri. Tetapi kemudian, wajahnya berubah drastis dari yang awalnya tersenyum lebar menjadi kebingungan. "Kenapa rasanya seperti ini? Father apa kau tidak menambahkan gula ke dalam sini?"
"Tentu saja aku menambahkannya." Ia menyesap cokelat panas itu dan wajahnya terlihat baik-baik saja. "Hanya lima sendok. Terlalu banyak gula tidak baik untuk kesehatan."
"Astaga orang tua ini." Ayah mengusap wajahnya karena frustasi. Kami bertiga pun tertawa geli melihat mereka berdua.
Tidak hanya dengan keluarga saja, aku juga menyukai setiap detik kebersamaanku dengan teman-temanku dan juga Draco, lelaki itu membuatku melihat sesuatu dari sudut pandang baru, ia mengajarkanku bagaimana caranya mencintai kegelapan.
"Ciptakan kenangan paling kuat, paling bahagia yang bisa kau ingat." Ucap Harry sambil berkeliling memantau setiap anggota. "Biarkan itu memenuhimu. Terus dicoba, Seamus."
"Patronus yang sempurna adalah yang paling sulit dilakukan tapi bentuk perisai sudah sama bergunanya untuk musuh tertentu." Harry kini berjalan mendekatiku yang masih memperhatikan George mencoba mantra itu.
"Calla, sekarang giliranmu." Ia menepuk bahuku membuatku menatapnya sambil tersenyum. Aku mengangkat tongkatku dan memejamkan mataku.
"Expecto Patronum." Ujarku begitu aku membuka mata. Dari ujung tongkatku keluar cahaya putih bercampur biru muda dan lama kelamaan membentuk sosok angsa yang terbang melintasi ruangan dengan anggunnya lalu berhenti di hadapanku.
"Luar biasa." Puji Harry.
"Itu mengagumkan, Calla." Sahut Fred.
"Ya. Patronusmu sangat cantik." Ucap George.
"Dan kuat..." sambung Harry membuatku tersenyum.
Setelah memastikan seluruh anggota berhasil mengeluarkan patronusnya masing-masing. Semuanya berkumpul mengelilingi Harry yang berdiri di depan sini bersamaku, Hermione dan Ron di belakangnya.
"Jadi pelajarannya cukup sekian. Kita tak ada pertemuan lagi sampai selesai libur. Tetap berlatih sendiri sebaik mungkin. Selamat semuanya. Usaha yang bagus." Kami semua bertepuk tangan setelah mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Belongs To Malfoy
Fanfiction15+ Ketika menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Hogwarts, semua yang Calla inginkan hanyalah memiliki teman dan menjadi murid berprestasi. Jatuh cinta adalah hal terakhir yang ia inginkan, bahkan itu tidak pernah sekalipun terlintas dalam piki...