Flashback

993 167 22
                                    

Setelah semalaman penuh ia habiskan di ruang kebutuhan, mengerahkan seluruh tenaga dan pikiran untuk memperbaiki lemari pelenyap mengingat waktunya yang tak lagi banyak. Dengan langkah ringan namun tegas, Draco berjalan menuju asrama Slytherin, memutuskan untuk beristirahat sejenak disana sementara seluruh murid pergi menonton pertandingan Quidditch; kegiatan yang pernah menjadi sumber kesenangannya dahulu... dan masih hingga saat ini. Namun, Draco harus mengesampingkan segala urusan pribadinya untuk sekarang, dan entah sampai kapan. Ia sendiri bahkan tidak yakin setelah ia menyelesaikan tugasnya ini, apakah ia bisa kembali menjalani kehidupannya yang tenang? Draco memiliki firasat ada beban yang lebih berat yang sedang menantinya setelah tahun ke-enamnya berakhir.

Alisnya bertaut saat ia menangkap sosok teman-teman Slytherin-nya berjalan menuju ke arahnya dalam balutan seragam Quidditch. Wajah Blaise terlihat geram, di sebelahnya Theo juga tampak marah namun ada sedikit kecemasan disana. Sedangkan Crabbe dan Goyle hanya mengikuti keduanya dari belakang dengan kebingungan. 

“Kau harus mendengar ini.” Ucap Blaise saat mereka sudah saling berhadapan, nada suaranya terdengar dingin. Dan Draco hanya mengangkat salah satu alisnya sebagai balasan, terlihat tidak begitu tertarik. Namun Blaise tetap melanjutkan kalimatnya. “Ini ada hubungannya dengan Calla.”
Setelah mendengar itu, wajah Draco mengeras seketika dan tatapannya mulai menajam, ia memberi instruksi kepada Blaise untuk melanjutkan ucapannya.

“Kau kelihatannya sangat lelah kawan,” potong Theo, ragu-ragu. “Apa sebaiknya kita melanjutkan ini nanti?” ia menatap ke arah Blaise dan Draco bergantian.

“Jelaskan padaku sekarang juga atau kupastikan kau tidak akan bisa bernapas lagi.” Balas Draco dengan penekanan di setiap katanya. Theo bergidik, merasakan kengerian yang mulai menjalar di sekujur tubuhnya. Bahkan Blaise sendiri juga merasakan aura intimidasi Draco kini semakin menguat.

“Okay...” ucap Theo seraya menepuk kedua bahu Draco yang terasa sangat kaku di bawah telapaknya. “Kuharap kau tidak bertindak gegabah.” Ia melihat Blaise, Crabbe dan Goyle yang berdiri mengelilingi mereka sebelum melanjutkan. “Aku dan Blaise tidak sengaja mendengar ucapan Miller bersama teman-temannya tadi. Ethan Miller, kapten Quidditch Ravenclaw. Ia berencana menarik perhatian Calla dengan memberikannya cokelat yang sudah ditambahkan ramuan cinta, dan bagian terburuknya dia hanya menginginkan tubuh Calla—“ Kalimat Theo terpotong karena Draco mendorong tubuhnya dengan keras hingga menabrak dinding bata merah di belakangnya, mengakibatkan perhatian banyak murid yang ada disana seketika tertuju pada mereka. Theo hanya menghela napas karena sudah menebak hal ini akan terjadi sebelumnya.

“Ada yang lebih parah dari itu,” ucap Blaise yang berdiri di belakang Draco, membuat lelaki itu melepaskan cengkramannya pada kerah Theo lalu memutar tubuhnya agar bisa melihat wajah Blaise. “Dia memberinya julukan ‘mantan pelacur Malfoy’.” Sebuah tinju menghantam wajah Blaise dengan keras hingga membuat ujung bibirnya sobek dan mengeluarkan darah.

Melihat itu, Theo langsung menahan pergerakan Draco dari belakang.
“Apa rencanamu Draco?! Kau tidak bisa begitu saja melampiaskan kekesalanmu pada kami.” Seru Theo.

“Theo benar, apa rencanamu? Kami akan membantumu.” Ucap Blaise, wajahnya datar seolah-olah pukulan yang diterimanya tadi tidak terasa sama sekali.

Hening sejenak hingga akhirnya Draco menjawab dengan tajam. “Aku akan turun ke lapangan.”

Blaise melirik ke arah Theo, Crabbe, dan Goyle sekilas lalu kembali menatap Draco dan mengangguk singkat. Dengan cepat, mereka langsung memahami rencana lelaki itu tanpa perlu dijelaskan. Draco menarik lengannya dari cengkraman Theo. Kemudian berjalan memimpin menuju lapangan Quidditch diikuti oleh yang lain.

---

Sesampainya di ruang ganti khusus asrama Slytherin, pemain lain yang sedang menunggu disana beranjak bangun, terlihat kebingungan dengan kedatangan Draco. Namun, ia hanya mengacuhkan mereka semua dan bergegas menuju lokernya untuk mengambil seragam Quidditch miliknya yang sudah lama tak tersentuh. Kemudian, ia masuk ke salah satu bilik shower, menanggalkan seluruh pakaiannya dan membiarkan pancuran air dingin meredakan sedikit kemarahannya. Karena Draco tahu dengan pasti, akan sangat berbahaya untuknya jika ia bermain Quidditch dengan emosi yang meluap.

Belongs To MalfoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang