"Oleh karena itu, aku melepaskanmu."
Draco tidak pernah menyangka akan mendengar kalimat itu keluar dari mulutnya sendiri. Ia menahan dorongan untuk tidak menarik Calla ke dalam pelukan, mendekapnya erat. Berusaha menjaga raut wajahnya agar tetap terlihat datar meski hatinya teriris melihat berbagai macam emosi bermunculan di mata yang sewarna dengan safir itu. Rasa terkejut, marah, sedih, terluka dan semua itu cukup untuk membuatnya terguncang. Tak lama, wajahnya berubah hampa dan Draco paham betapa hancurnya ia dari dalam. Karena sama seperti Calla, ia juga hancur.
Tanpa harus menahan diri lebih lama lagi, Draco berjalan pergi meninggalkan Calla di menara astronomi seorang diri, di tengah badai yang menggila di luar sana. Mungkin sebelum-sebelumnya, ia tidak akan membiarkan hawa dingin menyentuh kulitnya. Namun sekarang berbeda, ia harus melakukannya. Dengan berat hati, Draco harus melepaskannya karena tidak ingin menyeret gadis itu ke dalam bahaya yang jauh lebih besar. Karena ia sadar, keberadaannya di dekat Calla hanya akan membahayakan nyawa gadis itu. Dan dia tidak ingin itu terjadi, dia tidak ingin Voldemort mengetahui tentang keberadaannya, mengetahui tentang betapa pentingnya Calla bagi dirinya.
Jika bukan karena kegagalan Lucius dalam melaksanakan tugasnya.
Jika bukan karena ancaman Voldemort yang akan membunuh Narcissa, ibunya.
Draco tidak akan bersedia menjadi pelahap maut.
Mengingat fakta bahwa ia telah menjadi salah satu di antaranya, mampu membuat darahnya mendidih karena harga yang harus ia bayar tidaklah setimpal. Dan sekarang Draco harus menghabiskan waktunya untuk memperbaiki lemari itu.
Ruang rekreasi Slytherin dipenuhi suara obrolan murid-murid yang masih terjaga saat Draco berjalan masuk, berjalan menuju kamarnya yang terletak di bagian paling ujung. Beberapa murid memerhatikannya saat penglihatannya bergerak menyusuri seisi ruangan, berusaha mencari sosok Blaise dan Theo yang tak berhasil ia temukan keberadaannya. Mustahil mereka berdua sudah tertidur di jam segini, Draco yakin mereka sedang berkumpul di kamarnya sambil menenggak botol-botol fire whiskey yang telah diselundupkan sebelumnya oleh Theo.
Aroma asap rokok bercampur alkohol langsung menyerang indra penciumannya saat ia memasuki kamar. Blaise dan Theo yang sedang bersulang, menengok menatap Draco berjalan menghampiri mereka setelah menutup pintu.
"Ada apa kawan?" Ucap Theo. "Kau terlihat kusut sekali." Ia menenggak gelas berisi minumannya.
Draco menjatuhkan dirinya di atas sofa di sebelah Theo, bersandar sambil menghela napas berat. "Aku ingin kalian mengawasi Calla mulai sekarang,"
"Dan kenapa kami harus melakukannya?" Ucap Blaise yang duduk di hadapan Theo dan Draco, ia menyodorkan segelas fire whiskey yang langsung diterima oleh Draco.
"Calla Avery?" Sahut Theo. "Kekasihmu itu?"
"Tidak lagi," Jawab Draco, mengernyit merasakan cairan itu mulai membakar lidah dan tenggorokannya saat ia menghabiskannya dalam sekali tenggak, meninggalkan kesan pahit bercampur manis.
"Apa dia berselingkuh darimu?" Ujar Blaise. "Itu sebabnya kau ingin kami mengawasinya untuk mencaritahu dengan siapa dia berselingkuh?"
Theo mendengus. "Oh ayolah Blaise, dia itu seorang Avery. Aku yakin keluarganya membesarkannya menjadi seorang yang bermartabat. Jangan samakan dia dengan ibumu."
"Aku ingin memastikan ia aman disaat aku sibuk mengurus sesuatu," Draco mengisi kembali gelasnya lalu menenggaknya habis.
"Dan urusan seperti apa yang membuat tuan Malfoy kita ini sibuk, sehingga dia tidak bisa mengawasi kekasih-ohh maaf, mantan kekasihnya,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Belongs To Malfoy
Fiksi Penggemar15+ Ketika menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Hogwarts, semua yang Calla inginkan hanyalah memiliki teman dan menjadi murid berprestasi. Jatuh cinta adalah hal terakhir yang ia inginkan, bahkan itu tidak pernah sekalipun terlintas dalam piki...