"Coba tebak." Kata Ron. Malam ini kami berempat berada di Aula besar bersama seluruh murid lain termasuk murid Beauxbatons dan Durmstrang untuk menantikan pemilihan peserta Turnamen Triwizard.
Hermione mengangkat salah satu alisnya, bertanya-tanya. "Kau ketahuan telah mengarang tugas Ramalan?"
Ron menggeleng. "Justru sebaliknya." Ada kegelian dalam suaranya. "Kami mendapat nilai tertinggi."
"Dia membacakan ramalan kami di depan kelas dan memuji ketabahan kami dalam menghadapi kesengsaraan." Kata Harry, ikut merasa geli.
Hermione mendengus. "Konyol sekali."
"Yeah, itu menggelikan sampai dia menyuruh kami meramalkan bulan berikutnya juga." Kata Harry.
"Aku tidak tahu kesengsaraan apa lagi yang harus kami tulis." Kata Ron, mulai frustasi.
"Jangan lupa tugas yang lainnya." Kata Hermione. "Setiap minggu kita diberi tugas oleh Profesor Binns." Profesor Binns, hantu yang mengajar kelas Sejarah Sihir, menugasi kami untuk menulis karangan tentang pemberontakan goblin pada abad kedelapan belas.
"Dan Hagrid juga menyuruh kita datang ke pondoknya dua malam sekali untuk mengamati semua Skrewt itu." Kata-ku, bergidik ngeri saat mengingat mereka semua tumbuh dengan kecepatan luar biasa bahkan kami belum mengetahui apa makanan mereka.
"Terus terang saja, aku setuju dengan Malfoy." Kata Ron. "Aku tidak sudi merawat dan membawa mereka jalan-jalan."
"Kurasa, Hagrid ingin kita menganggap mereka semua seperti anak sendiri."
"Apa dia pikir kita tertarik?" Kata Ron. "Aku ingin sekali melayangkan kutukan kematian setiap kali melihat semua Skrewt itu semakin lama semakin membesar."
Suara-suara di dalam Aula Besar semakin keras, tetapi langsung hening begitu Dumbledore bangkit. Di kiri-kanannya, Profesor Karkaroff dan Madame Maxime tampak sama tegangnya seperti semua orang. Seluruh murid langsung duduk dengan rapi dan beraturan, tidak ada lagi yang bersuara. "Sekarang, momen yang sudah kalian nantikan." Kata Dumbledore. "Pemilihan pejuang!" Ia membuat gerakan menyapu dengan tangannya. Serentak semua api langsung meredup. Ruangan menjadi setengah gelap, dan Piala Api sekarang bersinar lebih terang daripada apa pun di seluruh Aula Besar. Lidah apinya yang biru-keputihan cemerlang menyilaukan, menyakitkan mata.
Nyala api di dalam piala mendadak berubah menjadi merah. Lidah api mulai menyembur. Detik berikutnya ada lidah api meluncur ke atas, melontarkan sepotong perkamen gosong. Dumbledore menangkap perkamen itu dan menjulurkan lengannya agar bisa membacanya dengan penerangan nyala api, yang sudah kembali berwarna biru-keputihan.
"Juara untuk Durmstrang," dia membaca dengan suara keras dan jelas, "adalah Viktor Krum."
"Ya, kurasa... kita semua sudah bisa menebaknya." Kata Ron seraya bertepuk tangan seperti yang dilakukan oleh seluruh murid, sebagai bentuk ucapan selamat kepada Viktor Krum.
"Berani bertaruh." Kata-ku, menyaksikan Krum berjalan melewati meja guru, dan menghilang melalui pintu ke dalam ruang yang telah ditunjuk. "Kau pasti akan lebih mendukung dia daripada juara Hogwarts sendiri."
"Tergantung."
Tepuk tangan dan sorak mereda. Sekarang perhatian semua orang tertuju ke Piala Api lagi, yang sedetik kemudian sekali lagi berubah merah. Perkamen kedua dilontarkan oleh lidah apinya.
"Juara untuk Beauxbatons," kata Dumbledore, "adalah Fleur Delacour!"
Setelah Fleur Delacour telah menghilang ke dalam ruangan yang disediakan, aula sunyi lagi, tetapi kali ini kesunyiannya amat tegang. Karena yang berikutnya adalah juara Hogwarts. Dan Piala Api berubah merah sekali lagi, bunga api menyembur, lidah api melesat tinggi ke atas, dan dari puncaknya Dumbledore menarik perkamen ketiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Belongs To Malfoy
Fanfiction15+ Ketika menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Hogwarts, semua yang Calla inginkan hanyalah memiliki teman dan menjadi murid berprestasi. Jatuh cinta adalah hal terakhir yang ia inginkan, bahkan itu tidak pernah sekalipun terlintas dalam piki...