"WHAT! Are you married? You're kidding, right?" Tanya Matt, jelas dan sangat panik.
Rachel hanya mengangguk.
"Oh, No! Bagaimana bisa aku tidur dengan Istri pria lain! Aku benar-benar bajingan sialan!" Teriak Matt sambil menjambak rambutnya frustasi...
Hei, fans. Sorry baru update, dari kemarin lagi sibuk cari cuan. Kangen gaa? Kasih bintang dan komennya yang banyak ya. Happy reading!
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🥀🥀🥀
Rachel membawa sebuah paperbag ditangan kanannya ketika masuk ke sebuah Bank terbesar di Australia, yang tak lain tempat dimana Kakak lelakinya berada. Robin Waldron, pemilik gedung itu, sekaligus orang paling berpengaruh di Negaranya yang masuk ke dalam daftar sepuluh pria terkaya versi Forbes.
Sudah begitu lama Duda seksi itu memilih hidup sendiri semenjak ditinggalkan mendiang sang Istri untuk selama-lamanya. Robin terjebak begitu dalam bersama hatinya yang juga ikut dibawa pergi.
Sesungguhnya saat ini keluarga Waldron sedang mengalami krisis keturunan. Rumah tangga Rachel yang sedang berada diujung meja pengadilan, dan Robin yang selalu menolak untuk menikah kembali membuat kedua orang tua mereka kesulitan.
Berulang kali sang Ibu Sarah Waldron berusaha memperkenalkan Robin pada beberapa wanita, namun tak ada satupun yang dapat mencuri hati duda tua itu. Robin tetap bersikeras untuk tidak menikah kembali, tembok baja pria itu terlalu kuat untuk di hancurkan oleh sembarang orang.
Rachel masuk setelah bertanya pada Sekretaris Robin. "Halo, Kak." Robin langsung mengalihkan pandanganya nya ke arah pintu, mendapati kehadiran Rachel yang berjalan mendekatinya untuk memberikan pelukan singkat.
"Hey, Rac. Tolong tunggu sebentar, pekerjaan Kakak hampir selesai, setelah itu kita bisa pergi makan siang." Ucap Robin.
Mereka berdua memang sudah memiliki janji untuk lunch bersama. Pada akhirnya Rachel memutuskan untuk menyambangi Robin dengan masakan special yang telah ia siapkan, ia tahu kalau Kakaknya yang selalu sibuk itu pasti akan menomor duakan janji mereka. Si gila kerja yang menganggap pekerjaan seperti Istrinya sendiri.
Rachel memaksa menyingkirkan berkas-berkas yang ada dihadapan Robin, lalu menata isi paperbag yang telah ia bawa. "Aku rasa makan siang disini bukanlah ide yang buruk, karena kebetulan aku sudah memasakkan makanan favorit Kakak."
"Sebentar saja, berkas ini sangat penting."
"Kakak harus makan sekarang karena aku sudah sangat lapar, atau lebih baik aku pulang saja?"
Pria itu dipaksa menutup laptopnya setelah melihat wajah sang Adik yang memasang muka pura-pura cemberut.
"Oke-oke, kita makan sekarang tuan putri. Kamu ini semakin lama semakin suka mengatur Kakak." Balas Robin yang langsung menurut.
"Aku bersikap seperti ini untuk kebaikan Kakak, coba bayangkan kalau tidak ada aku siapa yang akan memasakkan Kakak makanan yang enak." Omel Rachel sambil memasukan makanan ke dalam mulutnya.
"Kakak punya seorang Chef di rumah."
"Makanan yang aku buat jauh lebih enak dari pada Chef di rumahmu."