Part 26

10.7K 1.1K 90
                                        

Jangan lupa kasih bintangnya para pembaca budiman, syukur" komen, sebel deh sama yang silet reader. Apa susahnya sih klik bintang doang 😤

🥀

Rachel kembali ke ballroom tempat berlangsungnya acara Resepsi Kakaknya dengan pikiran kacau balau. Tiba-tiba teringat kejadian di toilet barusan, susah payah Rachel berusaha melepaskan diri dari cengkraman Matt, yang berbisik rendah, "Temui aku setelah pesta berakhir, maka aku akan melepaskan kamu tanpa kurang satu apapun."

"Aku ingin berbicara berdua dengan mu, tentunya bukan di toilet seperti ini," Matt melemparkan smirknya. "Anak buahku akan menjemput kamu nanti." Kemudian lelaki itu meninggalkan Rachel setelah seenaknya mencium punggung tangannya dengan tatapan memuja yang tak bisa ditolak.

Entah dimana keberadaan pria itu sekarang, karena Rachel tidak menemukannya sampai acara resepsi berakhir. Hanya ada seorang utusan yang datang menemui Rachel, mengantarkan menemui Bossnya.

Matt berada lantai paling atas De Opera Hotel, tepatnya di ruangan pribadinya.

Alasan utama yang memuat Rachel harus menemui dirinya karena Matt menikmati liburan mereka. Benarkah hanya sekedar liburan? Selama ini Matt selalu berusaha keras mengelak perasaannya, berusaha keras menyangkalnya, bersembunyi dibalik kata pelampiasan untuk mendapatkan pelepasan dari sebuah seks.

Matt sangat takut ketika ia menyadari mungkin sudah menyukai Rachel, wanita itu berkeliaran di otaknya. Matt menyukai keintimannya bersama Rachel di atas tempat tidur. Juga perasaanya yang mirip wanginya musim semi setiap kali berada didekat wanita itu.

Namun apakah wanita itu juga menginginkannya? Bagaimana kalau tidak? Matt tersenyum jahat, mudah, ia akan memaksa Rachel supaya menyukainya.

Matt sungguh menyukai caranya marah, berbicara, tersenyum, gemetar dan suaranya ketika memanggilnya "Boss". Matt takut menjadi kacau karena seorang wanita, ia punya ketertarikan terhadap Rachel bukan sebagai partner seks, namun sebagai wanita yang ingin ia miliki. Tergila-gila padanya.

Tidak buruk untuk mengikuti kata hatimu, dan menyelami arus.

Saat ini nampak pria berbrewok itu sedang duduk santai sambil mengenakan kacamata bacanya. Pandangannya mendongak ke arah pintu begitu tamu yang ia tunggu-tunggu akhirnya tiba.

Ups, Rachel bukan tamunya, melainkan wanitanya. Kata siapa? Kata Matt sendiri dong.

"Halo.. selamat datang, aku sudah menunggu kamu." Wajah Matt tersenyum menatap Rachel yang berjalan masuk ke dalam ruangan.

"To the point aja, apa yang mau kamu bicarakan?" Nada suara Rachel sangat tenang.

Hanya mereka berdua di ruangan itu, Rachel memperhatikan design ruang kerja Matt yang dimodifikasi dengan area istirahat, ada sebuah kaca yang menjadi sekat untuk ranjang serta keperluan pribadi pria itu. Juga sebuah foto yang dicetak besar, Rachel baru tahu kalau ternyata pria ini sangat narsis.

"Kenapa kamu tidak duduk dulu supaya aku tidak dicap sebagai pria kurang ajar yang menelantarkan tamunya." Rachel duduk di hadapan Matt yang terlihat sudah mengganti tuxedonya, menggunakan celana jeans dan kaos putih polos.

Matt berjalan menuju kulkas untuk mengambilkan sebotol air dingin untuk Rachel, lalu kembali bersuara. "Bagaimana kabar kamu?"

"Aku baik. Kenapa kamu ingin bertemu dengan ku?"

"Untuk temu kangen."

Rachel mengerutkan kening.

"Ha?" Rachel ingin dikoreksi.

Matt sedang menatapnya, wajah terkejut Rachel memang yang paling mengemaskan.

"I'm serious," Kata Matt. "Ayo kita mengulanginya lagi, hubungan kita waktu itu. Aku menginginkannya, juga menginginkan kamu, Rachel." Suara Matt begitu dominan, penekanan demi kata yang membuat Rachel melotot horor.

Menghampiri Rachel, kemudian duduk di atas meja tepat di hadapan Rachel, melepaskan kacamata baca yang bertengger di hidung mancungnya.

Rachel tertegun cukup lama. "Kamu gila.." Mendesis tidak percaya, suaranya merinding.

"Ya, aku memang gila. Dan orang yang membuat ku menjadi tidak waras harus bertanggung jawab." Matt memang berani, ditariknya tubuh Rachel kedalam dekapannya, meskipun beberapa kali sempat ada perlawanan. Sayangnya, pelukan lelaki itu benar-benar kuat, begitu erat.

"Matt! Kamu brengsek, perjanjian kita sudah berakhir brengsek, sekarang biarkan aku pergi!"

Rachel sangat kesal dengan Matt. Kesalahan terbesarnya menerima undangan pria itu, sebab sekarang Matt begitu bergairah saat menatapnya.

Sungguh, Rachel benar-benar tidak ingin mengakuinya. Hidupnya tidak akan tenang jika menyetujui ajakan gila Matt, kejadian waktu itu adalah kesalahan, Rachel akui, dan semua sudah selesai. Tidak boleh terjerumus untuk kedua kalinya, hidupnya sudah dipenuhi banyak drama, mirip sinetron Indosiar.

Tapi, kenapa pria ini malah berbuat seperti ini sekarang? Matt melakukan segalanya dengan sempurna, kelewat hebat. Kenangan itu mendadak berputar di kepala Rachel, dan Rachel menolak mengakui kalau lelaki itu membuat jantungnya berdebar kencang sekarang.

Masih berusaha mengerahkan semua tenaganya sekaligus menendang Matt dengan kaki, dan ia akhirnya berhasil lepas dari pelukan Matt, lalu buru-buru melarikan diri.

"Aku harus pergi sekarang. Kejadian di Havana waktu itu, aku sudah melupakannya." Rachel mundur perlahan.

Rachel melotot tajam pria itu ketika Matt akan mengejarnya.

"Rachel..." desis Matt sangat dekat.

"Tolong jangan mengusikku, aku tahu kemana arah pembicaraan ini. Menjadi teman tidur? Itu yang kamu inginkan, bukan? Lalu setelah bosan kamu akan membuangku, benar? Tidak ada jaminan juga kalau kamu nggak akan menyakitiku." Suaranya bergetar, seolah ketakutan.

Melihat Matt yang tidak menyangkal membuat Rachel seharusnya segera pergi dari ruangan itu. Sungguh, Rachel benar-benar tidak siap untuk menjalin hubungan dengan siapapun, apapun bentuk hubungan itu tanpa pengecualian.

Rasa takut serta was-was yang ada di dalam dadanya hanya akan semakin menyesakkan. Bagaimana para laki-laki yang hanya menganggapnya sebagai kupu-kupu cantik, ditambah status janda yang tidak akan bisa memberikan keturunan membuat Rachel semakin merasa jatuh.

"Bisa kita bicara dulu! Aku tidak akan menyakitimu, aku mau kita bicara baik-baik." Suara Matt terdengar memohon.

"Nggak ada yang perlu dibicarakan, karena aku menolak tawaran kamu, Matt."

Matt tidak tahu sejak kapan seorang wanita bisa membuatnya sefrustasi ini, hanya seorang wanita padahal. Ia bahkan di tolak sebelum memulai usahanya.

Rachel yang sudah berada di ambang pintu membuat Matt ikut bergerak. Mencekat lengan Rachel, menahannya supaya tidak pergi. Matt kembali mengurung tubuh perempuan itu agar tidak melarikan diri darinya.

"Apa perceraian kamu lancar?" Matt teringat cerita Rachel malam itu mengenai perceraian dengan Suaminya. Jelas langsung mendapatkan tatapan sengit dari Rachel. "Sekarang sudah tidak menjadi masalah karena kamu sudah resmi bercerai, kan? Rac, aku berjanji akan memberikan apapun yang kamu inginkan jika kamu bersedia berada disisiku." Matt tersenyum sedikit, menunggu jawaban Rachel.

"Apapun yang aku inginkan, termasuk jantungmu, Tuan?"

Matt terdiam, pertanyaan Rachel benar-benar membuatnya kacau. Seperti ada yang duri yang menusuknya dalam.

🥀

Matt itu gengsinya selangit gaes, dari part awal sampai sekarang lama bener nyadarnya.

Kalau Rachel lebih ke hati-hati, dia masih terbelenggu oleh traumanya, makannya sulit buat membuka hatinya.

Siapa yang gemes? Tunjuk tangan! ☝️

THE WIDOW ON MY BEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang