Part 9

14K 935 46
                                    

Bibir Rachel masih terasa manis setelah ciuman barusan, wajahnya mirip buah delima. Lalu kemudian kabur begitu saja setelah tersadar tangan Matt sudah masuk ke dalam kaos oversize yang di pakai Rachel, mencoba melepaskan pengait bra.

Panas, itu yang Rachel rasakan sekarang. Sudah sangat lama jantung nya tidak terpacu secepat ini, bagai kuda liar yang menghentak keras, meloncat bebas. Perasaan yang membuat Rachel merindu ketika seorang pria menjamah tubuhnya. Segala sentuhan dari tangan besar Matt masih terasa pada pori-pori Rachel, meninggalkan sesuatu yang tidak dapat dihapus.

Rachel menyentuh bibirnya dengan perlahan, mengecap sisa minuman yang masih menempel di sana. Cara pria itu menciumnya terasa luar biasa hingga Rachel tidak sanggup untuk mendeskripsikan gairah itu.

Mata gelap Matt yang terpejam masih terasa tajam, nafasnya memburu, dan lidah besar itu di paksa masuk ke dalam mulut Rachel, membelitnya. Lidahnya nya bergerak di dalam sana, dengan ganas, seolah memaksa Rachel untuk ikut bermain. Matt terus mengecap segalanya yang ada di dalam mulut Rachel, melumat dalam, menikmati Rachel. Mirip binatang buas yang bergerak sesuai nalurinya.

Tubuh Rachel bergetar hebat, seolah dirinya masih seorang perawan. Maklum saja, karena sudah beberapa bulan ini Rachel di paksa untuk tidak menginginkan sentuhan seperti yang Matt lakukan atas tubuhnya malam ini.

Pria itu sangat tahu cara membuat Rachel memohon lebih. Tapi Rachel bertekat menahannya. Rachel harus menahannya, agar tidak masuk ke dalam perangkap.

Rachel masih tidak terima jika pria itu ingin menjadikannya alat, sebatas pelampiasan seks. Bukan berarti Rachel mengharapkan lebih, ia hanya ingin menjaga diri. Matt membuat tubuh Rachel tidak bisa berbohong, walau hati dan pikirannya menolak.

Dan Rachel tidak perduli pada amarah pria itu, silahkan saja kalau ingin marah atau mengeluarkan sumpah serapah.

Sementara itu di ruangannya, sudah di pastikan kalau Matt sedang mengamuk. Pria itu sangat. amat. kesal.

Milik Matt yang sudah hard maksimal di tinggalkan begitu saja di Dapur. Untuk pertama kalinya dalam hidup seorang Matthew Wyman, ia merasa sangat kentang. Terhina, sudah pasti.

"SIALAN!" Matt menjambak rambut hitam legamnya frustasi. "Dia membalas ciumanku, tapi dia menolak melayaniku, Jav!" Matt membanting botol anggur puluhan ribu dollarnya begitu saja.

Sejak dulu Jav sudah hafal kalau tempramen Boss nya memang sangat buruk, namun Jav tidak menyangka kalau akan seburuk ini. Jav tidak berani buka suara jika Matt belum memberi perintah.

Matt mengeram. "Aku sudah berusaha berteman dengannya, tapi dia tidak memandang itikat baik ku! Katakan, apa aku salah?"

Jav menjawab hati-hati. "Menurut saya ini terlalu cepat, pertemanan tidak di jalin hanya dalam waktu semalam."

Yang di katakan Jav memang benar.

Kemudian Matt menatap tajam, dengan seringai jahat. "Apa kita masih punya tawanan? Tanganku gatal.." Jav langsung paham, Matt ingin menghabisi seseorang, sekarang.

"Maaf, tapi tawanan kita sudah Boss habisi semalam. Apa saya perlu menerbangkan beberapa tawanan yang ada di Russia atau Afganistan? Saya akan meminta Damar mengantarkan malam ini." Ini menyangkut nyawa seseorang, namun mereka benar-benar memperlakukan seperti food delivery order.

"Tidak. Aku akan mandi air dingin saja. Kamu boleh keluar sekarang."

Javas Nararya pun undur diri. "Baik, Boss. Jika anda membutuhkan sesuatu, saya ada di depan kamar anda."

THE WIDOW ON MY BEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang