Part 45

5.2K 525 114
                                    

Hallo... lama tidak berjumpa dicerita babang Matt? 👋🏻 aw kangen 🧡🧡🧡

Thanks guys yg udah setia baca dan nungguin karya gue. Setelah menyelesaikan revisi cerita Ken, gue akan mulai melanjutkan cerita babang Matt. Semoga nggak mager ya, dan bisa selesai dengan baik. Hehe

Makannya kasih like dan komennya yg banyak kalo kalian mengapresiasi cerita-cerita gue, jangan pelit sis, bikin jodoh sulit. 😁🧡

🥀

Matt memastikan Rachel selamat sampai di rumah sebelum bergegas pergi lagi. Membawa dua mobil dengan satu di antaranya berisi orang-orang terlatih. Sedangkan Jav nampak fokus duduk di kursi supir, Jav tahu apa yang membuat tuannya terburu-buru pergi dengan senjata lengkap seolah ingin memulai sebuah perang.

Namun, Sydney merupakan kota yang aman, memulai sebuah perang hanya akan menjadi musuh seluruh dunia. Jav sendiri merasa merinding melihat Matt menatap gelap dengan aura mencekam. Sulit untuk menelan ludah apa lagi bernafas, seolah di dalam mobil hanya ada karbondioksi, sesak.

"Sudah dibereskan, Jav?" Matt tahu pertanyaannya tak butuh jawaban, karena Jav atau pun Damar tidak pernah mengecewakan, tapi dia tetap bertanya.

"Pengawal pangeran Raiyan yang berada di luar sudah berhasil dilumpuhkan," kata Jav. "Damar yang baru tiba dari Rusia langsung bergegas ke sana, pria itu mengerjakan tugasnya dengan sempurna. Satu menit lagi kita akan tiba di Hotel mereka, Boss."

Matt masuk ke kamar pangeran Raiyan tanpa menimbulkan suara. Matt menatap seorang pria berparas tampan khas timur tengah yang sedang duduk santai di atas sofa sulaman emas. Mengenakan bathrobe putih dengan rambut basah sambil minum teh. Mungkin jika wanita yang masuk, mereka akan dengan suka rela menunjukan isi roknya. Sayangnya, dia adalah Matthew Wyman yang ingin membuat perhitungan.

Hanya tersisa dua pengawalnya yang berdiri di belakang pangeran Raiyan dengan posisi siap mengorbankan nyawanya.

"Raiyan Mauzan Mahatma!"

Raiyan dengan santai menaruh cangkir porselen ke atas meja kaca ketika teman satu kampusnya di Standford dulu memanggil namanya. Tentu saja jenis panggilan—lebih tepatnya teriakan—tidak bersahabat.

"Raiyan! Brengsek, kau berani mendatangi calon istriku dan mengatakan omong kosong?!"

Pandangan Raiyan langsung tertuju ke arah pintu untuk menatap Matt yang berpakaian rapi, lengkap mengenakan jas mahalnya. Ratusan juta? Jelas, Raiyan sangat tahu berapa harga outfit Matthew Wyman, karena dia juga punya ratusan jas seperti itu di lemari pakaiannya.

Namun, kedatangan Matt bukan untuk reuni apa lagi membicarakan harga outfit siapa yang lebih mahal, karena wajahnya sekarang seperti akan menelan Raiyan bulat-bulat dengan rahang mengeras marah.

"Tuan Wyman yang terhormat, setahuku kantor Hotel anda yang baru diresmikan bukan di gedung ini?" Raiyan tersenyum miring, terkesan santai.

"Aku tahu kau memang brengsek, Raiyan! Semakin berengsek karena kau berani menemui calon istriku diam-diam, dan membuat semuanya seolah kebetulan!" Matt bukan hanya mengeram, tapi juga berteriak kesal. Jenis amarah yang belum pernah Raiyan lihat selama saling kenal.

Matt memang suka berkata kasar atau tidak sabaran. Tapi meneriaki seorang pangeran, Matt tidak pernah melakukannya walaupun sangat kesal kepada Raiyan selama saling kenal. Bahkan Matt memiliki kecenderungan tidak mengedipkan mata saat menghabisi musuhnya.

Jika wajahnya sudah memerah seperti sekarang, sudah jelas Matt sangat marah.

Matt meneruskan, "kau pikir aku tidak tahu, kau yang membuat mantan suami Rachel bisa mendekatinya, kan? Rachelku sampai harus dilarikan ke rumah sakit dan datang ke psikiater lagi karena ulahmu! Katakan brengsek sialan?!"

THE WIDOW ON MY BEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang