Aneh

64.3K 7.7K 292
                                    

Dewa Ares
Arisha, hari ini saya ada keperluan sebentar. Sepertinya saya kembali sebelum zuhur. Jangan pulang dulu karna ada kerjaan buat kamu.

Semoga saja Pak Arash tidak kembali ke kampus, itu adalah doa yang aku rapalkan sejak aku mendapat pesan itu. Pagi tadi aku ada kuliah, cuma satu. Setelah mendapat kabar dari Pak Arash, aku tentu saja senang karena aku bisa pergi ke perpus dulu untuk mencari buku.

Kabar baik lainnya adalah dosen pembimbing sudah dibagi. Aku berhasil menggaet Pak Adnan sebagai dosen pembimbingku. Cielah menggaet. Aku juga sudah menemui Pak Adnan kemarin. Semuanya ternyata sesuai perkiraanku, Pak Adnan juga menyarankan supaya Pak Arash menjadi dosen pembimbing kedua.

Pak Arash dan Pak Adnan itu ibarat surat dan perangko, tidak bisa dipisahkan. Apalagi kabar yang aku dengar bahwa Pak Adnan akan segera pensiun, berbarengan dengan Pak Arash yang resign dari pekerjaannya.

Saat menemui Pak Adnan kemarin, ia memintaku untuk bersungguh-sungguh dalam menulis tugas akhir ini. Karena kalau lalai, mungkin akan berakibat pada diriku sendiri. Maka sebelum Pak Adnan pensiun, aku harus segera menyelesaikan tugas akhir.

Aku yakin aku bisa. Targetku adalah sempro setelah uas berakhir, sebelum masa magang dimulai. Semoga saja bisa terwujud.

"Bang Ian kayaknya dapat kabar baik deh. Senyum mulu dari awal masuk kantin." Aku mengikuti arah pandang Fiona yang duduk di depanku, memperhatikan Bang Ian dengan wajah gembira yang melangkah mendekat kearah kami. Moodnya terlihat baik, padahal tadi pagi ia bimbingan dengan Pak Arash. Itu artinya ada kabar bagus.

"Kayaknya mau sempro deh. Soalnya dia stres mulu dari kemarin-kemarin, mikirin itu. Udah di acc Pak Arash sama Pak Adnan kali ya?" Celutuk Farhan. Sepertinya sih begitu. Apalagi yang membahagiakan bagi seorang mahasiswa tingkat akhir selain kata acc?

"Pesan apapun yang kalian mau. Gue yang traktir hari ini. Minggu depan gue sempro." Tuhkan benar.

Bang Ian segera mengambil tempat duduk di sampingku, berhadapan dengan Farhan. Wajahnya tampak sumringah.

"Beneran boleh apapun, Bang?" Tanyaku memastikan. Ia mengangguk dan melepas tas miliknya, lalu menaruhnya di kursi samping.

"Apalagi buat lo, Arisha. Lo udah bantuin gue banyak banget. Pak Arash gak nemuin typo sedikitpun. Emang ya, lo junior gue paling the best lah pokoknya." Ia mengacak-acak rambutku. Aku jadi tersanjung. Padahal baru sekali aku membantunya. Bang Ian kadang suka berlebihan.

"Pak Ujang, mie ayam pake bakso satu!" Fiona nyolong start.

"Dua, Pak!" Sambung Farhan. Kalau ada yang gratis memang pada semangat ya.

"Tiga, Pak!" Tambahku. Seketika kami bertiga tertawa. Mie ayam bakso buatan Pak Ujang memang favorit di sini.

"Pak Ujang, es teh buat Arisha ya. Kalau Fiona sama Farhan air putih aja." Farhan dan Fiona menatap Bang Ian ingin protes. "Masih untung gue traktir makan ya." Mereka akhirnya bungkam. Jadi aku yang paling banyak menerima sedekah hari ini?

Dewa Ares
Dimana?

Tumben banget Pak Arash nanya? Biasanya langsung tau aku dimana. Jinnya lagi cuti apa gimana?

Kantin, Pak.

"Rencana magang dimana nih? Butuh bantuan gue gak?" Aku baru ingat kalau orang tua Bang Ian juga memiliki sebuah perusahaan. Apa aku mendaftar di sana saja sebagai cadangan? Takutnya aku tak lolos di RYK Group. Apalagi belum ada pengumuman siapa saja yang lolos seleksi berkas.

"Ona? Gimana? Daftar di perusahaan orang tuanya Bang Ian aja? Jadiin cadangan seandainya gak diterima di RYK. Gimana, Han?" Keduanya serentak mengangguk setuju.

Arash [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang