Tugas dari Pak Arash jangan lupa dibawa besok, soalnya udah deadline. Gue gak mau tanggung jawab kalau ada yang lupa atau gak mau ngumpulin tugas ya. Yang jelas siapa yang mau tugasnya dikumpulin, serahin ke gue besok. Paling telat waktu mata kuliah yang terakhir. Biar bisa cepet gue serahin ke Pak Arash.
Aku berceramah panjang di grup kelas kemarin, tapi hanya Farhan dan Fiona yang menjawab. Yang lainnya cuma ngeread. Bodo amat sih sebenarnya, toh yang penting dianya sudah baca. Kalau ada yang gak mengumpulkan, itu bukan tanggung jawabku lagi karena sudah aku ingatkan sejak awal.
Pak Arash menugaskan kami untuk membuat paper yang berkaitan dengan materi yang akan kami bahas pertemuan selanjutnya. Dia benar-benar ingin kami makan sendiri, sebelum ia suapi juga. Lumayan bagus juga sih karena mengajarkan mahasiswa untuk mandiri. Tapi tetap saja aku bukan tipe yang rajin untuk membuat tugas.
Bukannya apa-apa. Dia mengharuskan materi itu dicari dari beberapa referensi. Yang jadi referensi utama adalah buku. Dia malah tak mengharuskan kami mengetik dalam jumlah halaman yang banyak, asalkan yang menjadi poin pentingnya sudah termasuk. Setidaknya kami jadi paham konsepnya sebelum ia menerangkan.
Saat ini aku, Farhan dan Fiona sedang duduk di kantin dekat kantor dosen di lantai dasar. Sekalian menunggu anggota kelasku yang lain untuk mengumpulkan tugas. Tapi batang hidung mereka masih tak kelihatan.
Saat kuliah berakhir tadi, mereka langsung ngacir keluar. Sampai sekarang, aku tak melihat satupun dari mereka. Baunya saja tidak kecium. Mereka seperti hilang ditelan bumi.
Waktu sudah menunjukkan hampir pukul dua siang, tapi baru Farhan dan Fiona yang mengumpulkan tugas padaku. Padahal kuliah kami hari ini sudah berakhir sejak pukul setengah satu. Kalau gini caranya aku bisa stres gak sih?
Aku bahkan sudah menghabiskan satu piring nasi goreng, tiga bakwan dan lima gelas air putih karena saking lamanya menunggu mereka. Baru tugas pertama tapi sudah kelihatan seperti apa tingkah mereka.
Bukan rahasia umum lagi kalau aku termasuk mahasiswa yang dikucilkan di kelasku. Alasannya? Aku pun tak tau pasti. Mungkin karena aku terlalu cantik sampai para cewek merasa tersaingi? Atau terlalu pintar karena mereka jadi tak suka padaku? Wah, sombongnya.
Padahal aku tak cantik-cantik amat. Tak pintar juga. Menurutku Fiona bahkan lebih pintar karena dia aktif dalam berbicara dan mengemukakan pendapat. Tapi dia malas menghafal kalau mau ujian. Itu saja kurangnya.
Gak ada lagi nih yang mau ngumpulin? Gue tunggu sampai jam dua teng ya. Kalau gak ada lagi yang mau ngumpulin, gue langsung kasih ke Pak Arash.
Siska
Kan Pak Arash gak ngasih batasan waktu. Kenapa lo yang membatasi sih?Maya
Tau. Sok sibuk banget jadi orang.Dua setan ini memang menyebalkan ya. Biasanya ada tiga sih, entah kemana yang satu lagi.
Gue kerja woi. Kemarin udah gue ingetin kalau kumpulnya diakhir kuliah hari ini. Jadwal kita udah kelar satu setengah jam yang lalu.
Clara
Ya tunggu dong. Gue belum kelar bikinnya.Bener kan. Setan yang satunya lagi nongol.
Aku kembali mengecek jam di hpku. Sudah pukul dua lewat lima menit. Tapi masih sama. Tak ada satupun yang datang. Pukul setengah tiga aku harus beranjak dari kampus karena jam tiga aku bekerja. Sampai kapan aku harus menunggu tugas mereka?
KAMU SEDANG MEMBACA
Arash [END]
Chick-LitArashya Derya Rayyanka. Nama itu tercantum pada kartu rencana studi milikku. Ia adalah dosen yang dikagumi karena parasnya yang rupawan, tapi tidak dengan sifatnya. Namanya berasal dari kata 'Arash', seorang pahlawan dalam dongeng Persia. Tapi men...