Setan Kepedean

71.9K 8.3K 185
                                    

Hari Minggu kelabu, seperti itulah julukan yang tepat untuk menggambarkan suasana hari ini. Karena tak biasanya aku berkeliaran sepagi ini di hari Minggu. Biasanya masih betah rebahan di kamar sambil bengong mikirin masa depan. Ngehalu ya bahasanya? Ya semacam itulah.

Hari Minggu adalah surga sementara bagi mahasiswa. Walaupun tetap membuat tugas, tapi setidaknya tak perlu membuang tenaga ke kampus. Waktu rebahan pun lebih banyak dari biasanya.

Aku baru sadar kalau sejak kemarin hpku tak ada. Sepertinya jatuh waktu aku ke pasar atau saat 'dipalak' semalam. Masa iya harus mengeluarkan uang untuk membeli hp lagi? Tabunganku akan terkuras banyak. Mencari uang sebanyak itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Aku jadi pusing harus bagaimana. Padahal posisi hp sangat penting supaya aku tidak ketinggalan informasi mengenai perkuliahan. Apa yang harus aku lakukan sekarang?

Kenapa hari ini kelabu? Karena aku harus bekerja seperti babu. Semangatku tak akan menggebu, kala liburku terganggu. Ingin rasanya mengambil langkah seribu, apalah daya kaki tak mampu. Ada Pak Arash yang sedang menunggu.

Pak Arash memintaku datang ke salah satu cafe, untuk membantunya melanjutkan pekerjaan yang belum selesai kemarin. Untungnya dia menghubungiku lewat email, dan kebetulan aku juga mengecek email lewat laptop tadi.

Katanya, dia malas kalau harus ke kampus. Aku iyain aja. Lagian kalau minggu gini kampus bakal sepi seperti kuburan. Akan lebih horor hawanya. Mending di cafe. Setidaknya tak harus berduaan dengan Pak Arash. Kecanggungan pun akan sedikit berkurang.

Sesampai disana, ternyata cafe itu masih tutup. Yaiyalah tutup, masih terlalu pagi untuk membuka cafe seperti ini. Apalagi dekorasinya khas anak muda sekali. Kan anak muda pagi-pagi di hari minggu ini biasanya masih molor. Walaupun ada juga beberapa yang olahraga sih.

Mau telfon Pak Arash gak bisa. Apa aku harus membuka laptop dulu supaya bisa mengabarinya? Ribet banget deh ah.

Celingak-celinguk memperhatikan sekitar, tapi tak ada siapapun. Ku beranikan diri mengintip lewat kaca, tapi tak terlihat ada orang di dalam. Belum seberapa udah males aja.

Pulang? Enggak. Pulang? Enggak. Pulang? Tapi nanti Pak Arash nyariin. Tinggal bikin alasan yang masuk akal saja kan? Tapi nanti kalau Pak Arash ngamuk gimana?

"Masuk!" Suara terdengar dari seseorang yang berdiri di belakangku membuat jantungku langsung berdebar tak karuan. Aku sudah memperhatikan sekeliling tadi, tak ada orang satupun. Bahkan cafenya terlihat sepi. Kenapa sekarang ada yang berbicara? Bikin bulu kudukku merinding saja.

"Bukan setan kan ya?" Bisikku pada diriku sendiri. Aku bersiap hendak berlari. Namun tarikan pada tasku membuat aku tak jadi mengambil langkah seribu. Setan gak bisa megang manusia kan?

Aku berbalik, dan dihadapkan dengan wajah Pak Arash yang tampak geram. Pagi-pagi sudah memasang ekspresi seperti itu? Hidupnya benar-benar aneh.

Wait, dia napak atau gak nih? Mataku memperhatikan kebawah untuk melihat kakinya. Alhamdulillah napak kok.

"Kamu ngira saya setan lagi?" Lagi? Memang sering sih aku mengira dia itu setan, tapi kok dia bisa tau ya? Pak Arash itu setan cenayang ya?

"Hehe becanda, Pak. Kan saya suka becanda." Sahutku nyengir. Sudah pasti cengiranku tak akan tampak karena aku hari ini pakai masker berwarna hitam untuk menutupi bekas kemarin. Hanya memerah sedikit padahal.

Pak Arash terlihat berbeda hari ini, mengenakan kaos hitam dan celana katun polos selutut dengan warna senada. Dia tampan, sangat. Dua jempol untuknya. Apalagi kaos yang dia gunakan membentuk tubuhnya yang berotot. Dia rajin olahraga juga? Pantas saja jadi enak dipandang mata. Pemandangan bagus yang tak boleh disia-siakan ini. Astagfirullah, dosa.

Arash [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang