Om Cenayang

53.8K 6.4K 429
                                    

"Kalian siapa?" Untung Mas Arash tadi memberitahu kalau Farhan dan Fiona akan datang. Berhubung balas dendamku belum usai, maka akan aku lanjutkan hari ini. Kapan lagi aku punya kesempatan untuk mengerjai mereka?

Kemarin lusa saat tau aku sudah sadar, mereka hendak datang. Tapi Mas Arash menahan mereka di depan pintu. Mas Arash melarang mereka masuk karena aku masih butuh istirahat. Maka dari itu mereka datang hari ini. Itupun harus izin dulu pada pria posesif yang masih setia menemaniku.

Tak sekalipun ia meninggalkan ruang rawatku. Saka yang sering bolak-balik ke sini hanya untuk mengantarkan makanan, pakaian, maupun berbagai keperluan Mas Arash untuk bekerja.

Aku sudah menyuruhnya untuk pergi, tapi ia menolak karena ia ingin menemaniku di sini. Alhasil, ia kadang bekerja sembari menemaniku. Meskipun mata itu fokus menatap layar laptop, tapi sesekali ia masih sempat menoleh untuk memastikan keadaanku.

Aku tak dibiarkan main hp. Hanya bengong sambil menatap langit-langit. Karena melihatku sangat bosan, ia meminta Saka untuk membelikan beberapa novel. Novel inilah yang berhasil mengatasi rasa bosanku tatkala menunggunya bekerja.

Saat malam, ia menggeser sofa mendekat kearahku. Aku tidur di brankar pasien sementara ia tidur di atas sofa. Untungnya sofa ini tak pendek, makanya masih sesuai untuk postur tubuhnya.

Tak pernah ia tertidur lebih dulu. Kedua netra itu tetap mengamatiku sebelum aku benar-benar tidur. Sering aku terbangun saat tengah malam, menemukan ia yang tampak nyenyak dalam tidurnya.

Senyum sering terbit di wajahku tatkala melihat wajah nan polos itu. Bukan sebentar, tapi lama. Namun aku tak bosan sedikitpun. Pria ini sudah berhasil menyita seluruh perhatianku hanya dengan kepolosan wajahnya saat ia memejamkan mata.

Pemandangan yang tak kalah bagus adalah saat ia baru saja selesai mandi. Ia sangat tampan dengan rambut basah yang acak-acakan, yang ia keringkan dengan handuk kecil.

"Sha, lo gak serius lupa ingatan kan? Gue gak percaya loh kemarin Mas Arash bilang lo amnesia." Mas Arash memang segitu niatnya membantuku untuk balas dendam.

Yaiyalah, dia kan ada di pihakku. Awas saja kalau ia tak mendukungku. Aku akan marah padanya. Apalagi sejak awal dia juga merahasiakan ini dariku. Seharusnya aku juga balas dendam juga padanya. Tapi karena dia tau aku pendendam, makanya ia membantuku dengan harapan aku tak melakukan hal yang sama padanya. Walaupun sebenarnya aku juga sudah mengerjainya sih.

"Lo gak kenal gue?" Fiona menatapku dengan tatapan nelangsa dan menggenggam erat tanganku. Aku menggeleng dengan tatapan bingung.

Mas Arash bisa mengatur ekspresinya agar tidak membuatku tertawa. Bahkan mimik wajah itu juga menampakkan kesedihan yang teramat dalam.

"Lo inget Mas Arash?" Dahiku berkerut bingung.

"Mas Arash siapa?" Tanyaku. Fiona menoleh menatap Mas Arash iba. Sementara yang ditatap hanya menampilkan tampang sendu. Mas Arash berbakat jadi aktor. Dia harus debut dalam waktu dekat!

"Sha, masa lo gak kenal gue? Gue sering traktir lo makan loh." Farhan memang pria yang royal. Tapi aku sedang tak mau berpihak padanya saat ini. Ia sendiri sejak awal sudah bersekongkol dengan pacarnya untuk mempermainkanku. Pasti di belakang mereka menertawakanku. Sungguh menyebalkan.

"Lo siapa?" Farhan mengacak-acak rambutnya dengan kasar, sementara Fiona mengusap wajahnya gusar. Aku belum puas kalau hanya seperti ini. Belum sampai klimaks. Kalau Fiona menangis, baru aku mundur. Karena air matanya adalah hal yang tak aku sukai.

"Om, minta tolong ambilin minum." Pintaku sambil menatap Mas Arash. Mas Arash sempat melongo sebentar, lalu kembali menetralkan ekspresinya. Dengan begini saja, aku juga berhasil membalas Mas Arash.

Arash [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang