"Jadi lo pacaran sama Pak Arash, Sha?" Yeeee si Farhan toa, bisa-bisanya mulut lemes itu mengucap kata-kata terkutuk, di kantin kampus lagi. Bahaya ini mah. Spontan saja sendok di tanganku menempel di kepalanya hingga terdengar bunyi yang agak keras.
"Gak usah sebut nama kenapa sih? Lo tau gak, warga di kampus itu telinganya segede telinga Mickey Mouse." Tegasku. Dahinya berkerut bingung. Pasti dia gak paham maksudku.
"Masa sih?" Bukan Farhan yang bertanya, tapi pacarnya yang duduk di sebelahnya. Mereka ternyata cocok dalam hal ini.
Keseringan bucin makanya jadi gini. Efek udah direstuin, kalau lemot ya sama-sama lemot, biar kompak. Mereka sungguh menyebalkan.
"Tau ah." Giliran bahas yang seperti ini, mereka suka tidak nyambung. Mentang-mentang udah resmi.
Hari ini mereka mentraktirku makan di kantin kampus. Mumpung aku di sini karena sedang mengurus surat-surat penting. Minta legalisir ijazah yang sudah difotokopi juga. Sebenarnya gak perlu sih karena aku sudah bekerja dengan Mas Arash, buat jaga-jaga aja.
"Pak Arash gak lo ajak ke sini, Sha?" Sendok ini kembali aku gunakan untuk pada memukul kepala Farhan. Farhan ini susah banget ya dibilangin. "Lo kayaknya udah ketularan Pak Arash deh, dikit-dikit marah mulu." Masih saja. Belum kapok apa ya?
Farhan menatapku dengan tatapan nelangsa seraya mengusap kepalanya yang terkena bekas pukulan sendok di tanganku. Ia melirik Fiona meminta pendapat. Fiona menganggukkan kepalanya tanda setuju.
"Farhan kampret, jangan sebut merek!" Geramku. Mereka berdua tertawa. Tapi hanya sebentar, karena mereka serentak melipat bibir dan menatap takut kearah belakangku. Siapa yang datang hingga membuat mereka kicep seperti itu?
"Halo Arisha." Aku sontak berbalik saat mendengar sapaan hangat keluar dari mulut Pak Bayu. Pantatku sedikit bergeser seakan paham Pak Bayu hendak duduk di bangku yang sama denganku.
"Apa kabar, Pak?" Sapaku sekedar basa-basi. Mood Pak Bayu tampak bagus hari ini. Efek sudah beristri gitu kali ya? Ada mulu yang bikin bahagia.
"Baik. Enak ya yang udah wisuda. Kapan nih undangannya?" Undangan? Undangan apa? Aku melirik Fiona dan Farhan bingung, mereka pun tak kalah bingung dengan pertanyaan Pak Bayu.
Pak Bayu merogoh saku celananya lalu mengeluarkan hp miliknya. Sudut bibirnya langsung terangkat tatkala menatap layar hp itu. Pak Bayu sehat kan ya? Kenapa senyum-senyum sendiri gitu?
Layar hp miliknya ia perlihatkan padaku. Tampaklah sebuah pesan dari nama 'Si Bujang Lapuk'. Siapa itu?
Jangan ngomong yang aneh-aneh atau elo gue pecat!
Itu isi pesannya. Sesaat aku tersadar sepertinya itu pesan dari Mas Arash. Siapa lagi orang yang Pak Bayu kenal yang juga aku kenal? Hanya Mas Arash kan? Tapi bujang lapuk? Kok cocok banget sama Mas Arash? Aku memang durhaka, bahagia sekali saat meledek pria kaku itu. Eh, tapi sekarang gak kaku amat sih. Stok ekspresinya sudah banyak.
Pak Ujang datang mengantarkan makanan pesanan Pak Bayu. Dia memesan batagor dengan es teh. Menu yang lumayan mengenyangkan untuk pengganjal perut di jam segini.
"Kalian gak mau nambah? Saya baru mau makan loh. Pesan lagi sana! Biar saya traktir." Suruh Pak Bayu.
Fiona dan Farhan menggeleng canggung. Apa mereka tak tau ya kalau Pak Bayu ini temannya Mas Arash? Pasti mereka juga tak tau kalau Pak Bayu tau hubunganku dengan Mas Arash. Apalagi mereka terlihat kaget karena interaksi aku dengan Pak Bayu.
"Arisha, kamu gak nambah?" Aku menggeleng lalu tersenyum. Makanan di depanku saja belum habis.
"Seharusnya Bapak yang minta traktir sama mereka berdua, Pak. Saya aja ditraktir. PJ Pak." Pak Bayu tampak sedikit terkejut dengan apa yang aku katakan, kedua matanya menyorot Fiona dan Farhan bergantian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arash [END]
ChickLitArashya Derya Rayyanka. Nama itu tercantum pada kartu rencana studi milikku. Ia adalah dosen yang dikagumi karena parasnya yang rupawan, tapi tidak dengan sifatnya. Namanya berasal dari kata 'Arash', seorang pahlawan dalam dongeng Persia. Tapi men...