Kencan dan Balas Dendam

56.2K 6.4K 201
                                    

Dewa Ares
Kencannya jadi kan, Sha?

Kencan, kencan, dan kencan. beberapa hari belakangan ini Pak Arash selalu menanyakan hal yang sama. Tidak bosan apa ya? Dia bertanya seakan-akan aku akan berubah pikiran. Sejujurnya aku memang terfikirkan untuk membatalkan rencana yang satu ini, tapi kalau dibatalkan nanti Pak Arash mewek gimana?

Jadwal seminar hasil adalah hari Senin. Tapi Pak Arash malah mengajakku kencan di malam minggu. Seharusnya aku disuruh belajar, bukannya diajak keluar. Oke, kali ini jiwanya sebagai pacar lebih menang ketimbang jiwanya sebagai dosen.

Jadi, tapi jangan malam-malam pulangnya ya. Gak enak sama tetangga.

Dewa Ares
Nginep di tempat saya kan bisa.

Pakai emot kedip mata sebelah lagi. Minta dikasih bogem mentah ni orang.

Oke, gak jadi pergi kalau gitu.

Dewa Ares
Jangan gitu dong. Iya gak bakal malam banget pulangnya. Jam 9an, paling telat jam setengah 10. Oke?

Oke!

Jam setengah tujuh ia sudah tiba. Kali ini tak menunggu di depan gang lagi, tapi ia menjemputku sampai ke depan kontrakan. Hal ini menandakan bahwa level kebucinannya padaku sudah bertambah. Sementara aku? Bahagia dong.

"Mas, yakin bakal aman? Aku parno loh." Ia mengajakku pergi nonton di bioskop. Tapi sebenarnya aku takut kalau bertemu dengan salah satu penghuni kampus. Apalagi tugas akhirku belum selesai. Gelar pun belum di tangan.

"Yakin. Saya udah siapin dua topi sama dua masker juga." Ucapnya seraya menunjukkan topi dan masker itu padaku. Niat banget ya.

"Tiketnya udah?" Tanyaku saat hendak memasang seatbelt.

"Itu yang mau saya tanya. Velvet class gak papa?" Ia berucap seraya menahan senyumnya. Dia tak bosan apa ya terus-terusan menggodaku?

"Aku turun lagi nih!" Ancamku. Dia tertawa geli.

Velvet class itu bioskop yang menyediakan kasur biar kita berasa nonton di rumah. Tapi kan... ah tak tau lah.

"Becanda. Yang gold class aja ya?" Gold class ini termasuk yang agak mahal juga, walaupun lebih murah dari velvet class. Biasanya disediain kursi bak sofa empuk buat tempat duduk.

"Jangan aneh-aneh deh, Mas. Yang biasa aja." Untuk nonton saja kenapa musti yang mahal coba? Kalau ada yang murah mending itu saja.

"Yakin yang biasa aja? Katanya takut ketahuan. Masa nonton bioskop tetap pakai topi sama masker? Ya gak enak dong. Walaupun lampu dimatiin, mungkin aja orang kiri kanan bakal liatin loh. Atau mau saya beli tiket buat satu baris itu?" Nah kan. Jiwa menghambur-hamburkan uangnya langsung keluar. "Yang sweet box aja gimana?" Alisnya terangkat.

Aku mendengus, yang disambut dengan gelak tawa renyah khas miliknya. Dia bahagia banget ya hari ini? Ketawa mulu perasaan.

Sweet box itu biasanya disediakan buat pasangan. Gak selalu untuk pasangan juga sih, bisa buat orang yang riweuh ngurus anaknya juga. Antara kursinya itu gak ada pembatas, hanya ada pembatas dengan orang di samping kiri dan kanan. Ibaratnya dunia milik berdua gitu.

"Yang sweet box bagus tuh. Kiri kanan gak ada yang bisa liat. Gimana?" Tanyanya lagi. Gak buruk juga sih sebenarnya. Lumayan aman dari pandangan orang. Tapi belum tentu aman dari lawan bicaraku yang satu ini.

"Yaudah." Putusku akhirnya. Lagian dia gak bakal berani ngapa-ngapain.

"Yaudah apa?" Bawel kan.

Arash [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang