"Congratulations!" Teriak kami bertiga serentak lalu berpelukan ala teletubbies. Akhirnya kami bisa berteriak melepaskan kegembiraan yang tertahan sejak ada di salah satu ruangan RYK Group tadi.
"Gue udah gemes banget mau teriak dari tadi karena kesenengan." Ucapku seraya tersenyum lebar.
Wawancara sudah selesai. Aku, Fiona, dan Farhan dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk magang di sini. Pengumumannya langsung disampaikan tadi, setelah semua pendaftar selesai diwawancara. Baru magang loh ini, tapi sudah bergembira ria.
Puluhan mahasiswa yang diwawancara dari berbagai universitas yang berbeda. Saat kami bertiga dinyatakan lulus tentu saja senangnya bukan main. Kami bertiga adalah manusia-manusia beruntung yang diberikan kesempatan besar ini.
"Gue tau kalian berdua pasti lulus. Secara Fiona keren banget kalau urusan ngomong, dan lo Arisha, otak lo bisa diandalkan." Farhan tersenyum jumawa.
"Btw lo keliatan ganteng pake setelan kek gitu, Han. Gak sekalian singgah ke KUA nih?" Godaku. Farhan melirik Fiona lalu menaik-turunkan alisnya.
"Kalau si Ona setuju gue mau-mau aja sih." Ia mengedipkan sebelah matanya pada Fiona.
"Heh, kuliah yang bener dulu. Ngelap ingus sendiri aja belum bisa malah sok-sokan mau halalin anak orang." Fiona menoyor jidat Farhan dan menarikku menjauh.
"Kantin Pak Ujang kuy. Gue yang traktir hari ini." Aku dan Fiona sontak berhenti dan berbalik menatap Farhan. Kami serentak menariknya agar segera berlari supaya kami cepat sampai di kampus dan nongkrong di kantin Pak Ujang.
Jujur, aku sangat lapar. Tadi pagi hanya makan roti sebagai sarapan karena mendadak mood makan ilang gara-gara stres memikirkan wawancara. Awalnya aku benar-benar putus asa, takutnya hanya aku yang tidak lolos dan terpaksa magang di tempat yang berbeda dengan Farhan dan Fiona. Tapi ketakutan itu tak terbukti sedikitpun.
Kantin Pak Ujang lumayan ramai, maklum lagi puncaknya makan siang. Kami memutuskan untuk duduk dulu di salah satu kursi di taman kampus, menunggu kantin agak lebih sepi agar kegiatan makan lebih bisa dinikmati. Makan terburu-buru dan dalam keadaan berisik tidak seru.
"Eh, Pak Arash tuh." Farhan menunjuk dengan isyarat bibirnya. Aku mengikuti netranya yang mengarah pada kantor dosen.
Tampak Pak Arash sedang berjalan keluar dengan seorang wanita yang juga pernah aku lihat sebelumnya. Wanita yang pernah muncul bersama Pak Arash dan menghebohkan isi kantin waktu itu. Yang sempat kami duga sebagai pacarnya Pak Arash, tapi belum ada yang tau kebenarannya.
Hampir sama dengan tempo hari, wanita cantik itu juga memakai setelan kantor rapi. Kali ini ia menggunakan setelan berwarna navy. Dari setelan, tas, hingga sepatu, warnanya sama. Dia tampak anggun sekali.
Berbeda denganku. Walaupun saat ini aku juga memakai setelan, tapi kelas kami berbeda. Mendadak aku insecure dengan diriku sendiri. Apa yang Pak Arash lihat dariku hingga ia menobatkan aku sebagai gebetannya? Padahal ia selalu dikelilingi oleh wanita-wanita cantik di sekitarnya.
Jangan-jangan Pak Arash punya gebetan, tapi dia juga sudah punya pacar? Tuhkan soudzon. Tapi mau bagaimana lagi, Pak Arash masih terlalu misterius buatku.
Pak Arash dan wanita itu tampak membicarakan sesuatu. Aku tak bisa membacanya dari gerakan mulut mereka. Tapi tampaknya pembahasan mereka sangat seru hingga mampu membuat Pak Arash tertawa. Dia siapanya Pak Arash sih?
Mereka melangkah beriringan menuju kantin. Ah, kenapa harus kantin sih? Aku kan mau ke sana juga.
"Udah sepi deh kayaknya. Sekarang aja?" Entah kenapa aku mendadak tak mau ke sana. Malas saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arash [END]
Literatura FemininaArashya Derya Rayyanka. Nama itu tercantum pada kartu rencana studi milikku. Ia adalah dosen yang dikagumi karena parasnya yang rupawan, tapi tidak dengan sifatnya. Namanya berasal dari kata 'Arash', seorang pahlawan dalam dongeng Persia. Tapi men...