"Mas Arash?" Nah loh, suara siapa itu?
Aku menoleh ke arah wanita yang memanggil Pak Arash. Dia adalah wanita berhijab yang waktu itu bertemu kami di acara pernikahan. Dia juga yang mengirimi pesan pada Pak Arash yang tak sengaja aku baca beberapa hari lalu. Ah, bukannya gak sengaja tapi emang sengaja dibaca karena penasaran.
"Kamu sering kesini juga? Kok baru keliatan?" Wanita itu mengambil tempat duduk di samping Pak Arash dengan senyum yang tak pudar sedikit pun dari wajahnya.
Bahkan dengan wajah tanpa make up pun ia terlihat sangat cantik. Ditambah dengan lesung pipi yang memperindah senyumnya. Laki-laki mana yang tak akan terpesona oleh kecantikannya?
Pertama kali aku melihatnya, aku kira dia adalah tipe pendiam. Karena kalau menghadapi orang bawel seperti Pak Arash butuh orang suka diam, supaya tidak ribut. Bukan seperti aku dan Pak Arash, adu mulut setiap hari.
Berhubung tempat duduknya berupa kursi panjang, jadinya wanita itu duduk sedikit mepet pada Pak Arash. Tapi Pak Arash bergeser untuk memberi ruang antara di dengan wanita di sampingnya. Wanita itu tampak sadar kalau Pak Arash agak risih dengannya, tapi ia berhasil mengatur ekspresinya yang tampak sedikit kecewa itu.
"Kamu kenapa gak balas pesan aku sih, Rash? Padahal kita bisa janjian ketemuan di tempat lain." Sekarang udah ilang 'mas' nya.
Aku bertindak seolah-olah tidak mendengarkan perbincangan mereka dan memilih untuk meminum es teh yang baru saja datang. Kalau pergi gak mungkin juga kan? Ngajak ribut itu namanya. Pak Arash kan tidak suka ditinggal begitu saja.
"Saya sibuk." Sahut Pak Arash acuh. Matanya tak melirik wanita itu sedikit pun, malah mengarah padaku. Hanya Pak Arash yang tampak tak peduli pada wanita ini sementara di luar sana mungkin saja para pria berebut untuk mendapatkan hatinya.
Tipe wanita idaman Pak Arash seperti apa sih? Dia sukanya yang tipe kekanak-kanakan ya? Makanya suka mahasiswi yang masih imut-imut. Padahal wanita ini tampak sangat anggun dan dewasa.
Dari yang aku amati, ekspresi mereka itu sangat bertolak belakang. Yang satu tampak antusias dan gembira sementara yang satu lagi terlihat ogah-ogahan. Oke, mari kita perhatikan siapa yang kabur lebih dulu.
Dua piring nasi goreng ditaruh diatas meja. Wanita itu pun memesan makanan yang ia inginkan. Matanya masih melirik-lirik Pak Arash, tampak masih ingin memulai pembicaraan. Tapi mulutnya terlihat sedikit ragu saat ingin berucap.
"Mas, itu punyaku yang pedes." Aku menahan tangan Pak Arash saat terangkat untuk memakan nasi goreng di depannya. Pak Arash makannya juga ngegas ya, bukannya dilihat dulu sebelum menyantap.
Aku baru sadar kalau pesanan kami tertukar. Warnanya saja sudah nampak berbeda. Kalau Pak Arash memakan nasi goreng milikku, sudah pasti wibawanya akan jatuh di sini.
Pak Arash tersenyum, lalu menukar nasi goreng yang ada di depannya. Tapi satu sendok nasi goreng yang pedas yang hendak ia makan itu masih berada di tangannya.
"Nih!" Pak Arash menyodorkannya di depan mulutku. Ia tak berniat menyuapiku kan? Ini gak lucu loh. Tapi melihat tatapannya, tampaknya ia memang benar ingin menyuapiku. Kalau aku tolak mentah-mentah nanti dia malu.
Aku membuka mulut dan ia memasukkan sesendok nasi goreng itu ke dalam mulutku. Enak, sudah pasti. Kalau disuapin apalagi, bikin dada jadi nyeri. Beuh.
Pak Arash mengambil sendok lain dan menyerahkannya padaku. Sementara ia menggunakan sendok yang ia pakai untuk menyuapi tadi. Pak Arash gak jijik apa ya? Itu kan bekasku.
"Pacar kamu ya, Mas?" Tanya wanita itu. Balik lagi 'mas' nya. Gak konsisten nih Mbaknya.
Wanita itu tampak sedikit tak suka melihat interaksi aku dan Pak Arash. Mantan yang belum move on nih kayaknya. Sementara Pak Arash sudah move on. Jadi bener nih si cewek yang jadi biang kerok sehingga Pak Arash membencinya? Kira-kira apa ya penyebabnya? Selingkuh atau hilang tanpa kabar?
KAMU SEDANG MEMBACA
Arash [END]
ChickLitArashya Derya Rayyanka. Nama itu tercantum pada kartu rencana studi milikku. Ia adalah dosen yang dikagumi karena parasnya yang rupawan, tapi tidak dengan sifatnya. Namanya berasal dari kata 'Arash', seorang pahlawan dalam dongeng Persia. Tapi men...