4.3. L'amour De Cœr

853 154 16
                                    

La Pièce Trois
(La pies troa)

"Om hanya bisa mengusahakan untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan untuk membantumu. Kalau kamu tetap kukuh sama keegoisanmu, maaf Arisa, bersiap mendapat surat panggilan dari kepolisian tapi Om yakin kamu perempuan cerdas."

Kata-kata Om Maruli tiga hari lalu masih terngiang dan membuatku sulit tidur. Dan sangat membuatku kepayahan saat harus konsentrasi di IGD yang sedang membludak.

"Kamu lebih butuh tidur, Risa. Bukan malah duduk di sini," ujar seseorang yang membuatku langsung mendongak.

Aku berjengit kaget dengan manusia jelangkung satu ini. "Kamu ngapain nguntit aku?!" sergahku kesal.

Harsanto tersenyum dan duduk di depanku. "Aku memang dari tadi di sini. Sebelum kamu datang malah. Diajak teman."

Aku mengedarkan pandangan di seluruh penjuru coffee shop tempat kami berada saat ini, mencari keberadaan manusia-manusia sejenis Harsanto.

"Ya sudah, balik aja sana!" sinisku.

"Mereka sudah pulang, makanya aku ke sini. I'm all ear if you want. Mungkin nggak akan bisa menyelesaikan masalahmu tapi setidaknya kamu bisa lega sedikit," kata Harsanto yang entah kenapa membuatku makin kesal.

"Kamu tahu apa!"

"Try me."

Aku mendengkus ketika dia menggunakan bahasa Inggris.

Harsanto masih tersenyum. "Aku yakin bukan masalah pekerjaan. Kapten Shaheer? Kamu masih mengharapkannya? Padahal jelas mereka sudah lamaran? Kamu suka ya dituduh jadi pelakor?"

Aku membelalakkan kedua bola mataku. Apa-apaan dia nuduh aku begitu? Kurang ajar!

"Kamu!"

"Arisa, coba pikir pakai kepala dingin. Jangan emosi," kata Harsanto sok sabar. "Kalau Kapten Shaheer memang milikmu, apapun yang terjadi pasti jadi milikmu. Kalau bukan, mau kamu paksa seperti apapun caramu ya tetap lepas. Memang apa yang membuat kamu kukuh dengan kebenaranmu?"

"Nggak usah ikut campur!" desisku kesal lalu memyeruput cappuccinoku.

Harsanto masih tersenyum. Menyebalkan bukan? "Arisa, Kapten Shaheer itu sudah kenal calon istrinya sejak remaja. Sudah mengenal keluarganya juga. Perasaan mereka kuat."

"Sok tahu!" dengkusku. "Bianca itu baru pulang dari Inggris. Kalau pun udah kenal lama, mereka itu hilang kontak."

"Itu kan teori manusia," sela Harsanto. "Keluarga Mbak Bianca itu pondasi agamanya kuat. Nggak ada pacaran sebelum menikah. Jadi kalau memang sudah mantap menikah ya langsung menikah."

"Apa sih lihat-lihat gitu?" tanyaku risih melihatnya menatapku intens.

"Aku ingin kamu kembali jadi Arisa yang dulu sebelum dikenalkan pada Kapten Shaheer. Yang nggak buta akan pangkat. Ayo, kuantar pulang."

"Nggak perlu! Aku bisa sendiri!"

"Kondisimu, lahir batin nggak dalam kondisi terbaik untuk berada di jalanan bawa mobil sendiri. Kamu akan membahayakan nyawamu sendiri dan orang-orang di jalan raya. Kuantar pulang. Sini, berikan kuncinya?"

Entah apa yang membuatku menurutinya. Tiba-tiba saja aku sudah memberikan kunci mobilku dan membuntutinya keluar dan beriringan menuju sedan pinkku diparkir.

"Kamu ... kendaraanmu?" tanyaku ketika kami sudah masuk ke dalam mobil.

"Tadi aku pergi bersama teman," jawab Harsanto sembari menyalakan mesin mobilku lalu kami pun meninggalkan coffee shop. Meski benci tapi harus kuakui bahwa caranya mengemudi sangat halus. "Tidur meski sebentar. Nanti kubangunkan kalau sudah sampai rumahmu."

Aku mendengkus.

Sepanjang perjalanan, aku menatap ke luar, ke sisi jendelaku. Aku benci dengan pikiranku yang tiba-tiba melayang pada awal pertemuan kami dulu. Dia dan teman-temannya, aku dan teman-teman. Kami bertemu di Taman Bungkul, entah ada acara apa aku lupa. Mungkin dari temanku dia bisa mendapatkan nomer teleponku karena besoknya tiba-tiba dia menghubungiku. Aku kesal. Apalagi yang kuincar sebetulnya temannya. Praka juga tapi dia lebih ganteng.

Dari awal aku sebal sekali dengan Harsanto ini. Mengganggu. Tukang ikut campur. Terlalu percaya diri. Jadi, ketika Mama menceritakan tentang Mas Shaheer, nggak salah kan kalau aku bersyukur sekali dan nggak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Lagipula, di hari pertama kami akhirnya bertemu, Mas Shaheer juga waktu itu nggak bilang kalau keberatan.

Kenapa tiba-tiba setelah bertemu aku, si Bianca ini muncul? Kan aneh namanya.

"Risa, sudah sampai. Kamu melamun?"

Aku menoleh kaget saat Harsanto menepuk lembut pundakku.

"Eh, iya." Aku segera membuka seatbelt dan pintu. "Makasih."

Harsanto tersenyum. "Masuk sana. Tidur."

"Hem."

Tbc➡
🍃🍃🍃

Assalamu'alaikum semua,

Yuhuuu, masih menanti? 😂😂😂

Sidoarjo, 08-02-2021

Le Jardin D'amourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang