Troi
Bertemu langsung dengan tentara rasa oppa Korea ini, seperti bayanganku. Ya mungkin nggak sama persis. Bagaimanapun aslinya dan tembung jarene itu pasti beda. Iya kan?
Kenapa kusebut oppa Korea? Ya karena look-nya memang mirip sama artis Korea yang untungnya dia bukan selegram dumil. Kalau tidak, wah pasti bakalan sama seperti yang disebut-sebut mirip Lee Seung Gi itu. Fans-nya bakalan banyak muehehehe ...
Sekarang aku sudah kembali aman di rumah mbak Pristine dan oppa Wira. Sedari awal memang aku ikut memanggil 'Wira' bukan Sulung karena nanti jatohnya jadi Bang Sul. Kan nggak enak didengarnya.
Hanya saja masalahnya, aku merasa kena sawan di dekat pengantin baru ini. Aura-aura bikin sawan terus menguar mengancam kesehatan jiwaku. Aku memilih melipir ke ruang makanlah sambil WA mamas. Salahku liburan bersama pengantin baru? Ya mau bagaimana lagi, ini sudah direncanakan. Takutnya kalau tidak sekarang malah tidak akan bisa lagi menyempatkan waktu setelah aku sibuk mengurus pernikahan dan setelah menikah lagi.
Baru akan menyuap bakso, si mamas telepon. Video call tepatnya.
"Assalamu'alaikum," sapaku.
"Wa'alaikumussalam. Mbak jadi ndaki?" to the point as always.
Aku meringis.
"Yakin?"
"Hehehe ... "
"Nggak usah saja."
"Kan seru."
"Naik ke air terjun yang dekat telaga Sarangan saja ngeluh, ini mau naik ke Ungaran," komentar mamas.
Aku mengerucutkan bibir. Merajok. Biasanya ampuh tapi kali ini sepertinya tidak.
"Ngapain, Mbak, bibir dimajuin gitu?" goda mbak Pristine. Jadi tim hore seperti yang biasa dilakukan teman-teman kerjanya saat ia video call sama si oppa.
Aku melirik nyonya rumah. "Aku merajuk biar diijinin naik ikut om-om."
“Sabar ya, Mas, belom sah, jangan tergoda sama bibire,” goda Mbak Pristine ikut nimbrung di layar.
"Opo toh, Bu?" Aku menoleh pada mbak Pristine. Si mamas cuma meringis. Lah, ini lagi settingannya mirip si oppa. Diem, lempeng, meringis. Gak ada yang lain?
"Mbak, memang punya celana buat ndaki?" celetuk mamas mengabaikan kenyataan mbak Pristine ikut masuk layar.
"Lah iya." Aku langsung tepok jidat diingetin si mamas.
“Gak usah godain nanti dibales godain ngambek,” celetuk oppa Wira sambil merangkul si nyonya tapi karena ikut on layar, jadinya dua lelaki itu kenalan sebentar, tukar kabar ini-itu terus pamit dan mengajak menjauh. Mungkin ke kamar.
Aku tertawa melihat mbak Pristine yang juga terkekeh saat digelandang menjauh.
"Tuh, celana sama perlengkapannya aja Mbak nggak punya," kata mamas back to the topic.
Aku kembali meringis. "Katanya om-om temannya Oppa jalurnya mudah buat pemula."
"Pemulanya gimana dulu?" Lah, si mamas malah tertawa. Kebiasaan. "Adeknya gimana?"
"Belum bilang Shidiq sama Andha sih." Aku meringis.
Mamas menghela napas dalam. "Kalau adek setuju ya sudah. Hati-hati."
"Yeay, makasih ya, Mas?" ucapku senang.
Mamas berdecak melihat kelakuanku. Rasa nyaman memang tidak bisa dibohongi. Meski kadang aku suka ngomel dengan kelempengannya tapi bukan berarti tak ada chemistry. Berbeda dengan mereka yang pernah frontal dalam berbicara, nyatanya aku nggak menemukan sedikitpun rasa "nyambung" yang membuat nyaman.
Mungkin itulah yang dirasakan mbak Pristine terhadap oppa Wira. Dibalik segala perbedaan dan kelempengan si oppa tapi ada titik yang membuat Mbak Pristine percaya bahwa 'he's the one'. Dan semoga itu pulalah mamas untukku dan aku untuknya. Aamiin.
"Mbak?"
"Ya?"
"Jangan karena liburan, terus begadang," nasehatnya.
Aku meringis lagi. Meski diomelin, entah mengapa tetap jadi moodbooster. Aneh ya?
"Jaga kesehatan, vitaminnya diminum," tambah mamas.
"Nggih, Pak," sahutku sok kalem.
"Mbak Key ... "
"Dalem?" Aku menahan tawa melihatnya gemas. Aku pun berdeham. "Iya, iya. Vitaminnya juga nggak lupa."
"Bagus."
"Ya, kan Mas vitaminku tuh."
Ganti dia yang meringis. "Hehehe ... "
"Mas juga jaga kesehatan, kalau waktunya istirahat usahakan istirahat bener," kataku.
"Iya, Mbak."
Nggak lama Mamas off dan menyudahi video call, baksoku juga sudah habis lalu aku segera mencuci mangkok dan sendok kemudian ke kamar.
Nanti malam, sebelum mengantar Mbak Pristine ke rumah sakit, mereka akan mengantarku ke hotel dulu. Sekarang aku mau istirahat.
Di kamar, aku kembali berpikir kok bisanya aku ikut mereka mendaki? Apa batal saja? Kalau ada mamas pastinya dia bakalan ikat aku untuk diam di tempat.
Kemudian malamnya, mbak Pristine dan oppa Wira mengajakku dan adik-adikku makan malam di luar. Dan rencananya setelah makan, aku akan diantarkan ke hotel temoat adikku menginap lalu lanjut mengantar mbak Pristine ke rumah sakit.
"Mbak, emang mirip sama oppa Korea ya?" komentar Zafhirah yang duduk di sebelahku sembari berbisik.
Aku spontan tertawa.
"Kenapa, Mbak?" tanya mbak Pristine yang ada di depanku penasaran.
"Nih, Zafhi bilang oppa Wira mirip oppa Korea," jawabku yang langsung mendapat senggolan kaki oleh Zafhirah.
Mendengar namanya disebut, oppa Wira mendongak sementara mbak Pristine terkekeh.
"Maaf ya, Bang eh Mas eh haduh manggil yang enak gimana sih? Om? Abang? Bapak? Koko? Koko aja kali hehehe ... kan dari Semarang," usulku asal mangap.
“Eh, Koko boleh, gimana, Mas? Acc?” mbak Pristine menatap oppa Wira sambil tersenyum dan senyumnya menular ke oppa.
Aku sendiri bengong melihat si oppa Wira. "Lah, bisa senyum gitu ya?"
Tbc ➡
🐢🐢🐢
Assalamu'alaikum semua,
Tadinya mau nyicil yang on going lain tapi ada aja yang bikin nggak bisa. Sementara ini lagi ya. Aku usahakan menyicil yang lain kok 🙇
Semoga terhibur 😍
Sidoarjo, 18-10-2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Le Jardin D'amour
Short StoryKumpulan cerita pendek penuh cinta dan penuh warna seperti di dalam sebuah kebun yang berisi aneka tanaman dari yang cantik sampai yang berduri. Selamat menikmati 😊 Credit cover to @elaa_rin